Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga Beras Melambung Tinggi, Kok Bisa?

Topswara.com -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya kenaikan harga pada komoditas gula konsumsi, beras, serta cabai merah keriting, dalam inspeksi mendadak (sidak) di pasar tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung.

Sidak ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi adanya permainan harga dan penahanan pasokan oleh pelaku usaha tertentu serta stabilitas komoditas di Jawa Barat jelang bulan Ramadhan.

KPPU melakukan sidak bersama dengan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) M Mufto Mubarok dan kepala kantor wilayah tiga Lina Rosmiyati pada minggu (11/2). Dari sidak di pasar Cihapit, KPPU menemukan kenaikan harga komoditas beras premium secara rata rata sebesar 21,58 persen menjadi Rp 16.000 per kilogram padahal HET beras premium sebesar Rp 13.900 per kilogram sebagaimana telah di tetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas).  

Sedangkan beras medium mengalami kenaikan sebesar 28,44 persen dari HET sebesar Rp 10.900 per kilogram menjadi Rp 14.000 per kilogram. Cabai merah kriting terpantau mengalami kenaikan yang sangat signifikan jelang Ramadhan.

Kepala Bapanas mengatakan jika harga beras turun ke level Rp 10.000 per kilogram beras medium. Petani akan menangis karena harga gabah akan tertekan lagi. Menurut Arif dengan harga beras yang ada saat ini, petani sedang berbahagia kerena bisa bernafas sejenak dengan harga gabah yang tidak di tekan murah. Tetapi kenyataannya tidak lah demikian karena petani pun merangkap sebagai konsumen beras juga.

Bagi masyarakat miskin, kenaikan harga beras juga akan menjadikan mereka tidak bisa membeli beras dalam jumlah yang layak. Selama ini pemerintah mengklaim kebijakan bansos sebagai solusi atraktif terhadap kenaikan harga beras namun nyatanya meski ada bansos, harga beras tetap naik. Apalagi tidak semua rakyat miskin mendapatkan bansos. Temuan dari pangan menunjukkan bahwa banyak bansos salah sasaran. Selain itu aroma politisasi bansos juga sangat kuat.

Sesungguhnya salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras, karena saat ini rantai distribusi di kuasai oleh sejumlah perusaahan besar beromset triliunan rupiah. 

Perusahaan ini memonopoli gabah dari petani dengan cara membeli gabah petani dengan harga yang lebih tinggi sehingga banyak pengilingan kecil yang gulung tikar karena tidak mendapatkan pasokan gabah. Tidak hanya menguasai sektor hulu, perusahaan ini juga menguasai sektor hilir. 

Mereka menggiling padi dengan teknologi canggih sehingga menghasilkan padi kualitas premium, sedangkan penggilingan kecil hanya bisa menghasilkan beras kualitas medium. Dengan demikian perusahaan besar mampu menguasai pasar dengan memproduksi beras berbagai merek. 

Di sisi lain ada larangan bagi petani untuk menjual beras langsung ke konsumen. Dengan menguasai (memonopoli) distribusi beras sejak hulu hingga hilir. Perusahaan besar mampu mempermainkan harga dan menahan pasokan beras. 

Beras di tahan di gudang-gudang, sehingga harganya naik dan baru di lepas ke pasar ketika harga tinggi. Tidak hanya merugikan konsumen, tapi juga merugikan petani. Alhasil tingginya harga ritel beras ditingkat konsumen tidak berarti petani memperoleh untung besar. Yang mendapatkan untung besar adalah perusahaan besar (para kapitalis) yang memonopoli distribusi beras dari hulu hingga hilir.

Monopoli beras maupun komoditas strategis lainnya merupakan hal yang jamak terjadi di dalam sistem kapitalisme. Konsep invisible hand dan akumulasi modal dalam liberalisme ekonomi ala kapitalisme telah melahirkan persaingan bebas yang pada akhirnya pasti di menangkan oleh para pemilik modal besar.

Karena mereka bisa menyedot dana masyarakat melalui bisnis finansial riba (lembaga keuangan bank dan non bank) dan pasar sunder (saham, obligasi dan lain-lain).

Para pemodal besar itu bisa menguasai ekonomi karena telah menguasai aparatnya terlebih dahulu melalui skema korporatokrasi.

Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis kerena menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara wajib mengelola beras dari hulu hingga hilir, yaitu sejak produksi, distribusi hingga sampai ke tangan rakyat. Negara harus memastikan rantai distribusi ini sehat, yakni bebas dari penimbunan, monopoli dan berbagai praktik bisnis lainnya yang merusak rantai distribusi.

Negara yang mampu mewujudkan jaminan pengelolaan komoditas pangan hanyalah negara Islam. Sedangkan negara yang menerapkan kapitalisme akan melakukan liberalisme pangan, yaitu lepas tangan negara dari pengelolaan pangan dan justru menyerahkannya pada swasta kapitalis. 

Politik negara Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat per individu termasuk kebutuhan pangan. Negara mewujudkan jaminan ini dengan menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai satu kewajiban negara. Pada sektor hulu (produksi) negara akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat yang menjadi petani. 

Bantuan tersebut bisa berupa lahan untuk ekstensifikasi, pupuk, benih, pestisida dan alat partanian. Sedangkan pada sektor hilir (distribusi) penguasa dalam sistem Islam akan memastikan bahwa tidak ada hambatan distribusi, pada ujung rantai distribusi yaitu sektor ritel, akan memperhatikan setiap rakyatnya dan menelaah adanya kebutuhan bantuan dari negara.

Terkait dengan mekanisme pembentukan harga maka negara tidak melakukan pematokan harga. Harga di biarkan terbentuk secara alami sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar. Dengan demikian negara tidak menentukan HET, negara menurunkan harga melalui kebijakan membenahi sektor hulu dan hilir. 

Sehingga harganya terjangkau dan stabil. Selain itu negara juga melarang praktik monopoli dan menimbun beras maupun komoditas lainnya. Pelaku penimbun akan di beri sanksi yang tegas dan menjerakan. Pelaku dan aparat yang terlibat akan di hukum dengan adil.

Wallahu a'lam bish shawwab.


Oleh: Daryati
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar