Topswara.com -- Sebanyak 36 orang warga diduga terkena kasus penipuan penjualan lahan rumah di Rancatungku, Kabupaten Bandung. Kerugian yang diperkirakan mencapai Rp2,1 miliar. Santi Sopiani (38 tahun) merupakan salah satu korban dari kasus tersebut.
Pada Mei 2022, ia telah membayar Rp40 juta dari total Rp50 juta dengan harapan rumah akan selesai dibangun dalam 3 bulan, sesuai janji pengembang. Namun, pada Oktober 2022, pembangunan dihentikan karena alasan konsumen yang belum melunasi pembayaran.
Parahnya lagi, sertifikat yang ditunjukkan pun ternyata palsu. Pengembang berjanji akan mengembalikan uang pada bulan Desember, namun hingga saat ini masih belum ditunaikan. Hal tersebut kemudian dilaporkan ke Polda Jawa Barat. Hal serupa terjadi di Margahayu, namun kasusnya tengah diselidiki lebih mendalam apakah terkategori penipuan ataukah tidak. (republika.co.id, 6/2/2024)
Penipuan dan pemalsuan sertifikat terjadi bukan hanya di Kabupaten Bandung. Berita di televisi seringkali menyampaikan tentang sengketa tanah. Satu bidang tanah bisa terbit 2 bahkan 3 sertifikat.
Tidak sedikit kasus penipuan sulit diselesaikan. Jika pun pihak pemerintah menangkap pelaku penipuan, rakyat sebagai pihak yang tertipu tetap akan kehilangan haknya untuk mendapatkan ganti rugi.
Penerapan kapitalisme sekuler menjadi penyebab utama dan mendasar, mengapa kasus terus berulang dan sulit diselesaikan. Sistem yang mengutamakan pada pencapaian keuntungan tak peduli halal haram telah membentuk pribadi-pribadi yang tidak takut melakukan penipuan, apakah dari pihak pengembangnya maupun yang menerbitkan sertifikat palsu.
Kebutuhan akan rumah semestinya merupakan tanggung jawab negara dalam pemenuhannya. Namun lagi-lagi negara penganut kapitalisme akan menyerahkannya kepada swasta yang berorientasi pada keuntungan. Sudah mahal tertipu juga. Belum lagi mengandung riba seperti KPR.
Ketika ada kasus penipuan sulit diselesaikan. Hukum yang berlaku seolah mandul, sehingga kasus bukannya berkurang, malah bertambah dan kian rumit. Itulah hukum buatan manusia menunjukkan ketidakmampuannya menjadi solusi.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memosisikan pemimpin negara sebagai pengatur seluruh kebutuhan rakyatnya, termasuk kebutuhan akan rumah. Negara tidak dibolehkan menyerahkannya kepada swasta.
Bisa saja negara yang menyediakan, dan dijual semurah-murahnya. Bisa juga dengan memberinya secara cuma-cuma kepada yang benar-benar tidak mampu. Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya menjadi gelandangan yang tak memiliki tempat berteduh.
Kepemilikan rumah erat kaitannya dengan kepemilikan lahan. Islam memgatur jangan sampai tanah dibiarkan tidak dimanfaatkan, sementara masih banyak rakyat yang membutuhkan untuk membangun rumah.
Kepemimpinan dalam ajaran Islam harus dilandasi oleh keimanan, karena akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Imam itu adalah laksana gembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR Imam Bukhari dan Imam Ahmad).
Karena itulah, pemimpin dalam Islam akan sangat berhati-hati dan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil akan memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat karena berdasarkan syariat.
Andaikan terjadi kasus penipuan, perampasan, dan hal lain terkait kepemilikan individu seperti tanah atau rumah, maka negara akan segera menanganinya agar tidak ada yang dirugikan.
Sebagai contoh bagaimana perlakuan Khalifah Umar bin Khaththab kepada Wali Mesir, Amr bin ‘Ash yang memiliki keinginan untuk mendirikan masjid demi kepentingan umatnya dan untuk memperindah pandangan. Namun, niatnya terhambat oleh sebidang tanah milik seorang warga Yahudi.
Meskipun ia menawarkan ganti rugi dengan harga tinggi, tapi Yahudi tadi menolaknya. Merasa mendapat tekanan Yahudi pun melaporkan kasusnya kepada Khalifah Umar. Umar mengirimkan pesan keras kepada Amr melalui goresan pedang pada tulang agar tidak bertindak zalim kepada rakyatnya.
Sabda Rasulullah SAW., yaitu: “Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, Allah akan mengalungkan tujuh bumi kepada dirinya.” (HR Muttafaq ‘alaih).
Demikianlah. Islam memiliki solusi tuntas dalam mengatasi berbagai problematika kehidupan termasuk dalam kepemilikan rumah dan penipuan. Maka dari itu, jika kita ingin mewujudkan kesejahteraan dan keamanan haruslah kita kembali pada sistem paripurna ini. Insya Allah akan lahir kepemimpinan yang berkah, amanah dan memberi kemaslahatan bagi umat.
Wallahu a’lam bii ash-Shawab.
Oleh: Nurul Aini Najibah
Aktivis Dakwah
0 Komentar