Topswara.com -- Kebocoran data menjadi problem yang terus mengganjal hingga kini. Beragam usaha dilakukan demi mengamankan data, namun kasus kebocoran selalu ditemukan.
Sistem Dekstruksi, Kebocoran Data Kian Beraksi
Literasi digital disinyalir mampu meredakan gelombang kebocoran data. Apalagi isu keamanan digital makin santer menjelang masa kontestasi. Hal tersebut dibahas dalam webinar literasi digital yang digelar Ditjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kamis, 25 Januari 2024 lalu (jpnn.com, 25/1/2024).
Kesalahan penggunaan media sosial kian merebak seiring dengan luasnya digitalisasi. Fenomena ini bisa terjadi karena media sosial dianggap sebagai wadah efektif dalam menyebarkan informasi, baik informasi positif yang meningkatkan pengetahuan masyarakat maupun informasi negatif yang justru memudahkan penyebaran berita bohong atau berbahaya.
Terlebih menjelang masa pemilu yang sebentar lagi digelar. Masyarakat harus lebih teliti memilih informasi. Berita yang keliru bisa jadi menciptakan suasana politik yang kian keruh.
Kemudahan akses informasi saat ini justru semakin memudahkan pihak tidak bertanggung jawab meretas data seseorang/lembaga. Beragam teknologi diterapkan demi sejumlah kepentingan dan manfaat. Perlindungan data dinilai masih tersandung banyak masalah meskipun sudah ada UU Perlindungan Data Pribadi yang telah disahkan lebih dari satu tahun lalu.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat terdapat dugaan pelanggaran hukum dari pengungkapan kasus atau masalah kebocoran data pribadi yang mencapai 668 juta kasus. Salah satunya, dari dugaan kebocoran sistem informasi daftar pemilih pada bulan November 2023 lalu (katadata.co.id, 28/1/2024).
Beberapa kasus kebocoran ditemukan dan hingga kini belum menemukan kejelasan. Diantaranya, kebocoran 44 juta data pribadi dari aplikasi My Pertamina, kasus kebocoran data nasabah BSI sebanyak 15 juta data pada Mei 2023, dan masih banyak kasus-kasus lainnya.
Pemerintah telah mengaruskan transformasi digitalisasi di setiap sektor pengurusan rakyat. Namun, program tersebut tidak dibarengi dengan inovasi pengamanan dan pemrosesan data. Hasilnya, masyarakat masih belum siap dengan transformasi digital. Negara pun masih terseok-seok dengan program yang dicanangkannya.
Meskipun undang-undang telah ditetapkan, namun kasus kebocoran data masih terus terjadi dan berulang. Sumberdaya manusia yang lemah, turut berperan dalam lemahnya penerapan aturan. Belum lagi, orientasi individu saat ini adalah keuntungan materi.
Materi dijadikan acuan demi memuluskan setiap kepentingan. Konsep ini menciptakan kualitas SDM yang rendah dalam menjalankan amanah dan tugasnya. Karena tujuannya bukan untuk melayani kepentingan rakyat.
Setiap data rakyat dengan mudah dijual dengan harga tertentu oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab kepada para pemilik modal untuk suatu kepentingan.
Kelemahan sumberdaya manusia yang kini ada sebagai hasil dari kurikulum pendidikan yang berbasis pada manusia siap kerja. Tanpa mempedulikan nilai kejujuran dan keimanan setiap invidu.
Alhasil, sumberdaya yang ada hanya mengutamakan keuntungan tanpa memiliki standar yang benar tentang hukum perbuatan. Inilah produk kurikulum sekulerisme yang hingga kini terus diemban.
Di sisi lain, peraturan dan sanksi yang diterapkan negara tidak bersifat tegas dan mengikat. Segalanya mudah diluweskan bagi para pemilik modal. Asal ada harta, kebijakan dengan mudahnya diubah sesuai keinginan. Wajar saja, saat masalah kebocoran data terus ada.
Inilah konsekuensi diterapkannya sistem yang tidak sesuai fitrah manusia. Sistem kapitalisme sekuleristik yang hanya berorientasi pada keuntungan materi tanpa memandang aturan agama sebagai aturan yang mampu menjaga ketenangan individu.
Islam, Penjaga Utama
Data pribadi wajib dijaga oleh negara. Negara harus menjadi perisai terkuat yang mampu melindungi setiap kepentingan rakyatnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
"Imam adalah perisai, dia akan dijadikan perisai dimana orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah Azza wa Jalla dan adil maka dengannya dia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/ azab karenanya" (HR. Bukhari dan Muslim).
Keamanan digitalisasi yang didukung oleh sumberdaya manusia yang mumpuni hanya bisa terwujud dalam penerapan sistem Islam. Sistem shahih dalam wadah institusi khilafah, satu-satunya institusi yang mampu menjamin keamanan setiap individu secara utuh. Karena data setiap individu adalah harta rakyat yang wajib dijaga. Dan terkategori sebagai kebutuhan dasar publik.
Usaha preventif menjadi usaha yang akan dioptimalkan oleh khalifah. Tujuannya demi mengamankan data dan keamanan rakyat secara menyeluruh. Kebijakan antisipasi selalu dipantau dan ditetapkan kebijakan tegas di dalamnya. Dengan penerapan sistem sanksi yang mengikat. Dengan demikian, kasus kebocoran data mampu diminimalisasi. Bahkan di-nol-kan.
Khilafah juga akan menerapkan sistem pengamanan dengan kebijakan yang shahih berdasarkan akidah Islam. Sumberdaya manusia yang tercipta adalah sumberdaya yang berkualitas sebagai hasil dari kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam.
Semua kebijakan yang ditetapkan dan diterapkan merupakan muara ketundukan kepada aturan Allah SWT. Syariat Islam menjadi pedoman utama dalam setiap pengelolaan dan penjagaan umat.
Dengan demikian umat akan selamat. Dan mampu terhindar dari segala bentuk kezaliman.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
0 Komentar