Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menjauhi Dosa-Dosa Kecil dan Besar


Topswara.com -- Sobat. Allah SWT berfirman :
إِن تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًا كَرِيمًا  

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisa’ (4) : 31)

Sobat. Perintah dalam ayat ini meminta agar orang yang beriman menjauhi dan meninggalkan semua pekerjaan yang berakibat dosa besar. Meninggalkan semua dosa besar itu bukan saja sekedar menghindarkan diri dari siksa-Nya, tetapi juga merupakan suatu amal kebajikan yang dapat menghapuskan dosa kecil yang telah diperbuat. 

Tindakan meninggalkan dosa besar bukanlah masalah yang ringan dan sederhana. Seseorang yang mampu menahan diri dari berbuat dosa besar pada saat peluangnya ada, berarti ia memiliki kadar keimanan yang teguh, sekaligus kesabaran yang kukuh. 

Orang seperti ini dijanjikan Allah masuk surga. Mengenai apa yang dianggap sebagai dosa besar para ulama mempunyai pendapat yang berbeda-beda karena adanya beberapa hadis, di antaranya Rasulullah SAW bersabda:

"Jauhilah tujuh macam perbuatan yang membahayakan. Para sahabat bertanya, "Apakah itu ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Mempersekutukan Allah, membunuh diri seseorang yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar, sihir, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan peperangan pada waktu pertempuran dan menuduh berzina terhadap perempuan-perernpuan mukmin yang terhormat." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

"Maukah aku kabarkan kepadamu tentang dosa-dosa yang paling besar?" Kami menjawab, "Mau, ya Rasulullah." Lalu Rasulullah berkata, "Mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua." Ketika itu Rasulullah sedang bertelekan, kemudian beliau duduk lalu berkata "Ketahuilah, juga berkata bohong, dan saksi palsu." Beliau senantiasa mengulang-ulang perkataannya itu sehingga kami mengatakan, "Kiranya Rasulullah saw diam." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Bahrah).

Ibnu Abbas sewaktu ditanya, "Apakah dosa-dosa besar itu hanya 7 macam saja?" Beliau menjawab dengan ringkas, "Hampir tujuh puluh macam banyaknya. Bila dosa-dosa kecil terus-menerus dikerjakan, dia akan menjadi dosa besar dan dosa-dosa besar akan hapus bila yang mengerjakannya bertobat dan meminta ampun.

Menurut keterangan al-Barizi yang dinukil oleh al-Alusi, dia mengatakan, "Bahwa dosa besar itu ialah setiap dosa yang disertai dengan ancaman hukuman had (hukuman siksa di dunia) atau disertai dengan laknat yang dinyatakan dengan jelas di dalam Al-Qur'an atau hadis.

Demikian pengertian tentang dosa-dosa besar dan macam-macamnya. Selain dari itu adalah dosa-dosa kecil. Kemudian dalam ayat ini Allah menjanjikan kelak akan memberikan tempat yang mulia yaitu surga, bagi orang yang menjauhi (meninggalkan) dosa-dosa besar itu.

Sobat. Baginda Rasulullah SAW bersabda, “ Sholat lima waktu, juga jum’at sampai jum’at adalah penghapus-penghapus dosa di antara itu semua, kecuali dosa-dosa besar.”

Sobat. Maksiat itu terbagi menjadi dua yakni maksiat terhadap hak Allah dan maksiat terhadap hak manusia. Jika dilihat dari pokoknya, maksiat terbagi menjadi empat :

Pertama, maksiat ketuhanan adalah menerupai sifat-sifat Tuhan. Sesungguhnya kebesaran, kesombongan, ketinggian, kemuliaan,kekayaan, kekuatan memaksa, dan kehendak menguasai adalah sifat-sifat Tuhan. 

Barangsiapa dari kalangan makhluk, menyerupai sifat-sifat tersebut lalu bersikap sombong, aniaya, mencari pangkat, kedudukan, kekayaan dan kekuasaan di atas makhluk, maka sungguh dia telah merebut hak ketuhanan.

Kedua, maksiat kesetanan adalah menyerupai syetan. Diantara sifat-sifat syetan adalah dengki, suka terhadap kedzaliman, berakal bulus, serta condong kepada penipuan, penghianatan, dan kemunafikan. Sungguh, setanlah yang mengajak kepada maksiat, bid’ah dan kesesatan.

Ketiga, maksiat kehewanan adalah kerakusan dan ketamakan untuk menunaikan syahwat perut dan alat kelamin. Syahwat ini melahirkan perzinahan, pencurian, kezaliman atas harta anak yatim, dan gemar menghimpun harta haram untuk menunaikan keinginan duniawi.

Keempat, maksiat kebuasan adalah amarah dan dengki. Hal ini dapat melahirkan pembunuhan, pemukulan, dan tindakan menyakiti makhluk.

Sobat. Apabila dilihat dari bahaya dan kesalahannya, dosa terbagi menjadi dosa besar dan dosa kecil. Dosa besar bisa diampuni dengan taubat. Adapun dosa kecil bisa diampuni dengan shalat, ucapan istighfar dan amal lain sebagaimana dinyatakan dalam riwayat terkait yang sahih.

