Topswara.com -- Sobat. Syukur adalah pemahaman seorang hamba bahwa segala sesuatu adalah karunia Allah sedangkan sabar adalah keteguhan diri sebagai hamba Allah. Syukur adalah inti iman dan sabar adalah inti Islam. Syukur adalah melihat, merasakan, dan mengakui nikmat dan karunia Allah SWT.
Sedangkan sabar adalah meneguhkan diri di hadapan-Nya, seperti keteguhan tiang atau dinding yang dijadikan sasaran anak panah. Dalam syukur, engkau menghaturkan puja-puji untuk-Nya, sedangkan dalam sabar engkau menunjukkan ketegaran dan keteguhan.
Adapun tentang balasan untuk syukur. Allah SWT berfirman :
وَمَا كَانَ لِنَفۡسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِ كِتَٰبٗا مُّؤَجَّلٗاۗ وَمَن يُرِدۡ ثَوَابَ ٱلدُّنۡيَا نُؤۡتِهِۦ مِنۡهَا وَمَن يُرِدۡ ثَوَابَ ٱلۡأٓخِرَةِ نُؤۡتِهِۦ مِنۡهَاۚ وَسَنَجۡزِي ٱلشَّٰكِرِينَ
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran (3) : 145).
Sobat. Allah menyatakan, "Semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya."
Artinya: persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan Perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah.
Seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya: ... Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu,¦(Ali 'Imran/3:145).
Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekedar untuk memperoleh balasan dunia, maka biar bagaimanapun besar perjuangannya, maka balasannya hanya sekedar yang bersifat dunia saja. Dan barang siapa yang niatnya untuk mendapat pahala akhirat, maka Allah akan membalasnya dengan pahala akhirat.
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur yaitu orang-orang yang mematuhi perintah-Nya dan selalu mendampingi Nabi-Nya.
Sementara, tentang sabar Allah memberikan pahala. Sebagaimana firman-Nya :
قُلۡ يَٰعِبَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمۡۚ لِلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ فِي هَٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٞۗ وَأَرۡضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٌۗ إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar (39) : 10).
Sobat. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menyeru seluruh hamba Allah dan menasihati mereka agar tetap bertakwa kepada Allah, menaati seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Manusia diperintahkan agar bertakwa karena mereka yang berbuat baik di dunia ini akan mendapat kebaikan pula.
Mereka akan dianugerahi kesehatan, kesejahteraan, dan kesuksesan dalam melaksanakan tugas-tugas hidupnya. Semua itu dapat dicapai karena ia selalu berakhlak baik dan berbudi luhur seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang bertakwa.
Di samping itu, ia akan mendapat kebaikan pula di akhirat, yaitu mendapat tempat yang penuh dengan kenikmatan, dan mendapat keridaan Allah.
Allah juga menyuruh kaum Muslimin untuk mempersiapkan diri melakukan hijrah ke Medinah, serta menyuruh mereka agar bersikap tabah karena terpisah dari tanah air, sanak keluarga, dan handai taulan. Perintah itu diberikan dengan penjelasan bahwa apabila kaum Muslimin terganggu kebebasannya dalam melakukan perintah Allah di Mekah, maka hendaklah hijrah ke negeri lain yang memungkinkan untuk memberi ketenangan dalam melakukan perintah-perintah Allah.
Perintah ini terlukis dalam firman Allah yang singkat "Dan bumi Allah itu adalah luas." Allah berfirman: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?" (an-Nisa'/4: 97).
Di akhir ayat, Allah menjelaskan bahwa hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan mendapat pahala yang tak terbatas, seperti dirasakan oleh umat yang terdahulu dari mereka.
Sobat. Pada dua ayat di atas, kita melihat bahwa untuk syukur Allah menggunakan kata balasan, sedangkan untuk sabar Allah SWT menggunakan kata pahala. Pahala diberikan sebagai imbalan bagi orang yang tegar dan istiqomah melawan nafsu.
Mereka orang yang sabar akan mendapatkan imbalan pahala berupa masuk surga tanpa hisab. Sedangkan orang bersyukur adalah orang yang tetap rendah hati dan bermurah hati ketika diberi nikmat. Allah kemudian membalas kebaikan hatinya itu. Pahala untuk orang sabar adalah surga, karena dia berhasil mengendalikan hawa nafsu.
Balasan bagi orang bersyukur ada dua, yaitu rif’ah (ketinggian derajat) sebagai imbalan atas kerendahan hatinya dan kemuliaan sebagai imbalan atas kemurahan hatinya. Orang sabar mendapatkan surga, sedangkan orang syukur memperoleh ketinggian derajat dan kemuliaan dari Allah SWT.
Sobat. Kalau kita bisa simpulkan bahwa syukur itu pengertiannya tetap rendah hati dan bermurah hati ketika diberi nikmat.
Sedangkan sabar itu tegar dan istiqomah melawan nafsu. Syukur lawan perbuatan kufur nikmat, sedangkan sabar lawan perbuatan keluh kesah. Sabar kondisi yang dihadapi kesedihan dan kedukaan mendalam, diimpit nasib buruk.
Sedangkan kondisi yang dihadapi syukur kegembiraan hati karena nikmat Allah diliputi nasib baik. Wujud tindakan syukur itu beramal sholeh, sedangkan wujud tindakan sabar menahan diri dari amal buruk.
Demi siapa kalau sabar, diri manusia sendiri, sedangkan syukur demi Allah SWT. Syukur adalah inti Iman sedangkan sabar adalah inti dari Islam. Contoh Ibadah melatih sabar adalah puasa, sedangkan syukur adalah sholat.
Sobat. Umar bin Khaththab pernah mengatakan Seandainya sabar dan syukur adalah dua ekor unta, aku tak peduli mana yang akan aku tunggangi yang penting membawa aku ke dalam surga.
Sobat. Imam Ibnu Qoyyim Al-jauziyah mendefinisikan sabar dengan budi pekerti yang bisa dibentuk oleh seseorang. Ia menahan nafsu, menahan sedih, menahan jiwa dari kemarahan, menahan lidah dari merintih kesakitan, dan juga menahan anggota badan dari melakukan yang tidak pantas.
Sabar merupakan ketegaran hati terhadap takdir dan hukum-hukum syari’at. Sementara itu beliau mendefinisikan syukur dengan menampakan nikmat Allah melalui lisan dengan cara memuji dan mengakui, melalui hati dengan cara meyakini dan mencintai, serta melalui anggota badan dengan ketaatan.
مَا عِندَكُمۡ يَنفَدُ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ بَاقٖۗ وَلَنَجۡزِيَنَّ ٱلَّذِينَ صَبَرُوٓاْ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl (16) : 96)
Sobat. Dalam ayat ini, Allah swt menjelaskan bahwa segala apa yang dimiliki dan datang dari manusia, berupa pemberian harta benda duniawi, adalah terbatas dan ada akhirnya, sedang apa yang ada pada sisi Allah, berupa pahala dan ganjaran dalam surga, tidak ada batasnya, tak putus-putus bahkan selama-lamanya.
Maka kepada mereka yang beriman, sabar menghadapi tugas-tugas agama, dan tabah menghadapi penderitaan, Allah pasti memberi ganjaran yang lebih dari apa yang mereka kerjakan. Tuhan menonjolkan sifat sabar atau tabah karena sifat itu merupakan asas dari segala amal perbuatan. Firman Allah:
Apa pun (kenikmatan) yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup di dunia. Sedangkan apa (kenikmatan) yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal. (asy-Syura/42: 36)
Firman Allah juga:
ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱلۡبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيۡرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابٗا وَخَيۡرٌ أَمَلٗا
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” ( QS. Al-Kahf (18) : 46 )
Sobat. Allah menjelaskan bahwa yang menjadi kebanggaan manusia di dunia ini adalah harta benda dan anak-anak, karena manusia sangat mem-perhatikan keduanya. Banyak harta dan anak dapat memberikan kehidupan dan martabat yang terhormat kepada orang yang memilikinya.
Seperti halnya 'Uyainah, pemuka Quraisy yang kaya itu, atau Qurthus, yang mempunyai kedudukan mulia di tengah-tengah kaumnya, karena memiliki kekayaan dan anak buah yang banyak. Karena harta dan anak pula, orang menjadi takabur dan merendahkan orang lain. Allah menegaskan bahwa keduanya hanyalah perhiasan hidup duniawi, bukan perhiasan dan bekal untuk ukhrawi.
Padahal manusia sudah menyadari bahwa keduanya akan segera binasa dan tidak patut dijadikan bahan kesombongan. Dalam urutan ayat ini, harta didahulukan dari anak, padahal anak lebih dekat ke hati manusia, karena harta sebagai perhiasan lebih sempurna daripada anak.
Harta dapat menolong orang tua dan anak setiap waktu dan dengan harta itu pula kelangsungan hidup keturunan dapat terjamin. Kebutuhan manusia terhadap harta lebih besar daripada kebutuhannya terhadap anak, tetapi tidak sebaliknya.
Sobat. Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa yang patut dibanggakan hanyalah amal kebajikan yang buahnya dirasakan oleh manusia sepanjang zaman sampai akhirat, seperti amal ibadah salat, puasa, zakat, jihad di jalan Allah, serta amal ibadah sosial seperti membangun sekolah, rumah anak yatim, rumah orang-orang jompo, dan lain sebagainya.
Amal kebajikan ini lebih baik pahalanya di sisi Allah daripada harta dan anak-anak yang jauh dari petunjuk Allah SWT, dan tentu menjadi pembela dan pemberi syafaat bagi orang yang memilikinya di hari akhirat ketika harta dan anak tidak lagi bermanfaat.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku Buatlah Tanda di Alam Semesta
0 Komentar