Topswara.com -- Apakah anda termasuk yang menerima sesuatu menjelang pemilu tahun ini? Suasana pemilu tahun 2024 terasa cukup panas. Janji manis dan adu strategi dimainkan oleh setiap peserta pemilu baik caleg maupun capres dan cawapres. Semuanya saling menarik perhatian masyarakat agar layak untuk dipilih.
Besarnya biaya pemilu yang disiapkan, peserta pemilu dan tim kampanye melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pesta demokrasi. Seperti pasang spanduk, blusukan dan berbagi barang bahkan uang diberikan kepada masyarakat, ini menjadi hal yang wajar untuk mereka lakukan ketika Pemilu.
Seperti kasus peyelenggaraa kampanye dengan bagi-bagi uang yang terjadi di Pare-Pare dan makasar (04-2-2024 dilansir dari kompas.com), bagi-bagi telur juga terjadi saat kampanye di Gelora Bungkarno (08-02-2024 dilansir dari kompas.com), yang mana hal ini bisa kita katakan sebagai suap kepada masyarakat.
Mirisnya lagi kasus suap ini dikemas sedemikian rupa bahkan dilakukan oleh penguasa yang tidak bersikap netral dengan memihak salah satu pasangan calon, sehingga terlihat rapi dan mampu mengelabui banyak masyarakat, seperti pembagian bansos (bantun sosial), Bantuan Langsung Tunai (BLT), kenaikan gaji ASN (Aparatur Sipil Negara) menjelang pemilu.
Kebijakan pemerintah saat ini, tentu menimbulkan kontroversi yang mengakibatkan banyak kecaman dari masyarakat, dan demonstrasi baik yang dilakukan oleh mahasiswa maupun buruh.
Sayangnya kecaman masyarakat dianggap angin lalu oleh pemerintah, kebijakan tetap berjalan dan dilanjutkan tanpa ada rasa bersalah. Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) yang ditugaskan mengawasi Pemilihan Umum saat ini juga solah-olah tidak berkutik dan bertindak tidak tegas terhadap peserta pemilu yang curang, hal ini diduga karena situasi politik sudah berada dalam genggaman pemegang kekuasaan tertinggi negara saat ini, sehingga mudah untuk mereka kendalikan.
Buruknya sistem demokrasi mengakibatkan banyak sekali permasalahan dan pelanggaran yang tidak ada habisnya. Pemilu yang dilaksanakan lima tahun sekali, serta dianggap sebagai pesta rakyat justru menjadi benih pertikaian dan pemecahbelah persatuan.
Kondisi masyarakat yang mayoritas miskin dan tidak memiliki banyak pengetahuan justru dimanfaatkan oleh penguasa dan oligarki untuk melanggengkan kekuasaannya. Melihat kondisi saat ini apakah kita hanya diam? Sebagai warga negara yang baik tentu kita tidak boleh diam, kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk membuat perubahan yang menyeluruh. Apalagi di negara kita penduduknya mayoritas beragama Islam.
Pandangan islam tentang kasus suap
Sebagai orang yang beragama islam kita harus menjadikan Al-Qur'an, sunah nabi, ijmak sahabat dan qiyas (pendapat/ijtihaj) para ulama sebagai pedoman hidup dalam melakukan semua aktivitas kita, karana kita diciptakan didunia ini untuk beribadah kepada Allah sesuai dengan fimanNya Qs. Az-zariyat ayat 56. Allah yang Maha Mulia dan Bijaksana juga mengatur semua aktivitas kita, dari masuk WC hingga masuk surga bahkan ketika kita bangun tidur sampai bangun negara ada aturannya didalam islam.
Nabi Muhammad SAW bersada ”laknat Allah kepada pemberi suap dan penerima suap” (HR. Ahmad no 6984, Ibnu Majah no,2313). Dari hadis ini kita bisa meyimpulkan bahwasannya kasus suap adalah haram. Apapun bentuknya baik berupa uang, barang maupun yang lainnya. Lalu bagaimana sikap kita sebagai orang muslim menghadapi pemilu dalam sistem demokrasi?
Secara teori makna demokrasi adalah sistem dimana kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, tetapi faktanya dari rakyat oleh rakyat untuk oligarki. Sistem ini bertentangan dengan hukum Islam, karena dalam Islam membuat hukum dan undang-undang merupakan hak mutlak Allah sesuai firman Allah (QS. Al-an’am 57).
Demokrasi menyebabkan perpecahan dimasyarakat, demokrasi juga memberikan kebebasan penuh kepada manusia. Sehingga seringkali kebijakan yang dibuat penguasa (manusia) melanggar syariat Islam, keputusan yang dibuat berdasarkan suara terbanyak bukan bersumber dari Al-Qur'an dan sunah.
Dalam sistem demokrasi derajat pria dan wanita disamakan dalam semua bidang. Sedangkan dalam Islam derajat pria dan wanita dibedakan berdasarkan fitrahnya masing-masing. Jadi sebagai umat Islam kita tidak boleh terlibat dalam aktivitas pemilu dalam sistem demokrasi, apalagi sampai menerima suap.
Oleh: Dudik Sulistyo
Aktivis Dakwah
0 Komentar