Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Orang-Orang yang Sempurna Imannya


Topswara.com -- Sobat. Orang bahagia adalah orang yang jiwanya sibuk oleh perbuatan-perbuatan mulia dan ketaatan kepada Allah. Jiwanya pergi meninggalkan dosa dan maksiat. Bahagia atau sengsara itu bergantung cara pada cara kita menjaga iman dan amal. Maka dari itu, jagalah iman kita agar tetap kuat dan kerjakanlah amal sholeh.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَجِيبُواْ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمۡ لِمَا يُحۡيِيكُمۡۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِۦ وَأَنَّهُۥٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ  

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal (8): 24)

Sobat. Allah menyerukan kepada orang-orang mukmin, bahwa apabila Allah dan Rasul-Nya menyampaikan hukum-hukumnya yang berguna untuk kehidupan mereka, hendaklah mereka menyambut seruan itu dan menerimanya dengan penuh perhatian serta berusaha untuk mengabulkannya. 

Karena seruan itu mengandung ajaran-ajaran yang berguna bagi kehidupan mereka, seperti mengetahui hukum-hukum Allah yang diberikan kepada makhluk-Nya, suri teladan hidup yang dapat dijadikan contoh dan pelajaran yang utama untuk meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan serta mengangkat kehidupan mereka kepada martabat yang sempurna, sehingga mereka dapat menempuh jalan lurus yang mendekatkan diri kepada Tuhan. Akhirnya mereka akan hidup di bawah keridaan Allah; di dunia mereka akan berbahagia dan di akhirat akan mendapat surga. Di dalam ayat lain perintah mengikuti Rasul itu disertai dengan perintah memegangnya dengan teguh.

Allah berfirman: "Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah." (al-Baqarah/2: 93)

Menaati Rasul hukumnya wajib, baik pada waktu beliau hidup maupun setelah wafatnya. Menaati Rasul ialah menaati segala macam perintahnya dan menjauhi larangannya yang termuat dalam Kitab Al-Quran dan yang termuat pula dalam Kitab-kitab hadis yang diketahui kesahihannya.

Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar mereka betul-betul mengetahui bahwa Allah membatasi antara manusia dan hatinya. Ungkapan ini mengandung banyak pengertian:

1. Bahwa Allah menguasai hati seseorang, maka Allah-lah yang menentukan kecenderungan hati itu menurut kehendak-Nya. Allah berkuasa untuk mengarahkan hati orang kafir apabila ia menghendaki orang kafir itu mendapat hidayah dan menguasai hati seseorang yang beriman untuk menyesatkannya apabila Ia berkehendak untuk menyesatkan. Pengertian serupa ini terdapat pula dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Kitab al-Mustadrak dari Ibnu Abbas dan dari sebagian besar ulama salaf.
Hadis-hadis yang menguatkan pengertian ini antar lain bahwa Nabi Muhammad, seringkali mengatakan:

"Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agamamu. Lalu Rasulullah ditanya, "Ya Rasulullah! Kami telah beriman kepadamu dan kepada Kitab yang engkau bawa, maka apakah yang engkau khawatirkan terhadap kami? Maka Rasulullah menjawab, "Ya! Sungguh hati itu berada di antara dua jari dari jari-jari Tuhan. Dialah Yang membolak-balikkannya." (Riwayat Imam Ahmad dan at-Tirmidzi dari Anas).

2. Bahwa Allah, menyuruh hambanya untuk bersegera menaati Allah sebelum terlepasnya jiwa dari tubuh, tetapi mereka tidak memperdulikan perintah itu. Ini berarti bahwa Allah mematikan hatinya sehingga hilanglah kesempatan yang baik itu, yaitu hilangnya kesempatan seseorang untuk melakukan amal yang baik dan usaha untuk mengobati hati dengan bermacam penawar jiwa sehingga jiwanya menjadi sehat, sesuai dengan kehendak Allah. Kata-kata membatasi adalah merupakan kata yang digunakan untuk pengertian mati, karena hati itulah biasanya yang dapat memahami sesuatu, maka apabila dikatakan hati seseorang telah mati berarti hilanglah kesempatan seseorang untuk memanfaatkan ilmu pengetahuannya.

3. Kata membatasi (yahulu) adalah merupakan kata-kata majaz yang menggambarkan batas terdekat kepada hamba. Karena sesuatu yang memisahkan antara dua buah barang, adalah sangat dekat kepada dua barang itu.

Pengertian serupa ini dinukilkan dari Qatadah, karena pada saat membicarakan makna ayat, ia membawakan firman Allah: "Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Qaf/50: 16)

Bagaimana juga perbedaan pendapat di kalangan para mufasir mengenai penafsiran ayat ini? Namun, hal yang tidak dapat disangkal ialah bahwa Allah telah membuat bakat-bakat dalam diri seseorang. Bakat baik dan bakat buruk kedua-duanya dapat berkembang menurut Sunnah Allah yang telah ditetapkan bagi manusia. Berkembangnya bakat-bakat itu bergantung pada situasi, kondisi dan lingkungan. Apabila seseorang dididik dengan baik, niscaya jiwanya akan menjadi baik. Sebaliknya apabila jiwa itu dididik dengan jahat, atau berada dalam lingkungan yang jahat niscaya jiwa itu akan menjadi jahat. Hati adalah merupakan pusat perasaan, kemampuan serta kehendak seseorang yang dapat mengendalikan jasmaninya untuk mewujudkan amal perbuatan.