Allah SWT berfirman :
الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَۚ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِۚ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْۖ فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ  

“(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” ( QS. An-Najm (53) : 32 ).

Sobat. Ayat ini menerangkan sifat-sifat orang yang baik itu, ialah mereka yang menjauhkan dirinya dari dosa-dosa besar seperti syirik, membunuh, berzina, dan lain-lain, meskipun mereka melakukan dosa-dosa kecil yang kemudian disadari sehingga mereka segera bertaubat sambil menyesali perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan, mereka juga mengimbanginya dengan melakukan banyak perbuatan yang baik karena perbuatan yang baik itu menghapuskan dosa-dosa kecil. 

Sebagaimana firman Allah: 
Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. (Hud/11: 114) 

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (an-Nisa'/4: 31).

Dosa-dosa besar itu ada tujuh, Sayidina 'Ali "Karramallahu Wajhah" mengatakan bahwa sebagaimana tersebut dalam Sahih alBukhari dan Muslim: Jauhilah tujuh dosa besar yang menghancurkan. Para sahabat bertanya, "Apakah hal itu? Nabi menjawab, mempersekutukan Allah, sihir, membunuh manusia yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari perang yang sedang berkecamuk dan menuduh wanita-wanita muhsanat, gafilat mu'minat. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Ada pula yang menyatakan, "Dosa-dosa besar adalah dosa-dosa yang diancam oleh Allah dengan neraka atau dengan amarah-Nya atau dengan laknat, azab atau mewajibkan had atau hukuman tertentu di dunia seperti qisas potong tangan, rajam dan lain-lain karena yang melakukannya tidak merasa khawatir dan tidak meyesal atas tindakannya itu, padahal tindakannya itu menyebabkan kerusakan besar, walaupun menurut pandangan manusia merupakan hal kecil." 

Selanjutnya, ayat 32 ini menegaskan bahwa Allah Mahaluas ampunan-Nya, dan Dia akan mengampuni dosa-dosa kecil jika menjauhi dosa besar dan Dia mengampuni dosa-dosa besar bila pelakunya bertobat, serta diiringi penyesalan atas perbuatannya, tapi tidak putus asa terhadap pengampunan Allah. 

Allah berfirman: 
Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (azZumar/39: 53) 

Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa Allah SWT lebih mengetahui keadaan, perbuatan, dan ucapan manusia dikala Dia menjadikan manusia dari tanah dan dikala Dia membentuk rupanya dalam rahim ibunya, dari satu tahap ke tahap yang lainnya. 

Maka janganlah ada yang mengatakan dirinya suci. Allahlah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. Bila kamu sadari yang demikian itu, maka janganlah kamu memuji dirinya dengan suci dari dosa atau suci dari perbuatan maksiat atau banyak melakukan kebaikan, tetapi hendaklah manusia banyak bersyukur kepada Allah atas limpahan karunia dan ampunan-Nya. 

Allah Maha Mengetahui siapa yang bersih dari kejahatan dan siapa yang menjerumuskan dirinya dalam kejahatan dan melumurkan dirinya dengan dosa. Sesungguhnya larangan menyucikan diri hanya berlaku bila yang mendorong seseorang untuk itu adalah riya', takabur atau bangga. 

Selain dari sebab di atas, maka menyucikan diri tidak terlarang, bahkan dianjurkan. Dalam ayat lain Allah berfirman: Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci (orang Yahudi dan Nasrani)? 

Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang Dia kehendaki dan mereka tidak dizalimi sedikit pun. (an-Nisa'/4: 49).

Allah SWT berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ  
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” ( QS. Adh-Dhariyat (51) : 56 )

Sobat. Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidaklah menjadikan jin dan manusia melainkan untuk mengenal-Nya dan supaya menyembah-Nya. 

Dalam kaitan ini Allah SWT berfirman: 
Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang MahaEsa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. (at-Taubah/9: 31).

Pendapat tersebut sama dengan pendapat az-Zajjaj, tetapi ahli tafsir yang lain berpendapat bahwa maksud ayat tersebut ialah bahwa Allah tidak menjadikan jin dan manusia kecuali untuk tunduk kepada-Nya dan untuk merendahkan diri. Maka setiap makhluk, baik jin atau manusia wajib tunduk kepada peraturan Tuhan, merendahkan diri terhadap kehendak-Nya. 

Menerima apa yang Dia takdirkan, mereka dijadikan atas kehendak-Nya dan diberi rezeki sesuai dengan apa yang telah Dia tentukan. Tidak seorang pun yang dapat memberikan manfaat atau mendatangkan mudarat karena kesemuanya adalah dengan kehendak Allah. Ayat tersebut menguatkan perintah mengingat Allah SWT dan memerintahkan manusia supaya melakukan ibadah kepada Allah SWT.

Artikel ini saya tutup dengan mengutip apa yang dikatakan Ali bin Abi Thalib, Beliau berkata, “Barangsiapa yang menginginkan kekayaan tanpa harta, wibawa tanpa kesultanan, dan kemuliaan tanpa golongan, maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah. Karena, Allah enggan menghinakan kecuali terhadap orang yang bermaksiat kepada-Nya.”


Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis 30 Buku Mengenai motivasi dan pengembangan diri. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar