Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jaminan Pangan Halal: Haruskah Dikomersialisasi?

Topswara.com -- Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Muhammad Aqil Irham mengatakan, semua produk makanan dan minuman yang diperdagangkan di tanah air wajib mengurus sertifikasi halal paling lambat 17 Oktober 2024. Seluruh pedagang termasuk dari kalangan pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) wajib mengurus sertifikasi halal. 

Apabila kedapatan tak mempunyai sertifikat tersebut maka akan dikenakan sanksi. Sanksi dapat berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Sanksi tersebut diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (tirto.id, 03/02/2024).

Namun sudah tepatkah kewajiban sertifikasi halal ini diberlakukan pemerintah mengingat masih banyak pedagang yang tak mampu untuk mengurus berbagai persyaratannya ? 

Jaminan Halal, Tidak Gratis

Pengurusan sertifikasi halal rupanya tidak gratis namun berbayar. Bukankah hal ini akan semakin menambah beban rakyat? Ditambah pelayanan birokrasi yang ruwet dengan syarat-syarat tertentu, semakin menambah deretan masalah bagi rakyat. 

Negara memang menyediakan 1 juta layanan sertifikasi halal gratis sejak januari 2023, namun ini masih termasuk jumlah yang sedikit jika dikaitkan dengan keberadaan PKL yang berkisar 22 juta di seluruh Indonesia. Apalagi sertifikasi ini juga ada masa berlakunya, sehingga perlu sertifikasi ulang secara berkala. 

Seolah ini merupakan solusi bagi para usaha agar dapat mengembangkan usahanya dan menjualnya dengan bebas tanpa harus bermasalah dengan sertifikasi halal. Namun demikian bila diteliti kembali, masalah ini ternyata sangat berdampak terutama bagi para pedagang kecil yang rasanya tak mampu untuk dapat memenuhi pengurusan sertifikasi halal tersebut. 

Sebab nyatanya tidak ada pelayanan secara gratis sepenuhnya. Di sinilah letak permasalahannya. Para pedagang memikirkan pemasukannya saja sudah susah apatah lagi dengan pengurusan sertifikasi halal yang berbayar. 

Dalam LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang merupakan lembaga utama yang menjalankan tugas ini tidak lepas dari layanan bersifat berbayar. Dengan kata lain para usaha harus membayar untuk jasa pelayanan tersebut. Biaya pengurusan usaha mikro dan kecil sekira Rp 300.000, usaha menengah sekira Rp 5.000.000, sedangkan untuk usaha besar dan atau berasal dari luar negeri Rp 12.500.000. 

Biaya tersebut belum termasuk biaya pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk, transportasi, dan akomodasi serta pengujian laboratorium (jika diperlukan). Tentu biaya yang sangat tidak sedikit belum pula biaya untuk sertifikasi ulang secara berkala. Maka jelas pengurusan sertifikasi jaminan halal syarat dengan komersialisasi. 

Hal ini sebagai akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang hanya mementingkan materi keuntungan daripada pelayanan yang bersifat gratis. Seharusnya jaminan sertifikasi halal menjadi salah satu bentuk layanan cuma-cuma negara kepada rakyat, karena peran negara adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Apalagi kehalalan juga merupakan kewajiban agama. 

Namun dalam sistem kapitalisme, semua bisa dikomersialisasi. Karenanya, hal ini erat kaitannya dengan peran negara yang hanya menjadi regulator atau fasilitator. Padahal kewajiban negara tak hanya itu namun melayani segala kebutuhan rakyat hingga benar-benar tercukupi bahkan gratis tanpa bertele-tele. 

Jaminan Halal dan Gratis dalam Islam

Islam menjadikan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat, termasuk juga dalam melindungi akidah (agama). Oleh karena itu negara harus hadir dalam memberikan jaminan halal. Apalagi kehalalan produk berkaitan erat dengan kondisi manusia di dunia dan akhirat, baik secara jasmani maupun Rohani. 

Negara akan berupaya secara serius untuk menjaga kehalalan produk tanpa berbayar. Penguasa mengedukasi pedagang dan setiap individu rakyat agar sadar halal sehingga dapat diwujudkan dengan penuh kesadaran. Kesadaran masyarakat terhadap kehalalan produk otomatis akan dapat membantu negara dalam pelayanan jaminan halal. 

Penguasa (khalifah) akan menjamin pembiayaan sertifikasi halal dan melayani dengan kemudahan birokrasi secara cepat dan mudah. Sebab pelayanan yang cepat dan mudah merupakan dambaan rakyat. Apalagi didukung dengan sistem teknologi terkini akan semakin memudahkan pelayanan. Pelayanan juga bukan sekedar teori, pelayanan sikap yang amanah, jujur dan adil juga harus diwujudkan. 

Sebab negara selaku pelaksana kebijakan tetap harus mengamalkan sifat tersebut. Dengan demikian apa yang dibutuhkan masyarakat dapat terpenuhi segera tanpa menunda hanya karena masalah teknis birokrasi. 

Islam sangat mengutamakan kemudahan dalam bekerja. Rasulullah SAW, mendoakan kesusahan bagi para penguasa yang menindas umat beliau. “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia” (HR. Muslim). 

Bahkan seorang pemimpin dijauhkan dari surga. Sebagaimana hadis berikut, “Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian ia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga” (HR. Bukhari-Muslim). 

Seorang pemimpin sangat berat pertanggungjawabannya di akhirat. Namun dengan penerapan Islam kaffah akan dapat menjaga penguasa dari segala penyimpangan yang dilakukan saat mengurusi rakyatnya baik secara sembunyi maupun terang-terangan. 

Melalui hukum yang tegas dan bersifat jera, akan meminimalisir seseorang berbuat zalim. Saatnya rakyat diurusi dengan hukum Islam apalagi terkait dengan jaminan kehalalan produk. Selain dari sisi pelayanan yang amanah, jujur, dan adil tidak pandang bulu serta tidak mengandung komersialisasi. 

Sebab begitulah pelayanan sesungguhnya pada rakyat. Dan hal ini hanya mampu diwujudkan dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah sehingga keberkahannya mampu dirasakan seluruh umat. []


Oleh: Punky Purboyowati
(Ibu Rumah Tangga dan Wiraswasta)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar