Topswara.com -- Kemiskinan adalah hal yang tidak pernah selesai ditangani oleh negara. Pada Maret 2023 Badan Pusat Statisik (BPS) mencatat angka kemiskinan di Indonesia mencapai 25.90 juta orang, naik sejumlah 0.03 persen dari Maret 2022.
Data ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak berhasil menekan angka kemiskinan. Negara memberikan solusi berupa bantuan sosial (bansos) yang disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Kementrian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan alokasi dana bansos meningkat sejak 2019 hingga melebihi Rp100 trilliun. Kemudian angkanya semakin meroket pada tahun 2020 karena adanya pandemi corona, sebesar Rp202,5 trilliun, dan tahun 2023 alokasinya berkurang menjadi 146,5 trilliun (databoks, 01 Februari 2024). Ironisnya, hal ini juga tidak berhasil menekan angka kemiskinan di Indonesia.
Ironisnya bukannya mengatasi kemiskinan, tetapi bansos malah dijadikan ajang politik oleh beberapa orang yang memiliki ambisi untuk menduduki jabatan atau kekuasaan di negara. Para calon-calon pejabat negara mencari kesempatan di tengah kenaikan harga pangan untuk menarik suara dari para masyarakat.
Kesadaran politik yang rendah membuat masyarakat pun tidak berpikir secara kritis dan mudah tergiyur dengan bantuan sosial yang diberikan, masyarakat mudah dimanfaatkan demi kepentingan tertentu.
Bansos menjadi kecacatan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan masyarakat. Alih-alih memberikan solusi, malah dijadikan ajang politisi.
Berbeda dengan Islam yang mewajibkan negara untuk menjamin kesejahteraan tiap individu dengan mekanisme dalam bingkai sistem ekonomi Islam. Islam menjamin hak seseorang untuk memiliki harta dalam rangka mempertahankan hidup dengan hukum syarak, jika tidak mampu bekerja karena sakit, sudah terlalu tua, atau ketidakmampuannya yang lain maka hidunya akan ditanggung oleh orang yang diwajibkan oleh syarak misalnya sanak saudaranya, tetapi apabila tidak ada maka nafkah orang tersebut akan ditanggung oleh Baitul mal atau negara.
Islam juga secara tegas menetapkan kekuasaan merupakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, sehingga para penguasa tidak perlu melakukan pencitraan untuk menarik hati rakyat.
Negara membutuhkan penguasa yang dapat menerapkan sistem Islam secara kaffah, penguasa yang sesuai dengan hukum syarak, penguasa yang dapat membimbing rakyat ke jalan yang diridhai-Nya, penguasa yang berkepribadian Islam, termasuk sifat amanah, dan jujurnya.
Oleh: Huri Salsabila
Aktivis Muslimah
0 Komentar