Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jangan Baper Tiap 5 Tahun Sekali, karena yang Sebelumnya Oposisi Bisa Jadi Koalisi

Topswara.com -- Mungkinkah paslon 01, 02, dan 03 tidak berkoalisi?, atau sebaliknya jika mereka berkoalisi bagaimana perasaan rakyat yang selama masa kampanye saling cemooh atau paling tidak saling menjelekkan dari kubu satu ke kubu yang lain?

Dua pertanyaan di atas menjadi sangat wajar, ketika melihat postur prosentase suara yang dimiliki masing-masing paslon. Agar hal tersebut tergambar dengan jelas mari kita lihat angka prosentasenya. Kubu 01 dengan total suara 29,05 persen, terdiri dari Nasdem : 10,26 persen, PKS : 8,70 persen dan PKB : 10,09 persen. 

Kubu 02 dengan total suara 45,39 persen, terdiri dari Gerinda : 13,57 persen, Golkar : 14,78 persen, PAN : 7,65 persen, dan Demokrat : 9,39 persen. Kubu 03 dengan total suara 25,56 persen, terdiri dari PDIP : 22,26 persen, 3,30 persen. Kesimpulannya tidak ada paslon yang memiliki prosentase suara diatas 50 persen.

Dalam sistem demokrasi berapa prosentase atau jumlah kursi yang diperlukan agar pemerintahan bisa berjalan tenang, aman dan nyaman, paling tidak adalah 50 persen + 1 persen alias 51 persen. 

Pertanyaannya mengapa harus begitu, alasannya sangat sederhana, mudah untuk dipahami dan masuk akal, karena apabila ada keputusan yang akan dibuat, tetapi tidak bisa disepakati secara musyawarah, maka harus melalui voting. 

Sehingga untuk menghadapi situasi inilah diperlukan koalisi. Maka jika 01 menang kemana kemungkinan mereka akan berkoalisi, demikian juga bila 02 menang ataupun 03. Intinya siapapun yang menang di pilpres ini 99,999 persen mereka memungkinkan akan berkoalisi.

Lalu persoalannya dimana, bukankah berkoalisi itu baik-baik saja "demi" mencapai sesuatu yang lebih baik. Bukankah itu dilakukan untuk Indonesia yang lebih maju, lebih sejahtera, lebih adil, dan lebih-lebih yang lain.

Tetapi ingat disetiap kubu paslon itu pasti ada “bohirnya”, dan setiap bohir adalah investor dan setiap investor menginginkan "profit", para bohir itu bukan sedang menjalankan program filantropi. Mereka bergerak dan bergabung dalam sebuah kubu pastilah mereka sudah melakukan SWAT analisis, dan "mungkin" juga untuk kelancaran dan keamanan bisnisnya juga.

Itu artinya kalau mereka sampai mau bergabung dalam sebuah koalisi, tentunya tidak dilakukan dengan serta merta atau gratis tanpa "imbalan". Mereka pasti mengajukan persyaratan, apa yang akan di dapat atau bagaimana dengan keamanan perjalanan bisnis mereka dimasa lalu maupun yang akan datang.

Mengapa aspek koalisi ini menjadi penting dalam sebuah sistem demokrasi, karena dalam demokrasi kebebasan berpendapat menjadi jargonnya sehingga perbedaan berpendapat tentang sebuah hal menjadi sangat terbuka lebar. 

Dengan terbukanya berpendapat yang bebas tersebut maka pengambilan keputusan atas sesuatu kebijakan kearah musyawarah mufakat akan menjadi sangat kecil, maka jalan tengahnya adalah voting.

Struktur koalisi dapat memiliki pengaruh signifikan pada hasil voting di parlemen. Semakin solid dan kuat sebuah koalisi, semakin besar kemungkinan mereka dapat mempengaruhi hasil voting sesuai dengan kepentingan mereka. 

Faktor-faktor seperti jumlah kursi yang dimiliki oleh partai-partai dalam koalisi, kesetiaan anggota koalisi terhadap keputusan bersama, dan kemampuan untuk bernegosiasi dengan partai-partai lain dapat memengaruhi seberapa efektif koalisi dalam mempengaruhi hasil voting.

Maka jangan baper, sakit hati apalagi stroke bila nanti kubu kebanggaanmu berkoalisi dengan kubu yang anda bully, anda caci maki, anda hina dan bahkan ada musuhi selama kampanye, itulah demokrasi, ketika pesta usai pemilih dilupakan.

Lalu bagaimana dengan sistem pemerintahan Islam, dalam Islam segala hukum tidak perlu dibuat oleh lembaga dan tidak perlu ada musyawarah apalagi voting dalam memutuskannya karena sumber hukum yang telah disepati adalah Al-Qur'an, hadis, Ijma Sahabat dan Qiyas yang ditunjuk/ mengikuti/ merujuk kepada Al-Qur'an dan Hadis. Dan penarikan hukumnya dilakukan dengan cara ijtihad oleh seorang mujahid.

Maka jika anda tidak ingin setiap lima tahun menjadi baper, sedih, kecewa, marah, dan lain-lain atas hasil pilihan anda, tidak ada cara lain selain menerapkan Islam kaffah dalam kehidupan umat Islam.

Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: A. Darlan
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar