Topswara.com -- Jaminan halal merupakan bagian terpenting dalam produk-produk kebutuhan masyarakat. Dengan adanya jaminan halal pada produk, maka produk tersebut akan mendapatkan kepercayaan konsumen.
Konsumen merasa aman terhadap penggunaan produk tersebut. Jaminan halal yang dibuktikan dengan sertifikasi halal, maka konsumen Muslim bisa memastikan bahwa makanan atau produk yang mereka gunakan sesuai dengan aturan IsIam.
Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan keamanan dan kehalalan produk di sektor pangan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021. Dalam aturan tersebut mewajibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang bergerak dalam sektor makanan, minuman, dan jasa penyembelihan untuk memiliki sertifikat halal sebelum 17 Oktober 2024.
Pengurusan sertifikat halal ini juga berbiaya. Meski di awal negara menyediakan 1 juta layanan sertifikasi halal gratis sejak Januari 2023,(liputan6.com, 2/2/2024).
Tentunya hal tersebut tidaklah bisa mencakup seluruh PKL di Indonesia. Bisa kita lihat, jumlah PKL di negeri ini lebih dari 1 juta orang yakni 22 juta. Apalagi sertifikasi ada masa berlakunya sehingga dilakukan sertifikasi ulang secara berkala. Hal ini akan menambah biaya lagi.
Seharusnya pelayanan jaminan halal menjadi layanan yang dilakukan negara untuk rakyatnya. Hal ini dikarenakan negara merupakan pengurus dan pelindung rakyat. Selain itu, kehalalan juga bagian dari kewajiban agama.
Akan tetapi, dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini semua urusan dikomersilkan dalam bentuk kebijakan Undang-Undang (UU) . Termasuk sertifikasi halal. Untung rugi dijadikan tolak ukur. Peran negara yang hanya menjadi regulator kebijakan.
Berbeda dengan Islam, negara dalam Islam berperan pengurus dan pelindung bagi rakyatnya. Sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW, “Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Negara juga berperan menjaga dan melindungi akidah. Sehingga masyarakat bisa menjalankan aturan Islam secara benar. Rasulullah SAW pun bersabda terkait tanggung jawab pemimpin negara, “Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).
Islam mewajibkan umatnya untuk mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib. Bahkan mengonsumsi yang subhat saja dilarang. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah: 168, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Apalagi kehalalan produk berkaitan dengan kondisi manusia di dunia dan akhirat secara jasmani maupun rohani. Sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, akan mendatangkan kebaikan. Begitu juga sebaliknya, yang haram mendatangkan keburukan.
Seperti tidak dikabulkannya do'a, tidak diterimanya amal, makanan haram akan membawa ke neraka, berkurangnya keimanan dalam hati seseorang dan juga bisa merusak akhlak.
Oleh karena itu, negara harus selalu hadir dalam pelayanan jaminan kehalalan produk yang digunakan masyarakat. Prosesnya mudah dan tidak dipungut biaya. Negara juga senantiasa memberikan edukasi tentang bagaimana produk-produk yang halal maupun haram.
Sehingga masyarakat tidak ragu untuk memahami produk mana yang halal maupun yang haram dan dengan kesadarannya selalu mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thayyib.
Oleh: Alfiana Prima Raharjo, S.P.
Aktivis Muslimah
0 Komentar