Topswara.com -- Tingginya angka stunting di Indonesia berbanding terbalik dengan sumber daya alam (SDA) yang sangat melimpah, kapitalisme mengedepankan kebebasan dalam segala hal termasuk kepemilikan individu yang bebas menguasi serta mengekploitasi SDA, padahal Islam menjamin kebutuhan setiap individu melalui peran negara termasuk terpenuhinya kebutuhan pokok.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 angka stunting indonesia masih cukup tinggi yaitu mencapai 21,6 persen, yang ternyata lebih tinggi dari standar World Health Organization (WHO) sebesar 20 persen, angka tersebut diharapkan bisa turun menjadi sekitar 14 persen di tahun 2024, dengan dukungan SDA yang melimpah tentu harusnya tidaklah menjadi masalah.
Kapitalisme menjadi akar masalah terjadinya stunting di Indonesia dengan akidah sekulernya, yang memberikan kebebasan kepada setiap individu untuk menguasai dan mengekploitasi SDA, dibantu oleh negara sebagai regulator sementara rakyat dibiarkan bersaing secara bebas sehingga menjadikan yang kuat menguasai yang lemah dengan hukum rimbanya, mayoritas SDA juga dikuasai para pemilik modal sedangkan rakyat kebagian remah-remahnya.
Pertumbukan ekonomi dikatakan tinggi namun dengan indikator pertumbuhan ekonomi yang parameternya manipulatif, karena mengabaikan pendapatan dan kesejahteraan, dimana ukurannya total pendapatan nasional dibagi jumlah penduduk.
Faktanya, segelintir pemilik modal menguasai sebagian besar kapital, praktik monopoli juga penimbunan serta kartel ekonomi membuat kebutuhan sulit terkendali, hal tersebut membuat rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok termasuk didalamnya pemenuhan gizi si buah hati.
Dalam sistem sekuler juga halal haram tidak menjadi standar dalam memenuhi kebutuhan melainkan hanya asas manfaat semata, sehingga tidak sedikit individu yang berani mengambil hak rakyat demi kepentingan pribadi dan kolega, misalnya ada dana stunting yang digunakan untuk kebutuhan rapat dan perjalanan dinas hingga mencapai 6 miliar rupiah.
Bebeda dengan Islam yang merupakan sistem paripurna yang mengatur semua aspek kehidupan termasuk politik, yakni mengatur urusan umat. Khalifah sebagai kepala negara berkewajiban untuk memenuhi seluruh kemaslahatan rakyat yang mana akan dimintai pertanggung jawabkan oleh Allah SWT diakhirat kelak.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, yang artinya “Khalifah (Imam) adalah pengurus rakyat (ra’in) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Rasa takut kepada Allah SWT sebagai pembuat hukum menjadi pendorong utama bagi khalifah dalam berupaya memastikan setiap individu terpenuhi kebutuhan pokonya termasuk anak-anak mereka.
Khalifah Umar bin Khattab pernah memberlakukan kebijakan memberikan santunan kepada bayi sejak lahir, hal tersebut dilakukan setelah beliau pada suatu malam melihat realita para ibu menyapih bayinya lebih cepat agar mendapat santunan, karena sebelumnya tunjangan itu diberikan untuk anak-anak yang sudah disapih.
Khalifah juga memaksimalkan SDA yang memang milik rakyat dan haram menyerahkannya kepada swasta apalagi asing, negara harus mengelola sendiri SDA tersebut dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, negara juga memberikan jaminan setiap laki-laki untuk bisa mengakses pekerjaan agar bisa memberikan nafkah untuk keluarganya.
Halal haram juga menjadi pedoman hidup bagi setiap individu berkat pembinaan ketakwaan yang diberikan oleh khalifah, hal tersebut membuat masyarakat maupun penguasa terdorong untuk tidak mengambil yang bukan menjadi haknya, dan menjadikan masyarakat secara umum peka terhadap perbuatan amar makruf nahi mungkar.
Maka stunting tidak akan menjadi masalah selama pengelolaan SDA yang melimpah diatur dengan sistem Islam kaffah dalam naungan khilafah.
Oleh: Herdi Kurniawan
Aktivis Dakwah
0 Komentar