Pantaslah kalau di dalam ayat ini dikatakan, bahwa Allah membatasi antara seseorang dengan hatinya, karena Allah-lah Yang lebih mengetahui hati nurani seseorang. Dia Yang menguasai hati itu, karena Dialah pula yang menciptakan bakat-bakat yang terdapat dalam hati dan Dia pula yang paling dapat menentukan ke mana hati itu mengarah.

Akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa sesungguhnya seluruh manusia itu akan dikumpulkan kepada Allah, di padang Mahsyar untuk mempertanggungjawabkan segala macam amalnya dan menerima pembalasan yang setimpal dengan amal perbuatan mereka.

Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ حَقّٗاۚ لَّهُمۡ دَرَجَٰتٌ عِندَ رَبِّهِمۡ وَمَغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ  

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal (8): 2 – 4)

Sobat. Allah menjelaskan bahwa orang-orang mukmin ialah mereka yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat seperti tersebut dalam ayat ini. Tiga sifat disebutkan dalam ayat ini, sedang dua sifat lagi disebutkan dalam ayat berikutnya.

1. Apabila disebutkan nama Allah bergetarlah hatinya karena ingat keagungan dan kekuasaan-Nya. Pada saat itu timbul dalam jiwanya perasaan penuh haru mengingat besarnya nikmat dan karunia-Nya. Mereka merasa takut apabila mereka tidak memenuhi tugas kewajiban sebagai hamba Allah, dan merasa berdosa apabila melanggar larangan-larangan-Nya.
Bergetarnya hati sebagai perumpamaan dari perasaan takut, adalah sikap mental yang besifat abstrak, yang hanya dapat dirasakan oleh yang bersangkutan dan hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Sedang orang lain dapat mengetahui dengan memperhatikan tanda-tanda lahiriah dari orang yang merasakannya, yang terlukis dalam perkataan atau gerak-gerik perbuatannya.

Sikap mental itu adakalanya tampak dalam perkataan, sebagaimana tergambar dalam firman Allah: "Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut, (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya". (al-Muminun/23: 60)

Dan adakalanya tampak pada gerak-gerik dalam perbuatan, firman Allah: "Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan, "salam." Dia (Ibrahim) berkata, "Kami benar-benar merasa takut kepadamu." (al-Hijr/15: 52)

2. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah, maka akan bertambah iman mereka, karena ayat-ayat itu mengandung dalil-dalil yang kuat, yang mempengaruhi jiwanya sedemikian rupa, sehingga mereka bertambah yakin dan mantap serta dapat memahami kandungan isinya, sedang anggota badannya tergerak untuk melaksanakannya.

Dalam ayat ini terdapat petunjuk bahwa iman seseorang dapat bertambah dan dapat berkurang sesuai dengan ilmu dan amalnya, Rasulullah bersabda:
"Iman itu lebih dari 70 cabang, yang tertinggi adalah pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan ganguan dari jalan." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Dengan demikian bertambahnya iman pada seseorang dapat diketahui apabila ia lebih giat beramal. Iman dan amal adalah merupakan satu kesatuan yang bulat yang tak dapat dipisahkan.
Firman Allah swt: (Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, "Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka," ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung." (ali Imran/3: 173)

Dan firman Allah: Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka. (al-Ahzab/33: 22)

3. Bertawakal hanya kepada Allah Yang Maha Esa, tidak berserah diri kepada yang lain-Nya. Tawakal merupakan senjata terakhir seseorang dalam mewujudkan serangkaian amal setelah berbagai sarana dan syarat-syarat yang diperlukan itu dipersiapkan. Hal ini dapat dipahami, karena pada hakikatnya segala macam aktifitas dan perbuatan, hanya terwujud menurut hukum-hukum yang berlaku yang tunduk dibawah kekuasaan Allah. Maka tidak benar apabila seseorang itu berserah diri kepada selain Allah.

Sobat. Allah menegaskan bahwa orang-orang yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat tersebut adalah orang-orang mukmin yang sejati. Ibnu Hazm menjelaskan bahwa sifat-sifat ini adalah sifat-sifat yang dapat diketahui orang lain dari dirinya, maka apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya telah beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya Muhammad saw dan meyakini bahwa apa yang dibawa Nabi itu benar, sedang orang itu mengikrarkan semua pengakuannya itu dengan lisan, maka ia wajib mengatakan bahwa ia telah menjadi orang mukmin yang benar.

Di akhir ayat Allah menjelaskan imbalan yang akan diterima oleh orang-orang mukmin yang benar-benar beriman dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang telah disebutkan, yaitu mereka akan memperoleh derajat yang tinggi dan kedudukan yang mulia di sisi Allah, karena kuasa Allah semata. Kalau Allah berkuasa menciptakan segala macam bentuk kehidupan. Maka Dia berkuasa pula memberikan keutamaan kepada makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.

Derajat yang tinggi itu, dapat berupa keutamaan hidup di dunia dan dapat berupa keutamaan hidup di akhirat, atau kedua-duanya. 

Allah berfirman:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ أَعۡظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَآئِزُونَ  
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.(at-Taubah/9:20)

Dan firman Allah: Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain. (al-Anam/6: 165)

Sobat. Ikutilah jalan petunjuk walaupun hanya sedikit orang yang menempuh jalan itu. Dan jauhilah jalan kesesatan! Janganlah tertipu dengan banyaknya orang celaka di dalamnya. Jalan petunjuk itu adalah jalan yang lurus, jalan yang paling cepat mengantarkan kita ke titik tujuan yaitu surga dengan keridhoan Allah SWT. Jalan petunjuk itu adalah agama Islam.[]

Dr. Nasrul Syarif, M.SI. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku Buatlah Tanda di Alam Semesta. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar