Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Demokrasi Bukan Jalan Perubahan Hakiki

Topswara.com -- Menjelang momen pencoblosan Pemilu 2024 tinggal menghitung hari. Makin dekat menuju kotak suara, justru tidak sedikit merasakan kecemasan dan kegelisahan.

Sejumlah ahli kejiwaan memperingatkan isu kesehatan mental terhadap pendukung fanatik capres cawapres tertentu.
Alih-alih menyambut antusias dan gembira, rakyat justru semakin cemas pada hari-hari menjelang pencoblosan. Topik Pemilu selalu mewarnai setiap pembicaraan. 

Bahkan debat capres-cawapres yang diselenggarakan terkadang membuat kesal saat jagoannya mendapatkan serangan dari rival. Hal inilah yang menghubungkan antara kesehatan mental dan Pemilu yang sudah menjadi bahan studi dibelahan dunia. 

Kebanyakan penelitian ini menghubungkan antara pemilih dan yang dipilih, yakni dalam masalah kesehatan fisik, kesehatan mental, depresi, kecemasan, sampai gangguan tidur.

Diantara pemilih yang menjadi pendukung garis keras, yang cenderung mudah tersulut emosinya ketika figur pilihannya mendapat kritik atau serangan, terlebih lagi kalau yang dipilihnya kalah dalam pertarungan Pemilu.

Anggota calon legislatif yang bertarung dalam Pemilu 2024 pun tak luput dari sorotan terkait dari kesehatan mereka. Sejumlah rumah sakit daerah secara khusus menyediakan ruang bagi mereka yang mentalnya tidak kuat menghadapi kekalahan.

"Ini langsung dimasing-masing daerah. Bawaslu dengan rumah sakit masing-masing", kata dokter Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik di Kementerian Kesehatan, dalam keterangan tertulisnya kepada BBC News Indonesia (31 Januari 2024).

Mimpi diatas Sistem Kufur

Banyak orang yang kecewa terhadap tokoh yang didukungnya dalam setiap pilpres. Rakyat bermimpi dalam sistem demokrasi akan mendatangkan kemakmuran, kesejahteraan, keadilan, dan segala bentuk kebaikan. 

Rakyat menggantungkan harapan kepada wakil rakyat dan rezim yang baru hasil Pemilu dan Pilpres. Rakyat menunggu para elit politik dan para pemimpin baru memenuhi janji-janji kampanyenya saat Pemilu/Pilpres.

Faktanya, apa yang mereka harapkan tidak terbukti. Demokrasi bagaikan mimpi yang tidak bertepi, menggantungkan semua harapan hanyalah sebatas mimpi yang tidak akan pernah terbukti.

Sayangnya, banyak rakyat yang tetap tidak mengambil pelajaran. Mereka merasa yakin, bahwa yang salah bukan demokrasinya. Demokrasi tak mungkin salah, yang salah adalah aktor politik nya. Demokrasi tetap istimewa. Dan demokrasi tidak boleh dibantah.

Pesta demokrasi alias Pemilu/Pilpres jelas mendatangkan banyak kegagalan, kekecewaan. Sehingga tak ayal pesta demokrasi mengakibatkan rawan gangguan kesehatan mental rakyat,  yakni buah busuk dari demokrasi yang semakin menggerogoti kehidupan rakyat.
Rakyat kembali tertipu, terzalimi, dibuat sengsara, dan tidak ada lagi kemakmuran apalagi keadilan.

Jika pun ada, kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan yang dijamin demokrasi hanya berlaku bagi segelintir orang yang punya kuasa dan para elit pemilik modal. 

Alhasil, rakyat hanya sering disuguhi janji-janji kosong demokrasi yang sejak awal memiliki cacat bawaan dan senantiasa hidup dibawah jurang kemiskinan. 

Demokrasi bukan jalan perubahan kebangkitan hakiki. Jalan kebangkitan umat Islam hanyalah syariah Islam dan khilafah.

Sungguh tragis bila ada kalangan yang masih tetap setia bermimpi tentang demokrasi, yang  memberikan harapan dan janji palsu. 

Segala cara dilakukan demi kekuasaan. Itu sah-sah saja dalam demokrasi. Masih kah berharap pada demokrasi? Surga haram untuk pemimpin yang mati dalam keadaan menipu rakyatnya.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.[]


Yanti Muslim
Aktivis Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar