Topswara.com -- Seperti tahun-tahun sebelumnya saat diadakan pesta demokrasi, mendadak RSJ penuh oleh pasien-pasien yang diduga kuat adalah para caleg yang gagal nyalon. Maka di tahun 2024 sejumlah rumah sakit juga melakukan hal yang sama. Menyediakan ruangan khusus untuk mengantisipasi bagi para caleg yang juga gagal karena tidak berhasil menang dalam pemilihan.
Kesannya memang absurd ya. RSJ sengaja disisapkan untuk menampung para caleg yang gagal nyalon. Seperti dilansir dari kompas.com, 23/12/2023 salah satu rumah sakit di Sorean Bandung Jawa Barat telah menyiapkan ruangan khusus untuk para caleg yang rawan kena gangguan mental ketika kalah dalam pemilihan.
Tidak hanya ruangannya saja namun juga disiapkan dokter spesialis jiwa yang nantinya akan merawat calon-calon pasien gangguan mental yang memang ketika nyaleg mengalami kegagalan. Tidak tanggung-tanggung 10 ruangan VIP sudah disiapkan untuk persiapan pemilu.
Disampaikan oleh direktur RSUD dr. Abdoer Rahiem Roekmy Prabarini bahwa ada sejumlah kasus gangguan jiwa yang harus segera ditangani dan mendapat perawatan. Di antaranya, kecemasan berlebihan hingga berhalusinasi, meracau, mendengar dan melihat sesuatu yang ilusi, tidak enak makan, bahkan tidak mau mandi.
Berdasarkan yang sudah-sudah, bahwa banyak dari para caleg gagal mengalami gangguan mental seperti itu. Psikiater sekaligus Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ. juga mengatakan bahwa para caleg yang mencalonkan diri, namun tanpa tujuan yang jelas dan hanya sekedar mengejar kekuasaan ataupun materi, ini yang rentan mengalami gangguan mental.
Karena ketika dia kalah pasti kecewa berat, hingga akhirnya depresi bahkan sampai ingin mengakhiri hidupnya. Tidak hanya calegnya saja yang depresi keluarga dan tim suksesnya juga. (Antara News, 11/12/2023).
Maka jika kita lihat fakta ini, pelaksanaan pemilu dalam system demokrasi justru menghasilkan caleg-caleg yang rawan gangguan mental. Bagaimana tidak biaya pemilu yang tidak murah menjadikan para caleg putar otak setiap saat untuk bisa menghasilkan uang karena banyaknya biaya yang harus dikeluarkan.
Biaya kampanye seperti produksi spanduk dan yang lainnya, biaya untuk tim sukses, bantuan sosial, biaya mengumpulkan massa, biaya akomodosi kedaerah pemilihan dan sebagainya. Modalnya tidak sedikit, belum lagi untuk serangan fajar jika dibutuhkan.
Sebagaimana yang disampaikan oleh LPM FE UI bahwa modal yang harus dikeluarkan untuk Caleg Anggota DPR RI berkisar RP1,15Miliar-Rp 4,6 Miliar. Bisa dibayangkan jika para caleg itu tidak ada modalnya maka dipastikan mereka akan mencari dana untuk modal tersebut dengan berhutang atau mencari sponsor yang bisa memodali mereka dengan anggapan akan diganti saat nantinya mereka terpilih.
Namun ketika mereka gagal inilah yang menyebabkan gangguan mental, stress karena terlilit hutang. Karena bisa dipastikan tujuan para caleg itu tidak lain dan tidak bukan adalah materi dan kekuasaan. Walaupun ada sedikit yang punya niatan ikhlas namun jumlah mereka kalah dengan yang bertujuan untuk sekedar kekuasaan dan jabatan tersebut.
Pemilu dalam sistem sekularisme hari ini para kontestannya adalah kebanyakan orang yang tidak faham agama, karena memang system ini menjadikan landasannya adalah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan maka wajar para calon-calonnya pun adalah orang-orang yang justru jauh dari pemahaman agama.
