Topswara.com -- Kemiskinan menjadi tantangan terbesar yang perlu dientaskan oleh Indonesia pada tahun 2024. Menurut estimasi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), sasaran penurunan tingkat kemiskinan ekstrem sebesar 0 - 1 persen pada tahun 2024, yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, menghadapi tantangan yang cukup besar untuk dicapai (Tribunnews.com, 25 Februari 2024).
Berdasarkan keterangan dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, persoalan kemiskinan yang tak kunjung tuntas akibat alokasi bantuan yang menerapkan sistem pukul rata (Kompas.com, 19 Februari 2024).
Pembagian anggaran bantuan yang tidak disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah, menjadikan bantuan ini tidak tepat sasaran.
Buah dari persoalan tersebut memengaruhi nasib anak-anak yang semakin terjerumus dalam berbagai masalah kehidupan, yang pada gilirannya akan memimpin masa depan dunia.
Kehilangan perlindungan sosial bagi anak membuat mereka rentan terhadap penyakit, gizi buruk, dan kemiskinan. Di sisi lain, upaya perlindungan sosial oleh negara saat ini seperti hanya menyembunyikan kelemahan dalam sistem ekonomi kapitalis, yang tidak akan membawa kesejahteraan bagi generasi mendatang.
Tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara, terutama di negara-negara berkembang, dukungan untuk anak masih sangat terbatas dan tidak cukup untuk meningkatkan kesejahteraan serta menjamin masa depan mereka.
Kemiskinan ekstrem yang melanda dunia menunjukkan adanya masalah sistemik yang dihadapi secara global.
Akar permasalahannya dapat ditelusuri pada penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini memberikan kebebasan dalam aktivitas ekonomi, yang mengakibatkan pengusaha dapat mengontrol kebutuhan dasar masyarakat termasuk kontrol terhadap sumber daya alam. Hal ini merupakan hasil dari konsep reinventing government, di mana peran negara hanya sebatas menjadi regulator.
Perusahaan tentu akan mencari keuntungan, sementara masyarakat akan terus merasakan kesulitan finansial.
Situasi ini mengancam masa depan generasi dan kelangsungan bangsa. Meskipun program tunjangan dan perlindungan sosial bagi anak diterapkan, itu tidak akan menjadi solusi utama untuk mengatasi kemiskinan.
Akar masalahnya terletak pada sistem kapitalisme yang masih tumbuh subur di banyak negara. Sistem ini hanya menilai keberhasilan dan kegagalan berdasarkan angka, tanpa mempertimbangkan kondisi sebenarnya di lapangan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pemerintah Indonesia bahkan menetapkan standar kemiskinan yang lebih rendah agar statistik kemiskinan tidak semakin menurun.
Demi mempersiapkan generasi yang siap memimpin dunia, diperlukan solusi menyeluruh untuk menyelamatkan mereka dari problem sistemis ini. Islam memiliki solusi sistemis dalam mengatasi permasalahan kemiskinan, sekaligus pencegahan agar dampaknya tidak menyebar luas.
Sebagai penjamin kesejahteraan rakyat, negara akan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Negara tidak akan mempersulit rakyatnya untuk mendapatlkan kebutuhan pokok, dengan cara menjual dengan harga terjangkau, kemudahan mengakses kebutuhan serta fasilitas, dan disediakannya lapangan pekerjaan sebagai ladang untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan.
Selain itu, hak kepemilikan dalam ekonomi Islam akan dibagi menjadi kepemilikan individu, umum, dan negara, untuk menghindari adanya monopoli atau eksploitasi sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.
Dengan begitu, sebagai penjamin kesejahteraan rakyat, Islam akan mampu untuk mengentaskan kemiskinan dan menjaga kualitas generasi saat ini.
Oleh: Nabila A.S.
Aktivis Muslimah
0 Komentar