Topswara.com -- Dapat dipahami bahwa limbah plastik dalam jangka menengah-panjang dapat membahayakan organisme, bahkan ekosistem. Oleh karenanya, pengelolaan limbah kantong plastik harus dilakukan dengan benar.
Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik pada 2023. Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia, Rosa mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan penanganan sampah plastik menjadi fokus dalam Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2024 yang diperingati 21 Februari.
"Kenapa kita pilih sampah plastik? Ada 12,87 juta ton per tahun sampah plastik dan ini hitungannya belum dipilah data dari SIPSN, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. Ini data tahun 2023," ujarnya dikutip dari Antara, Rabu (7/2).
Bisa dikatakan, masalah limbah plastik sudah menjadi masalah global. Limbah plastik di darat maupun yang berakhir di laut menyebabkan berbagai masalah socio-environmental yang cukup berat.
Berbagai upaya mitigasi telah dilakukan untuk mengurangi volume limbah plastik, termasuk pelarangan penggunaan kantong plastik. Selain itu, konversi sampah menjadi energi menggunakan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), juga dicanangkan.
Berbagai teknik pemungutan sampah plastik dari laut, seperti dilakukan oleh The Ocean Cleanup, juga dalam proses pengembangan teknologi. Bahkan, isu limbah plastik sudah disorot secara khusus oleh United Nations Environmental Programme (UNEP). Namun, hingga kini, masalah plastik tidak juga menemui titik terang.
Di seluruh dunia, masalah limbah plastik dianggap sebagai masalah pengguna. Dalam artian, masalah penggunaan plastik hingga tanggung jawab pasca pakai dibebankan pada pengguna. Hal ini tidak sepenuhnya salah, tetapi melupakan beberapa aspek di luar kuasa pengguna.
Aspek pertama, regulasi. Aspek kedua, pertimbangan ilmiah. Aspek ketiga, pengelolaan dan pengolahan pasca pakai.
Sekurang-kurangnya tiga aspek ini bukanlah tugas masyarakat umum. Ada otoritas lebih tinggi yang seharusnya mengusahakan terlebih dahulu secara optimal.
Sayangnya, fungsi tersebut tidak berjalan dengan seharusnya. Jadilah berbagai lembaga swadaya masyarakat dan organisasi yang harus bergerak secara komunal untuk berupaya membereskan masalah limbah plastik.
Hal ini diperparah dengan kebijakan impor sampah plastik. Tidak seperti impor barang lain, pengimpor sampah plastik dibayar oleh negara asalnya untuk mengimpor sampah tersebut sebagai upaya menyingkirkan limbah dari negara mereka. Akibatnya, demi sejumlah kecil uang, sampah jadi tambah bertumpuk.
Prinsip dasarnya, terkait lingkungan, Islam mewajibkan agar manusia menjaga lingkungan dan tidak merusaknya.
Dengan demikian, limbah yang dapat membahayakan masyarakat dan merusak lingkungan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang, harus dikelola dengan benar sehingga potensi-potensi bahaya tersebut dapat dihindari.
Oleh karenanya, secara prinsip, pemimpin negara wajib menetapkan kebijakan yang tepat dalam mata rantai industri kantong plastik, mulai dari hulu sampai hilir. Pemimpin berhak memutuskan dibolehkan atau dilarangnya peredaran kantong plastik di dalam wilayah negara. Namun, jika pemimpin bukan pakar masalah ini, pemimpin wajib berkonsultasi dengan para pakar di bidangnya untuk menimbang opsi mana yang paling bijak.
Pemimpin juga menetapkan regulasi tentang pengelolaan limbah, termasuk terkait pemisahan jenis limbah dan peta jalan utama alur pengelolaan limbah dari hulu hingga hilir, serta pelarangan impor limbah plastik dari luar negeri. Regulasi ini wajib diterapkan secara konsisten dan setiap penyimpangan terhadap alur proses harus ditindak tegas.
Sosialisasi ke masyarakat dilakukan secara masif oleh negara melalui berbagai sarana komunikasi, baik tatap muka maupun daring. Penyediaan sarana pemisahan limbah juga dilakukan di hulu, yakni dengan sistem pengolahan limbah terpisah disediakan di hilir.
Penelitian lembaga riset negara dapat dialokasikan ke dalam pengembangan teknologi pengelolaan dan pengelolaan limbah plastik.
Selaku pemimpin negara, berkewajiban untuk membangun sistem pengelolaan sampah secara syar’i yang efektif dan efisien dalam perannya sebagai pemimpin umat yang menerapkan syariat Islam.
Masyarakat dapat berperan membantu dalam tataran penyambung lisan dengan jangkauan luas dan menyeluruh. Individu, digerakkan berdasarkan keimanannya, memahami taklif syarak pada dirinya untuk tidak merusak bumi yang sudah diciptakan Allah dengan setimbang.
Wallahu alam bishawab.
Oleh: Eva Lingga Jalal
Aktivis Muslimah
0 Komentar