Bahkan mereka sengaja menjauhkan aturan agama dalam kehidupan berpolitik mereka karena dianggap itu adalah sesuatu yang terpisah. Mereka tidak akan peduli dengan halal dan haram karena yang menjadi tujuan yang penting bisa menang dan menjabat. Itulah tujuan hakiki mereka.
Maka kita bisa melihat ketika mereka menjabat tidak merepresentasikan kepentingan rakyat. Berbagai kebijakan yang kemudian mereka hasilkan semua hanya demi kepentingan para konglomerat yang sudah membiayai mereka menjadi pejabat.
Oleh karenanya pemilu dalam sistem demokrasi saat ini hanya menjadi alat legitimasi bahwa yang berkuasa sesungguhnya adalah para konglomerasi. Hal ini yang terkadang juga menjadi penyebab suara dalam pemilu bisa dibajak sehingga juga menjadi salah satu penyebab para caleg gagal karena suaranya dimanipulasi.
Maka hal ini juga menjadi jalan para caleg gagal karena suaranya dicurangi dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa yang ada justru jadi stress dan ujung-ujungnya masuk rumah sakit jiwa. Mirisnya.
Hal ini tentu berbeda dengan Islam. Kekuasaan dan jabatan bukanlah sesuatu yang membanggakan sehingga harus dikejar bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Karena Islam memandang jabatan dan kekuasaan adalah amanah yang kelak Allah akan dimintai pertanggung jawaban.
Maka para calon ketika dia hendak mencalonkan diri harus memastikan dirinya bisa amanah dengan semua tugas-tugasnya. Sebab jika tidak balasannya adalah neraka ketika mereka berkhianat kepada rakyatnya.
Rasulullah SAW bersabda:
Barang siapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya. (HR Muslim).
Selain itu, karena jabatan itu adalah amanah maka harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Allah Swt. dan Rasul-Nya. Siapa pun yang ingin memegang amanah jabatan, haruslah yang faham agama. Jika tidak, maka dipastikan ia akan mencelakakan diri sendiri sekaligus mencelakakan umat seluruhnya.
Walhasil, para kandidat dalam pemerintahan Islam adalah mereka yang taat kepada Allah SWT. dan tujuan meraih jabatannya semata untuk mencari ridha-Nya. Jika ia kalah, tidak akan berpengaruh terhadap mentalnya sebab ia yakin bahwa apa pun yang terjadi pada dirinya adalah yang terbaik baginya.
Pelaksanaan kontestasi dalam sistem politik Islam juga sederhana, tidak membutuhkan banyak biaya hingga para calon harus menguras harta, apalagi sampai berutang pada sanak saudara dan kolega. Terlebih berhutang kepada para pengusaha yang akhirnya ketika kalah menjadi beban bahkan kena mental. Justru dengan keimanan yang tinggi, kemenangan dan kekalahan hanyalah ketetapan Allah SWT. yang ia harus syukuri.
Untuk itu adanya fenomena caleg stres akibat kalah di kontestasi hanya ada dalam masyarakat sekuler yang menjauhkan aturan Allah Swt. dalam setiap aktivitasnya. Sistem politik demokrasi menjadi jalan untuk menghimpun para kandidat yang gila kekuasaan dan harta sehingga rawan mengalami gangguan mental ketika kekalahan menghampirinya.
Pemilu dalam sistem demokrasi tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali keburukan semata. Oleh karenanya, kembali pada sistem politik Islam adalah sesuatu yang urgen dilakukan agar kehidupan umat manusia bisa kembali mulia. Maka sistem politik Islam inilah yang harus kita perjuangkan untuk terwujudnya kehidupan yang penuh berkah dan jauh dari gangguan mental.
Wallahu`alam bisshawab.
Oleh: Fitriani, S.H.I.
Staff Pengajar Ma'had Al-Izzah Deli Serdang
0 Komentar