Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sadari, Bahaya Tersembunyi Demokrasi

Topswara.com -- Demokrasi yang saat ini dipuja manusia, sesungguhnya sangat berbahaya bagi umat Islam. Orang diajak untuk tidak meneladani nabi dalam segala sisi, juga diharuskan tidak menjadikan syariat Islam sebagai solusi. Yang lebih parah lagi, dibuat tidak menyadari menghilangkan iman dalam diri.

Sistem yang menurut Aristoteles berprinsip pada kebebasan ini menempatkan agama sebagai urusan pribadi, sebatas moral dan spiritual. Kondisi ini menjauhkan kita dari meneladani Nabi Muhammad SAW. dalam segala hal, baik interaksi kita dengan Allah SWT dalam bentuk akidah dan ibadah, interaksi dengan diri sendiri dalam hal makanan, minuman, pakaian dan akhlaq. 

Maupun interaksi dengan sesama manusia dalam hal muamalah yang berwujud sistem pendidikan, kemasyarakatan, ekonomi, politik bahkan pemerintahan. Bagaimana mungkin kita bisa berharap syafaat nabi bila lebih mentaati orang kafir Yunani daripada beliau?

Selanjutnya, dalam hal aturan pada sistem yang antara lain dirancang Montesquieu, orang kafir dari Perancis ini, segalanya bisa dirundingkan, dimusyawarahkan. Tidak perduli apakah yang akan dimusyawarahkan itu sudah pasti hukumnya. 

Semua dibahas, bila tidak mencapai kata sepakat akan diambil suara terbanyak. Sehingga perzinahan bisa menjadi halal ketika disetujui anggota dewan. Pencuri tidak perlu dipotong tangan, cukup dipenjarakan. Pabrik minuman keras boleh didirikan asal memberikan income tambahan. 

Menerapkan syariat Islam ditentang bahkan dilarang dan pengusungnya dimusuhi habis-habisan. Lalu, hukum siapa yang lebih baik, hukum Islam atau hukum buatan anggota dewan bagi mereka yang masih punya keyakinan? 

Bukankah semua pilihan itu akan dimintai pertanggungjawaban? (Lihat Al Quranul Karim di Surat Al Maidah ayat ke-50)
Yang harus lebih diperhatikan lagi, Abraham Lincoln menjelaskan bahwa ini adalah sistem pemerintahan yang berasal dari, oleh, dan untuk rakyat. 

Dari rakyat selaras dengan frasa kedaulatan rakyat, bermakna kewenangan membuat aturan berada di tangan rakyat. Hukum yang dibuat rakyatlah yang dipakai untuk menentukan sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, terpuji atau tercela. Melalui wakil rakyat yang duduk di Majelis Perwakilan Rakyat inilah ditentukan segala peraturan hidup. 

Sementara aturan Sang Pencipta dicampakkan ke tempat sampah. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kaum Nasrani dan Yahudi,

“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahibnya sebagai tuhan selain Allah” (Al Qur’an Surat At Taubah ayat ke- 31)

Ayat tersebut ditafsirkan dengan hadits nabi yang pernah menyatakan pada Adi bin Hatim bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadikan pemuka agama mereka, rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah? 

Meskipun mereka tidak menyembah, bersujud langsung pada para rahib tersebut, tetapi mereka mengikuti apa yang sudah diputuskan oleh para rahib dalam urusan kehidupan. Yang dihalalkan Allah SWT diharamkan, yang haram dihalalkan. 

Seperti saat ini, yang wajib dimubahkan (shalat, puasa, zakat, menutup aurat, tidak ada sanksi bagi yang melanggarnya). Yang haram dimubahkan (minuman keras). Yang wajib bahkan diharamkan (menerapkan hukum Islam dalam semua aspek kehidupan).Kalau diikuti, bahkan diyakini, bagaimana mungkin kita bisa berharap surgaNya? 

Sadarlah wahai Saudaraku! Sudah saatnya tinggalkan sistem buatan manusia yang menggiring penganutnya untuk mensyirikkan Allah SWT. 

Sudah waktunya kembali menjalankan Islam untuk menggapai keridhaan Sang Pencipta Alam Semesta, Raja satu-satunya yang Maha Kuasa di akhirat sana.


Oleh: Eko Rahmat Prayogo
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar