Topswara.com -- Minyak dan Gas Bumi (Migas) adalah salah satu sektor industri yang penting bagi perekonomian Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, investasi asing dalam sektor Migas di Indonesia telah meningkat.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini menyampaikan bahwa realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas mencapai Rp117 triliun sepanjang 2023. Jika dirinci, realisasi PNBP minyak bumi sebesar Rp89,92 triliun dan PNBP gas bumi mencapai Rp27,07 triliun. (goodstat.id, 14/02/2024).
Pencapaian dan peningkatan ini, nyatanya bukanlah sebuah prestasi yang dapat dibanggakan. Sebaliknya, justru peningkatan investor yang menjelajah sember daya alam Indonesia, justru akan berdampak buruk dan merusak kedaulatan negara.
Negara dan masyarakat tidak menerima keuntungan dari hasil kerjasama tersebut, hanya segelintir antek yang merasakan keuntungan dari perjanjian ini.
Indonesia, dengan kelebihan sumberdaya alam yang laur biasa, nyatanya hanya dapat mengantarkan negara pada posisi negara ‘berkembang’. Hasil dari alam Indonesia tidak memiliki akses yang memadai untuk masuk pada pendapatan negara, akses justru terbuka bagi para korporat yang menyediakan fasilitas bagi Investor asing untuk memperluas jaringan kekuasaan di negri ini.
Sebenernya, bukan ketidakmampuan negara yang menjadi alasan sumber daya alam dikuasai oleh antek asing. Namun, ambisi beberapa petinggi negara yang terobsesi pada eksistensi sesaat dan keutungan minim yang ditawarkan oleh para investor.
Selain itu, lemahnya SDM negara, menjadikan posisi pekerja lokal selah menajdi budak di tanah sendiri. Mereka hanya memperoleh psosis buruh yang tidak menguntungkan dan justru ditindas dengan RUU Cipta Kerja.
Serangan pada SDM lokal, tidak hanya dilancarkan oleh antek asing, melainkan negara sendirilah yang menekan pemuda bangsa menjadi budak korporat. Ditambah minimnya akses pendidikan pada anak-anak bangsa, yang memberikan grafik buruk pada kualitas Sumber daya Manusia di Indonesia.
Bukan lagi keuntungan yang didapatkan negara, jika meneruskan perjanjian investasi SDA kepada industri asing. Melainkan, hanya imbas buruk dari ekploitasi berlebihan dan perusakan alam yang berdampak pada bencana alam dan kesenjangan sosial. Tidak ada lagi sistem mutualisme yang terjalin. Yang ada hanyalah, keutungan pada satu pihak dengan merugikan pihak yang lain.
Tidak hanya berdampak pada kerusakan alam saja. Ekploitasi pada sumber daya alam, juga akan mempengaruhi habitat asli flora dan fauna yang akan menyebabkan kepunahan dalam jangka waktu tertentu.
Masyarakat, juga seringkali terkena imbas buruk dari penggunaan alat industri yang tidak ramah lingkungan, atau bahkan limbah yang dibuang tanpa proses pengolahan yang layak.
Banyak sekali dampak buruk dari datangnya investor asing yang menguasai SDA negara, salah satunya yakni Eksploitasi Berlebihan: Investor asing cenderung fokus pada keuntungan jangka pendek dan sering kali mengabaikan keberlanjutan lingkungan.
Hal ini dapat mengakibatkan eksploitasi berlebihan terhadap SDA Indonesia, seperti hutan, tambang, atau perikanan. Dampaknya adalah penurunan kualitas lingkungan, hilangnya habitat alami, dan kerusakan ekosistem.
Selain itu, Hilangnya Kedaulatan SDA menjadikan investor dapat menjelajah SDA dengan mudah tanpa campur tangan negara. Hak ini terjadi, ketika investor asing mengelola SDA Indonesia, negara dapat kehilangan kontrol penuh terhadap sumber daya tersebut.
Hal ini dapat mengurangi kedaulatan negara atas SDA dan menghambat pembangunan industri dalam negeri. Selain itu, keuntungan yang dihasilkan juga cenderung mengalir ke luar negeri, mengurangi manfaat ekonomi yang diperoleh oleh Indonesia.
Dampak lain juga merambah pada aspek ekonomi. Terjadinya Ketimpangan Ekonomi yang berawal dari investasi asing dalam pengelolaan SDA cenderung memperkuat ketimpangan ekonomi. Keuntungan yang dihasilkan oleh investor asing sering kali tidak merata dan hanya menguntungkan segelintir pihak.
Hal ini dapat meningkatkan kesenjangan sosial dan ekonomi di Indonesia dan menimbulkan ketergantungan negara pada investor asing dalam pengelolaan SDA, negara dapat menjadi rentan terhadap fluktuasi pasar global dan kebijakan luar negeri. Hal ini dapat menghambat pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan mandiri.
Tidak hanya berdampak pada negara. Nyatanya masyarakatlah yang meminumnpil pahit dari keputusan pemerintah ini. Contohnya terjadi konflik Sosial dikarenakan Pengelolaan SDA oleh investor asing sering kali memicu konflik sosial dengan masyarakat lokal.
Ketidaksetujuan terhadap pengelolaan SDA yang merugikan masyarakat dapat memicu protes, demonstrasi, atau bahkan benturan fisik antara masyarakat dan investor asing.
Semua dampak buruk tersebut, merupakan rantai dari penerapan kapitalisme dalam kehidupan manusia. Yang seharusnya segala sumber daya alam, adalah hak umum yang dapat dirasakan oleh seluruh elemen negara, nyatanya negara hanya berstatus sebagai fasilitator tanpa ikut andil dalam mengelola keutungan hasil SDA lokal.
Sejarah, telah memberikan contoh penerapan terbaik dalam pengelolaan SDA yang mampu menyamaratakan keuntungan, baik pada pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat. Dan, sistem tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh negara yang menerapkan ideologi Islam sebagai sistem tata kelola negara.
Jadi, bukan hal yang mustahil mewujudkan kembali negara dengan sistem yang sama Sebagaimana yang tergambar pada sejarah dunia mengenai peradaban Islam.
Karena hanya Islam, yang mampu menangasi segala aspek kehidupam dan memiliki solusi terhadap problematika manusia. Karena, sistem yang terancang dalam Islam merupakan hasil aturan yang telah di tetapkan oleh Pencipta alam semesta, Allah Subhanahu wa ta’ala.
Oleh: Lailin Nurul Hidayati
Aktivis Mahasiswa
0 Komentar