Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Remaja Melakukan Tindak Kriminal, Bagaimana Nasib Mereka ke Depan?

Topswara.com -- Remaja tergolong makhluk manusia yang masih dalam kondisi labil. Membuat keputusan terkadang masih butuh pendampingan terus menerus oleh orang terdekat. Kelabilan itu tidak bisa dianggap remeh.

Usia remaja sangat membutuhkan pendidikan yang layak, karena memang usianya masih termasuk waktu mengenyam pendidikan. Pendidikan di usia remaja juga berbeda dengan usia lainnya sehingga butuh merangkul dengan mendampingi selayaknya sahabat. 

Remaja yang tidak terdidik atau jauh dari pendidikan yang layak tentu akan berimplikasi pada perbuatan yang buruk. Kasus remaja yang membunuh sekeluarga bahkan memperkosa jadi contoh yang sangat menyayat hati. 

Remaja berinisial J (16) di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) ditangkap usai membunuh lima orang satu keluarga yakni ayah, ibu, dan 3 anaknya yang merupakan tetangganya. Tak hanya membunuh, J juga memperkosa jasad anak pertama pasang suami istri (pasutri) itu (detik.com 06/02/24).

Sumber lain dikatakan perkembangan kasus remaja ini dikabarkan berkas kasus terlambat diserahkan karena melengkapi berkas. Isi berkas disampaikan bahwa pelaku sudah melakukan beberapa tes yang menyangkut kesehatan kejiwaan. 

"Tadi pagi sudah dilakukan tes psikiater dari tim RSUD, kemarin juga sudah dilakukan pemeriksaan psikolog dari tim psikolog UPTD Provinsi, dan kemarin juga sudah dilakukan penelitian.(radartarakan.jawapos.com 15/02/24). 

Kabar lengkap diberitakan bahwa pelaku adalah anak bawah umur yang diduga membunuh satu keluarga berisi lima orang. J adalah tetangga korban di Dusun Lima, RT 018, Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) yang secara sadis membunuh lima korban pada Selasa (6/2) dini hari sekira pukul 01.30 Wita.

J yang baru genap berusia 18 tahun pada 27 Februari 2024 nanti, diduga dengan sadis dan kejam menghabisi nyawa tetangganya sendiri itu dengan bacokan parang, yaitu WL (34) sebagai kepala rumah tangga, SW (34) selaku ibu rumah tangga, serta tiga buah hati pasangan ini. Yakni; RJ (15), VD (12), dan ZA (2,5). Setelah terjadi pembunuhan, berdasarkan keterangan, pelaku juga diduga tega melakukan perundungan seksual terhadap korban SW dan RJ yang sudah tidak bernyawa (balpos.com 15/02/24).

Kondisi pelaku melakukan perbuatan itu dalam kondisi mabuk, seorang remaja dalam keadaan mabuk saja sudah dikategorikan perbuatan buruk. Dalam keadaan tidak stabil kondisi mabuk tentu akan menimbulkan perbuatan buruk lainnya. Generasi penerus ketika dibiarkan terus melakukan tindakan kriminal tentu akan merusak penerus. 

Apakah kondisi psikologi dan kejiwaan harus menjadi pertimbangan? Dalam sistem kapitalis menghadapi semua masalah kriminal selalu dikambinghitamkan pelaku adalah orang gila. Jika demikian akan meringankan hukumnya. 

Menyelesaikan masalah seharusnya yang dipelajari sumber maslah, kenapa perbuatan itu dilakukan. Agar tidak menjadi perbuatan terus berulang tanpa solusi. Kasus ini merupakan salah satu potret buram Pendidikan Indonesia yang gagal mewujudkan siswa didik yang berkepribadian terpuji, dan tega melakukan perbuatan sadis dan keji.

Selain itu juga menggambarkan lemahnya sistem sanksi dalam sistem rusak ini, karena tidak mampu mencegah individu melakukan kejahatan. Selalu hanya fokus pada penyelesaian masalah ketika masalah itu terjadi lalu. Tidak ada ketegasan dalam menerapkan hukum yang berlaku bagi pembunuhan dan pemerkosaan meski usia masih remaja. 

Disamping itu ketika ada aturan yang tegas menindaki minuman memabukkan karena efek buruk yang membahayakan manusia. Semua ini seharusnya bisa dicegah, dengan fokus pada pencegahan dan hukuman yang tegas ketika terjadi. Caranya dengan mempercayakan pada sistem yang benar 

Sistem yang benar itu hanya ditemukan dalam aturan Islam yang memiliki sistem kehidupan terbaik, berasaskan akidah Islam. Mengembalikan semua sesuai perintah Sang Pencipta. Di antaranya adalah sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkualitas dan berkepribadian Islam. 

Didikan awal yang diberikan negara dalam usia sekolah adalah akidah sehingga ada tameng diri pada generasi untuk melakukan kesalahan dalam perbuatan yaitu mampu membedakan mana perbuatan yang haram seperti minum yang memambukkan, memperkosa bahkan membunuh. 

Perbuatan itu semua telah dijelaskan dalam Al-Quran mulia. Pada Surah Al Maidah Ayat 90 tentang minuman keras. 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia orang yang mendapat pertolongan. (QS Al-Israa': 33).  

Dengan mengacu pada ayat di atas sistem sanksi yang menjerakan juga ditemukan dalam Sistem Islam yang memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak kejahatan, dengan pengharaman khamar yang merupakan induk kejahatan. 

Pembunuhan dikembalikan pada ahli waris jika ahli waris meminta diyat maka korban harus membayar sesuai ketentuan diyat yang berlaku sistem sanksi ini sifatnya akan mencegah perbuatan karena ada efek jera. Serta mampu menghapuskan dosa. Namun semua itu hanya mampu diterapkan oleh seorang pemimpin yang disebut khalifah dalam kekhilafahan atau negara Islam. 

Wallahu a'lam bi shawab.


Oleh: Sri Rahmayani, S.Kom
Aktivis Pemerhati Perempuan dan Generasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar