Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Proses Sertifikasi Halal ada Kepentingan Kapitalis

Topswara.com -- Bagi pelaku usaha, boleh jadi keluarnya Perppu Ciptaker merupakan angin segar untuk mendapatkan sertifikat halal dengan mudah dan cepat. Masalahnya, apakah hak konsumen, terutama umat Islam, untuk mendapatkan kepastian halal suatu produk juga lebih terjamin?

Dilansir dari tirto.id, Pemerintah mulai mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman, termasuk pedagang kaki lima (PKL) dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki sertifikat halal mulai 18 Oktober 2024.

Ditemui Tirto, pelaku usaha kecil es bubur sumsum di sekitar Palmerah, Jakarta Pusat, Pak Ipin (48) mengaku tak masalah jika diminta untuk mengurus sertifikasi halal. Menurut dia, yang terpenting adalah tidak memberatkan PKL dengan biaya tinggi, dan bila perlu digratiskan.

Pengurusan sertifikat halal ini berbiaya. negara memang menyediakan 1 juta layanan sertifikasi halal gratis sejak januari 2023, jumlah yang sedikit jika dikaitkan dengan keberadaan PKL yang  berkisar 22 juta di seluruh Indonesia.  Apalagi sertifikasi ini juga ada masa berlakunya, sehingga perlu sertifikasi ulang secara berkala.

Seharusnya jaminan sertifikasi halal menjadi salah satu bentuk layanan negara kepada rakyat, karena peran negara adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat.  Apalagi kehalalan juga merupakan kewajiban agama.  Namun dalam sistem kapitalisme, semua bisa dikomersialisasi.  Hal ini erat kaitannya dengan peran negara yang hanya menjadi regulator atau fasilitator.

Akhir 2022, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Cipta Kerja atau Perppu Ciptaker. Dalam Perppu tersebut diatur mengenai sertifikasi produk halal, termasuk untuk usaha kecil dan mikro.

Terdapat sejumlah substansi Perppu Ciptaker yang merupakan perubahan mendasar terkait jaminan produk halal.

Ketentuan baru dalam Perppu Ciptaker ini mendapat tanggapan dari Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati. Ia menyatakan banyak hal yang cukup rigid dalam ketentuan fatwa yang harus diperhatikan ketika proses penetapan fatwa halal suatu produk.

Sukarnya ketentuan fatwa tersebut, menurut Muti, dikarenakan tidak hanya memperhatikan bahan baku produk, tetapi juga proses pembuatan, kemasan yang digunakan, hingga bentuk nama yang dipakai oleh pelaku usaha.

“Meskipun produk yang diajukan kompleks, secara umum proses yang dilakukan sama. Maka, jangan sampai hanya mempertimbangkan sisi skala usaha dan standarnya menjadi diturunkan,” katanya.

Muti juga menyoroti tentang proses self declare. Menurutnya, perluasan kehalalan produk UMK yang dilakukan melalui proses self declare cukup berisiko karena penetapan kehalalan produk harus dilakukan oleh pihak berpengalaman dalam bidang tersebut, sedangkan pelaku UMK belum tentu memilikinya.

Tidak hanya itu, tercantumnya istilah “sertifikasi halal seumur hidup” menurut Muti perlu jadi perhatian bersama. Dengan adanya aturan tersebut, proses perpanjangan sertifikasi halal menjadi tidak penting. Padahal, di proses inilah sistem pengawasan dan pembinaan berlangsung.

“Aturan ini meniscayakan, selama pelaku usaha itu bisa menyatakan bahwa tidak ada perubahan dari bahan yang digunakan, maka secara otomatis sertifikat dapat diperpanjang dari empat tahun itu. Perlu dicatat, dari sistem mana pun, sertifikasi tidak ada yang seumur hidup, apa pun lagi tentang sertifikasi halal,” imbuhnya (mui.or.id, 12-1-2023).

Mencermati isi Perppu Ciptaker terkait sertifikasi halal, memang jelas tampak bahwa target pembuatan aturan ini adalah menciptakan sistem yang serba cepat dan mudah.

Namun, apabila kita amati lagi, kepentingan memudahkan sertifikasi halal bagi UMKM tidaklah sesederhana dalih-dalih yang disusun pemerintah. Ada kepentingan lain yang dianggap lebih besar, yaitu kepentingan para kapitalis. Bagaimana bisa?

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dianggap merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Data dari BKPM menyebutkan UMKM berkontribusi besar terhadap PDB, yaitu 61,97 persen dari total PDB nasional atau setara Rp8.500 triliun pada 2020.

Selain itu, UMKM menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, yaitu 97% dari daya serap dunia usaha pada 2020. UMKM juga menyerap kredit terbesar pada 2018, yakni sebesar kurang lebih Rp 1 triliun. (bkpm go.id).

Dalam kaitannya dengan industri besar, UMKM juga berperan strategis dalam rantai produksi global. Di sini UMKM bertindak sebagai pemasok lapisan satu, dua, dst. bagi perusahaan besar multinasional. Perusahaan besar ini menjadi inti dari klaster industri yang terbentuk. Ialah yang memproduksi produk akhir dan memasarkannya, baik di dalam negeri maupun mengekspornya karena modalnya yang besar memungkinkan hal tersebut.

Dari sini kita bisa melihat betapa UMKM berkontribusi bagi perusahaan multinasional, tetapi yang menikmati keuntungan besar adalah perusahaan. Oleh karenanya, upaya memfasilitasi UMKM dan mempermudah berbagai prosedur tidak lain adalah upaya untuk menjamin kehidupan bagi perusahaan besar.

Yang juga memprihatinkan adalah ketika kepentingan agama yakni hak umat untuk mendapatkan jaminan kepastian halal, bukan semata formalisasi simbol halal diabaikan sekadar untuk mengejar kepentingan ekonomi. Hal seperti ini hanya kita dapati dalam sistem kapitalisme.

Islam telah menggariskan bahwa masalah halal dan haram merupakan perkara syariat yang mendasar.

Urusan umat, seperti kepastian halal pada produk-produk yang beredar, adalah tanggung jawab negara sebagai bagian dari perlindungan negara terhadap agama.

Tindakan negara semacam ini adalah dalam rangka memastikan umat hanya mengonsumsi dan menggunakan produk halal. Tidak ada tendensi lain. Jadi, ketika negara harus merugi dalam menjalankan tanggung jawabnya, hal tersebut tidak menjadi masalah.

Hanya saja, negara yang akan mampu mengemban amanah ini hanyalah negara yang berpijak pada penerapan syariat Islam. Bukan negara kapitalis sekuler yang mencari keuntungan dan membisniskan kepentingan warganya, bahkan agama.

Wallahu alam bishawab. 


Oleh: Eva Lingga Jalal
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar