Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sistem Demokrasi Meniscayakan Politisasi Bansos

Topswara.com -- Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri yang tergabung dalam tim kampanye pasangan calon presiden calon wakil presiden Prabowo Subianto Gibran Raka Buming Raka di nilai kian masif menggunakan program bantuan sosial sebagai alat kampanye untuk mendongkrak suara. 

Meski telah memberi imbauan agar kepala negara tidak keluar jalur, badan pengawas pemilihan umum (Bawaslu) di harapkan bersikap lebih tegas.

Pada Rabu sore 25 Oktober 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan kepentingan mengantisipasi tiga hal yang dapat mengusik perekonomian domestik yaitu ketidakpastian ekonomi global, pertambahan ekonomi China, dan dampak fenomena El Nino.

El Nino telah memicu kekeringan yang berujung pada gagal panen dan melonjaknya harga beras, kata Sri Mulyani saat konferensi pers kinerja APBN per september 2023. Kemudian pemerintah mengimpor beras untuk menjaga stok dan memberikan bantuan sosial atau bansos untuk meningkatkan daya beli masyarakat menengah ke bawah.

Tadinya pemerintah hanya berencana untuk menyalurkan bantuan beras 10 kilogram untuk setiap 21,3 juta keluarga pada periode Maret-Mei dan Septmber-November 2023, namun karena El Nino berlarut-larut, pemerintah memperpanjang periode penyalulan beras tahap 2 hinnga Desember dengan tambahan anggaran Rp 2,67 triliun.

Selain itu pemerintah menyisihkan Rp. 7,52 triliun untuk bantuan langsung tunai (BLT) bagi 18,8 juta keluarga yang akan di distribusikan pada November-Desember setiap keluarga bakal menerima Rp. 400.000 per dua bulan. APBN memberikan perlindungan dengan penebalan bansos kata Sri Mulyani. 

Jika di total alokasi anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp. 496,8 triliun, jumlah itu jauh lebih tinggi di dibandingkan anggaran 2023 yang sebesar Rp. 433 triliun. Perilaku para pejabat yang memanfaatkan bansos untuk melanggengkan kekuasaan ini merupakan wajah asli praktik demokrasi.

Praktik penyalahgunaan jabatan ini merupakan hal yang wajar karena sistem demokrasi meniscayakan kebebasan berperilaku. Prinsip ini termasuk kebebasan berperilaku, merupakan salah satu pilar demokrasi. Hal ini karena asas demokrasi adalah sekularisme yang jelas mengabaikan aturan agama dalam kancah kehidupan, termasuk politik.

Perilaku machiavellianisme para pejabat dan politisi berkelindan dengan kesadaran politik masyarakat yang rendah sehingga cenderung menormalisasi penyalahgunaan jabatan tersebut. 

Rendahnya kesadaran politik masyarakat sehinnga mudah di tipu dengan iming-iming materi. Ini merupakan dampak dari buruknya pendidikan di negeri ini dan kemiskinan yang menghimpit kehidupan mereka. 

Akhirnya masyarakat berpikir pragmatis dan mudah di manfaatkan untuk kepentingan para politisi. Inilah kondisi ketika kemiskinan menjadi problem kronis negara. Seharusnya negara menyolusi kemiskinan dengan sungguh-sungguh, bukan justru memanfaatkan kemiskinan rakyat dengan membeli suara rakyat melalui pemberian bansos. 

Sejatinya kemiskinan itu bisa diselesaikan asalkan negara mewujudkan solusi yang komprehensif, bukan sekedar pemberian bansos. Kemiskinan di Indonesia adalah kemiskinan struktural yang disebabkan regulasi produk demokrasi yang menguntungkan segelintir oligarki kapitalis saja. 

Regulasi buatan manusia (pejabat dan politisi) tersebut telah menjadikan kekayaan alam, tambang, hutan, laut, dan lain sebagainya di kuasai olah segelintir kapitalis pemilu modal. Sementara rakyat tidak mendapatkan apa-apa selain limbah, kerusakan ruang hidup di darat maupun lautan. 

Akibatnya rakyat senantiasa hidup dalam kemelaratan, hari demi hari mereka berjuang mempertahankan hidup ditengah kenaikan harga kebutuhan pokok dan kesulitan mendapatkan penghasilan.

Oleh karenanya rakyat butuh langkah tegas pemerintah untuk menghentikan dominasi swasta dalam pengelolaan sumber daya alam yang terkategori milik umum. Sikapl tegas ini tidak mungkin terwujud dalam sistem kapitalis, karena kapitalis justru mendorong liberalisasi pengelolaan sumber daya alam. 

Hanya saja, sistem Islam yang tegas melarang swasta menguasai sektor kepemilikan umum. Selanjutnya khilafah akan mengelola kekayaan alam tersebut secara mandiri dan mengembalikan kekayaan milik umum tersebut pada rakyat. Baik dalam bentuk produk jadi (misalnya BBM) maupun layanan publik (kesehatan, pendidikan, dan keamanan gratis berkwalitas). 

Selain itu negara dalam sistem Islam, akan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat secara individu per individu. Islam memiliki berbagai mekanisme misalnya kewajiban bekerja bagi laki-laki dewasa, juga kewajiban nafkah dibebankan kepada laki-laki dewasa untuk para istri dan anak.
Bagi kemalangan yang lemah fisiknya dan tidak ada kerabat yang menafkahi, maka negara akan memberikan santunan rutin sehingga kebutuhan dasarnya terpenuhi.

Penguasa dalam Islam meyakini kekuasaan adalah amanah yang akan di pertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Oleh karenanya penguasa dalam Islam akan mengurus rakyat sesuai dengan hukum syara. Para pengusa dan pegawainya adalah orang-orang yang berkepribadian Islam, sehingga mereka akan bersikap amanah dan jujur dalam jabatannya. 

Mereka tidak akan menyalahgunakan jabatan dan kekuasaan demi ambisi politik pribadi. Selain itu, negara melalui sistem pendidikan serta informasi dan komunikasi (infokom), akan mengedukasi rakyat dengan nilai-nilai Islam, termasuk kriteria dalam memilih pemimpin. Dengan demikian, umat akan memiliki kesadaran tentang kriteria yang harus di miliki oleh seorang pemimpin Islam.

Di sisi lain, seorang Muslim yang menjadi pemimpin di dalam sistem Islam jelas terjamin kualitas keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Sehingga tidak akan melakukan penyalahgunaan kekuasaan. 

Selain itu ia memiliki kompetensi yang teruji sehinnga tidak perlu melakukan pencitraan semata agar di sukai rakyat. Dengan sendirinya rakyat akan mencintainya karena keimanan ketakwaan dan kompetensi kepemimpinannya.

Wallahu a'lam bish shawwab.


Oleh: Daryati 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar