Topswara.com -- Apa yang terjadi di dunia Islam dan Barat pada abad pertengahan? Barat diselimuti kegelapan (dark ages) dengan sistem pemerintahan teokrasinya. Sebaliknya, kaum Muslim mengalami masa keemasan dengan sistem pemerintahan khilafahnya.
Kenyataan tersebut seringkali coba ditutup-tutupi oleh para penjajah dan kaki tangannya, sehingga dalam kurikulum sekolah, fakta kejayaan khilafah dalam segela aspek ditutupi. Sehingga terjadi pembelajaran sejarah yang ganjil. Buku sejarah yang diadopsi sekolah dengan rinci membahas peradaban manusia ratusan bahkan ribuan tahun sebelum Masehi. Tetapi kemudian meloncat ke abad 16 Masehi.
Dikatakanlah bahwa pada abad 1-15 Masehi adalah abad kegelapan. Padahal kegelapan (atau dalam Islam disebut kebodohan/jahiliah) terjadi hanya pada abad 1-6 Masehi saja. Karena sejak Nabi Muhammad SAW lahir di abad ke-7 hingga abad ke 15 peradaban Islam lahir dan terus meroket, kemudian menurun pada abad berikutnya hingga akhirnya runtuh di awal abad 19 setelah Khilafah Islam yang berpusat di Turki runtuh pada tahun 1924.
Bahkan seorang peneliti Yahudi Michael H Hart dalam bukunya yang fenomenal 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh di Dunia (1978 M) menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh yang paling berpengaruh di dunia.
Alasannya Muhammad bukan semata pemimpin agama tapi juga pemimpin duniawi. Fakta menunjukkan, selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan kaum Muslim, pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.
Pendapat Hart tidak berlebihan karena memang faktanya, selain sebagai rasul yang menerima wahyu, Nabi Muhammad SAW pun mampu dengan gemilang memberikan teladan aplikasi dari wahyu tersebut dalam kehidupan sebagai pribadi, kepala rumah tangga, bagian dari masyarakat dan bahkan kepala negara Islam.
Peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah, merupakan titik balik penting bagi peradaban Islam. Di Makkah Nabi susah memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Madinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat Muhammad SAW dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya.
Pada tahun-tahun berikutnya, ketika pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Makkah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan pada pihak Muhammad, kembali ke Makkah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya, Nabi menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam.
Dan tatkala Muhammad wafat tahun 632, tidak ada lagi nabi dan rasul setelahnya hingga hari kiamat, yang ada adalah pengganti (khalifah) Muhammad sebagai kepala negara (khilafah).
Berikut perbandingan beberapa poin yang terjadi di dunia Islam versus Barat pada abad bertengahan.
Akurasi Penulisan Sejarah
Didorong ketakwaan kepada Allah SWT agar selalu dapat merujuk masalah akidah dan hukum hanya dari sumber otentik saja maka kaum Muslim pun secara ketat memberlakukan metode periwayatan Al-Qur’an dan hadis. Sehingga kaum Muslim di abad ke-7 Masehi sudah terbiasa mempraktikan metode sanad dan matan yang melacak keaslian dan keutuhan sebuah informasi langsung dari saksi mata.
Dan tidak aneh pula bila pada awal abad ke-8, Abu Muhammad 'Abdul-Malik bin Hisyam alias Ibnu Hisyam (wafat 834 M) menulis kitab Sirah Nabawiyyah yang merupakan sejarah tentang Nabi Muhammad SAW yang ditulis secara periwayatan layaknya Al-Qur’an dan hadits.
Namun ternyata itu merupakan metode penulisan sejarah yang sangat canggih yang baru dikenal Barat pada abad ke-16 M. Menurut seorang ahli sejarah Bucla, “Metode ini belumlah dipraktikkan oleh Eropa sebelum tahun 1597 M.”
Metode lainnya adalah penelitian sejarah bersumber dari ahli sejarah terkemuka yaitu Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami alias Ibn Khaldun (1332-1406 M). Pengarang kitab Kashfuz Zunun ini memberikan daftar 1300 buku-buku sejarah yang ditulis dalam bahasa Arab pada masa beberapa abad sejak munculnya Islam.
Pelopor Kesehatan
Sebelum tegaknya khilafah, dunia ternyata belum mengenal konsep rumah sakit, seperti saat ini. Bangsa Yunani, misalnya, merawat orang-orang yang sakit di petirahan yang berdekatan dengan kuil untuk disembuhkan pendeta. Proses pengobatannya pun lebih bersifat mistis yang terdiri dari sembahyang dan berkorban untuk dewa penyembuhan bernama Aaescalapius.
Sedangkan di dunia Islam, bukan hanya berkembangnya dunia kedokteran, bahkan rumah sakit pertama di dunia pun muncul di awal peradaban Islam. RS pertama dibangun atas permintaan Khalifah al-Walid (705 M - 715 M).
Pembangunan RS secara masif dilakukan pada era Khalifah Harun al-Rasyid (786 - 809 M). Setelah berdirinya RS Baghdad, di metropolis intelektual itu mulai bermunculan RS lainnya di seantero jazirah Arab.
Semua pasien dari agama apa pun dan suku mana pun dan kelas ekonomi apa pun mendapatkan pelayanan prima tanpa dipungut biaya. Tak ada pasien yang ditolak untuk dirawat dan berobat.
Bangsal pasien laki-laki dipisah dari pasien perempuan. Perawat pria bertugas merawat pria dan perawat wanita merawat pasien wanita. Semua penghuni RS yang beragama Islam berwudhu sebelum shalat. Untuk memenuhi kebutuhan itu, RS menyediakan air yang melimpah dengan dilengkapi fasilitas kamar mandi. Semua pelayanan di RS Islam itu dilakukan dengan mengharap keridhaan Sang Pencipta, Allah SWT.
Lagi-lagi, Islam lebih dulu unggul dan maju dibanding Barat. Pasalnya, Eropa baru mengenal konsep rumah sakit tiga abad kemudian, sekitar tahun 1100 M.
Pendidikan
Untuk meningkatkan pemahaman keagamaan, sains dan teknologi umat, para khalifah mendirikan berbagai lembaga pendidikan dan lebih hebatnya lagi semua universitas tersebut sepenuhnya dibiayai negara dan wakaf dari kaum Muslim, sehingga para pencari ilmu tidak perlu membayar satu dirham pun.
Selama masa kekhalifahan Islam itu, tercatat beberapa lembaga pendidikan Islam yang terus berkembang dari dulu hingga sekarang. Kendati beberapa di antaranya hanya tinggal nama. Namun, nama-nama lembaga pendidikan Islam itu pernah mengalami puncak kejayaan dan menjadi simbol kegemilangan peradaban Islam.
Beberapa lembaga pendidikan itu, antara lain: Nizamiyah (1067 -1401 M) di Baghdad; Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir; Al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko; dan Sankore (989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika. Masing-masing lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu.
Dari beberapa lembaga itu, berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani. Misalnya, Al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, Al-Khawarizmi, dan Al-Firrdausi.
Lagi-lagi peradaban Barat sangat berutang budi pada kekhilafahan Islam. Pasalnya, banyak ilmuan Barat belajar ke berbagai universitas Islam, bahkan pemimpin tertinggi umat Katolik, Paus Sylvester II, turut menjadi saksi keunggulan Universitas al-Qarawiyyin. Karena, sebelum menjadi Paus, ia sempat menimba ilmu di salah satu universitas terkemuka di dunia saat itu.
Hukum dan Peradilan
Khilafah adalah negara hukum. Artinya, semua aspek pengaturan masyarakat diatur oleh hukum yang jelas, yakni syariah Islam, termasuk untuk mengadili berbagai perselisihan di tengah masyarakat.
Hukum sangat penting dalam sistem Islam, karena Allah telah mewajibkan siapa pun untuk terikat pada aturan-aturan Allah, yang menjadi sumber hukum. Wajar jika produk hukum berupa kitab fikih berkembang luar biasa dalam sistem Islam.
Rasulullah SAW menegaskan persamaan di depan hukum ini saat mengatakan, "Seandainya anakku Fatimah mencuri, akan kupotong tangannya." Hadits itu bermula ketika seorang sahabat terdekatnya, meminta Rasulullah untuk tidak menghukum seorang wanita terpandang. Rasulullah marah dan menegaskan bahwa siapa pun yang bersalah, meskipun anaknya sendiri akan dihukum.
Kebijakan ini pun diikuti oleh para khalifah maupun qadhi (hakim) setelah Rasulullah SAW wafat. Khalifah Ali bin Abi Thalib ra yang menjadi penguasa tertinggi pada saat itu bahkan pernah dikalahkan dalam peradilan Islam. Pasalnya, dia tidak bisa membuktikan tuduhan bahwa baju besinya memang benar telah dicuri oleh seorang warga Yahudi.
Islam tidak mengenal pengadilan bertingkat. Pengadilan dilakukan dengan asumsi harus dilakukan secara terbaik oleh hakim mana pun, dengan pembuktian yang menunjang.
Dalam sistem peradilan Islam, seorang baru bisa dikenai sanksi hukum jika memang terbukti bersalah. Rasulullah SAW menegaskan hal ini dengan memerintahkan meninggalkan hudud (sanksi pidana yang sudah pasti hukumannya) jika masih ada syubhat (keraguan di dalamnya). Tidak heran pembuktian dalam sistem peradilan Islam menjadi hal yang sangat penting.
Sistem peradilan Islam hanya menerima empat macam pembuktian, yakni pengakuan, sumpah, kesaksian dan dokumen tertulis yang menyakinkan. Pengakuan terdakwa tanpa paksaan dan penuh kesadaran. Kesaksian sangat ketat. Untuk kasus zina harus ada empat saksi yang langsung melihat secara langsung terjadinya persetubuhan itu. Sebaliknya jika seseorang mendakwa seseorang berzina namun tidak bisa membuktikan, justru yang mendakwa akan dikenakan sanksi qadzaf (tuduhan palsu).
Dan yang tak kalah pentingnya, hukum dalam Islam memiliki fungsi jawazir (pencegah). Hal ini tampak dari tegas dan kerasnya sanksi bagi pelaku kejahatan. Bagi pembunuh akan dikenai qishash (hukum mati), pencuri dipotong tangannya, pezina dihukum rajam sampai mati kalau sudah menikah, sementara jika belum akan dijilid (cambuk) 100 kali. Pelaksanaan hukum ini dilakukan di hadapan orang banyak sehingga menimbulkan aspek jera yang tinggi.
Selain itu hukum Islam juga berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa). Dalam pandangan syariat Islam, seseorang yang sudah dijatuhi hukuman di dunia akan menggugurkan dosa-dosanya sekaligus akan menghindarkan dirinya dari hukuman Allah di hari akhir yang sangat keras.
Tidak mengherankan jika Maiz al-Aslami dan Al-Ghomidiyah, dua orang pelaku zina datang sendiri kepada Rasulullah SAW untuk meminta hukuman. Semua ini karena ketakwaan yang tinggi kepada Allah SWT. Hukum semacam ini tentu tidak akan ditemukan di peradaban Barat sekuler maupun Timur komunis baik dulu maupun sekarang.
Kondisi Sekarang
Mengapa dunia Islam sekarang ini sangat mundur, bahkan terpuruk dalam segala bidang kehidupan? Tak pelak lagi, keadaan yang mengkhawatirkan ini merupakan akibat langsung dari umat Islam yang meninggalkan agamanya dalam mengatur seluruh kehidupannya, terutama dalam bernegara pasca runtuhnya khilafah. Undang-undang negara, hukum, dan cara pandang yang berlaku di negeri-negeri Islam saat ini diambil dari paham ideologi sekuler dan sosialis komunis.
Juga dapat dipahami mundurnya dunia Islam merupakan akibat dari praktik yang salah dalam pemahaman dan penerapan Islam. Kajian dan penguasaan bahasa Arab yang menjadi kunci keilmuan Islam, dibiarkan menurun sehingga meninggalkan ijtihad dan pada saat yang sama, pintu misionaris, invasi budaya, dan politik dari Barat dibuka lebar-lebar. Pada gilirannya, umat Islam tidak lagi mampu menjaga superioritas negaranya terhadap serangan yang datang bertubi-tubi dari barat maupun timur.
Satu-satunya cara agar kaum Muslim mengulangi kedudukannya sebagai pemimpin dunia tentu saja harus menegakkan kembali khilafah yang menerapkan syariah Islam kaffah di samping membina individu bertakwa dan melakukan aktivitas amar makruf nahyi mungkar di tengah masyarakat. Insya Allah, kejayaan akan kembali ke pangkuan kaum Muslim baik di dunia apalagi di akhirat kelak.[]
Joko Prasetyo
Jurnalis
referensi: dari berbagai sumber
Dimuat pada rubrik Fokus majalah Al-Waie edisi 130 (Juni 2011)
0 Komentar