Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Melewati Fase Kritis Pasutri


TopSwara.com – Setiap rumah tangga melewati ujiannya masing-masing. Begitu pelaminan diturunkan, tak lantas mempelai berdua bahagia selamanya, bak dongeng Cinderela. Justru, masa-masa bahagia di awal pernikahan, ternyata sangat singkat. Berganti fase pahit-getir yang datang silih berganti. 

Jika pasangan suami-istri tidak berhasil melampaui masa kritis ini, bisa jadi rumahtangga karam ke dasar lautan. Berikut fase yang umumnya dilalui pasutri dalam mengarungi samudera pernikahan:

Pertama. Fase Madu

Awal pernikahan, setiap pasangan masih saling menggebu. Menerima pasangan penuh keridhoan. Menerima kekurangan apa adanya. Masa adaptasi dengan karakter, kebiasaan dan perilaku masing-masing, tetapi menjalaninya dengan senang hati. Tidak banyak mengeluh. Masih optimis membayangkan masa depan yang indah. 

Berapa tahun lamanya masa ini? Setiap pasutri berbeda-beda menyikapi. Ada yang cuma beberapa bulan mengecap madu, eh, belum genap setahun sudah merasakan masa pahit. Bahkan memutuskan cerai. Ada yang setahun, ada pula yang mencapai lima tahun pertama pernikahan.

Biasanya, saat anak pertama lahir, pasutri masih bahagia karena menjadi ayah dan ibu perdana. Setelah anak kedua, ketiga dan seterusnya, mulailah masuk fase berikutnya.

Kedua. Fase Repot/Rempong

Mulailah problem rumah tangga menanjak naik. Artinya, masalah demi masalah muncul. Baik masalah suami dan istri, konflik dengan mertua, pengasuhan dan pendidikan anak, problem finansial, problem sosial, dll. Mulai sering terjadi kesalah-pahaman antara pasutri. Meletus pertengkaran kecil hingga besar.

Istri mulai kecewa dengan segala kekurangan suami. Sebaliknya, suami mulai tidak puas dengan pelayanan istri. Istri merasa sangat lelah mengurus rumahtangga dan anak-anak. Mulai tidak bergairah melayani suami. Istri juga mencemaskan kondisi finansial yang semakin payah, mengingat kebutuhan belanja yang bertambah banyak.

Sebaliknya, suami juga merasa lelah dan stres karena beban kerja dan pendapatan yang tidak mencukupi keluarga. Suami merasa bersalah karena tak mampu menyejahterakan istri dan anak-anaknya. Dan masih banyak lagi masalah seterusnya. Mulailah masa kritis itu di sini.

Ketiga. Fase Galau

Jika pada fase repot, baik suami maupun istri memendam masalah dan tidak diselesaikan bersama, niscaya setan mulai datang mengganggu. Istri mulai tak sabar menghadapi suami. Khususnya dalam pemenuhan nafkah lahir.

Suami juga mulai tak sabar menghadapi istri. Khususnya dalam pemenuhan nafkah batin. 
Baik suami maupun istri merasakan puncak kegalauan dalam rumah tangga. Muncul perasaan dan pertanyaan, akankah harus bertahan, tetap bersabar, atau memilih berpisah. 

Pada fase inilah muncul istri gugat suami, suami talak istri atau suami memutuskan menikah lagi. Perceraian tak terhindarkan.Inilah puncak masa kritis itu. Padahal jika mampu sedikit bertahan dan bersabar, lalu mengatasi masalah dengan kepala dingin, sebentar lagi akan mencapai fase mapan. 

Keempat. Fase Mapan

Mapan di sini bukan bermakna materi, meski materi juga salah satu parameter. Namun yang dimaksud mapan adalah mental, sosial dan spiritual pasutri yang makin matang. Tak lagi galau, tapi berpikir positif. Makin dewasa. Makin easy going. 

Kondisi ini terjadi jika pasutri saling ridho atas qodho Allah Swt. Menerima lapang dada pasangan hidupnya. Bersyukur tiada henti atas karunia berumahtangga. Dan, ini jika disadari sejak dini, rumahtangga tak perlu berlama-lama melewati masa kritis.

Titik zona nyaman ini biasanya terjadi ketika anak-anak telah mandiri. Mulai bersekolah semua. Kehidupan ekonomi juga lebih longgar karena naiknya rezeki suami. Lebih tepatnya, rezeki atas anak-anak yang dititipkan di tangan suami.

Pada fase ini hubungan pasutri merekat kembali. Makin membaik, bahkan lebih mesra lagi. Hingga ada yang menyebut puber kedua, atau bulan madu kedua. Masa-masa ketika adaptasi telah mencapai titik klimaks. Hingga rumahtangga tak lagi bergejolak. 

Semoga keluarga-keluarga Muslim mampu menjalani semua fase dalam pernikahan ini dengan mulus. Demi satu tujuan, bersama-sama menjadikan rumahtangga sebagai batu loncatan menuju surga. []


Oleh: Kholda Najiyah
Founder Salehah Institute


Sumber : @Kholda Najiyah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar