Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Berserah Diri dan Tidak Ikut Mengatur



Topswara.com -- Sobat. Agar ujian terasa ringan engkau harus mengetahui bahwa Allah-lah yang memberimu ujian. Zat yang menetapkan beragam takdir atasmu adalah Zat yang selalu memberimu pilihan terbaik. Demikian nasehat Ibnu Athaillah dalam kitabnya Alhikam.

Allah SWT berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَرَجٗا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمٗا  

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” ( lQS. An-Nisa’ (4): 65)

Sobat. Ayat ini menjelaskan dengan sumpah bahwa walaupun ada orang yang mengaku beriman, tetapi pada hakikatnya tidaklah mereka beriman selama mereka tidak mau bertahkim kepada Rasul. Rasulullah saw pernah mengambil keputusan dalam perselisihan yang terjadi di antara mereka, seperti yang terjadi pada orang-orang munafik. Atau mereka bertahkim kepada Rasul tetapi kalau putusannya tidak sesuai dengan keinginan mereka lalu merasa keberatan dan tidak senang atas putusan itu, seperti putusan Nabi untuk az-Zubair bin Awwam ketika seorang laki-laki dari kaum Ansar yang tersebut di atas datang dan bertahkim kepada Rasulullah.

Jadi orang yang benar-benar beriman haruslah mau bertahkim kepada Rasulullah dan menerima putusannya dengan sepenuh hati tanpa merasa curiga dan keberatan. Memang putusan seorang hakim baik ia seorang rasul maupun bukan, haruslah berdasarkan kenyataan dan bukti-bukti yang cukup.

Sobat. Rasulullah SAW bersabda, “ Orang yang ridha menjadikan Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta Muhammad sebagai Rasulnya, akan merasakan kelezatan Iman.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda, “ Sembahlah Allah dengan penuh kerelaan, jika kamu tidak mampu, sungguh di dalam kesabran atas sesuatu yang tidak kamu sukai terdapat banyak kebaikan.” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya)

Sobat. Masih banyak ayat dan hadits lainnya yang mengajarkan kita untuk tidak ikut mengatur rencana dan menentang ketentuan Allah SWT, baik berupa ungkapan yang tersurat maupun tersirat. Seorang yang bijaksana pernah berkata, “ Barangsiapa tidak ikut mengatur, segala urusannya akan diatur untuk dirinya.”

Allah SWT berfirman:

وَرَبُّكَ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ وَيَخۡتَارُۗ مَا كَانَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُۚ سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ  

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (QS. Al-Qashash (28): 68)

Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Allah yang menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dia satu-satunya yang berwenang memilih dan menentukan sesuatu hal, baik yang tampak maupun yang tidak, sebagaimana firman-Nya: Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Mahahalus, Maha Mengetahui. (al-Mulk/67: 14)
 
Dan firman-Nya: Dan tidakkah mereka tahu bahwa Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka nyatakan? (al-Baqarah/2: 77) 

Allah Maha Mengetahui semua makhluk-Nya, mengetahui hal ihwal, watak, dan karakternya. Kemudian Dia memilih dari hamba-hamba-Nya, siapa di antara mereka yang berhak dan wajar menerima hidayah dan diangkat menjadi rasul yang mampu melaksanakan tugasnya. Firman Allah:
Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. (al-An'am/6: 124) 

Bila Allah telah menentukan sesuatu, maka manusia tidak dapat memilih sesuai keinginannya. Ia harus menerima dan menaati apa yang telah ditetapkan Allah. Firman Allah: Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. (al-Ahzab/33: 36)

Ayat ini diakhiri dengan satu penjelasan bahwa Allah Mahasuci dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan. Tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi pilihan-Nya dan membatalkan ketentuan-Nya. Bagaimanapun keinginan dan kegigihan Nabi Muhammad memberi petunjuk untuk mengislamkan pamannya, Abu thalib, dan bagaimanapun kehendak dan kesungguhan penduduk Mekah supaya diutus seorang rasul dari kalangan mereka, semuanya itu gagal dan tidak terlaksana. Hanya pilihan dan ketentuan Allah yang berlaku dan menjadi kenyataan.

وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ  

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. Al-Baqarah (2): 132)

Sobat. Ibrahim dan Yakub berwasiat kepada putra-putranya, demikian juga yang dilakukan oleh cucunya Yakub kepada putra-putranya bahwa Allah telah memilihkan agama yang paling baik bagi mereka dan mengingatkan mereka agar menganut agama itu selama-lamanya, dan jangan sampai mati kecuali dalam keadaan Muslim. Agama yang dimaksud adalah agama Islam. Allah menegaskan bahwa agama yang hak di sisi-Nya ialah agama Islam. Allah berfirman:
 
Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Ali 'Imran/3: 19)
 
Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi. (Ali 'Imran/3: 85)

Agama yang dibawa Ibrahim itu terdapat pula di dalam kitab Musa (Taurat). Allah swt berfirman:
 
Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (al-A'la/87: 18,19)
 
Katakanlah, "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. ¦" (al-Baqarah/2: 136)

Allah tidak membeda-bedakan para nabi dan rasul yang diutus-Nya. Allah berfirman:
 
"¦Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya." (al-Baqarah/2: 136)

Karena itu, Allah memerintahkan Nabi Muhammad dan kaum Muslimin beriman kepada para nabi dan rasul-Nya. Iman kepada para nabi dan rasul serta apa yang dibawanya termasuk rukun iman.
Dari perkataan "Ibrahim telah mewasiatkan ..." dapat dipahami:

1. Bahwa yang diwariskan itu adalah suatu hal yang sangat penting. Berbahaya bagi kehidupan bila wasiat itu tidak dilaksanakan. Karena itu di dalam ayat digunakan perkataan:
a. "Wasiat" bukan "memerintahkan". Perkataan "wasiat" menunjukkan bahwa sesuatu itu sangat penting.
b. "Anak-anaknya", bukan "orang lain". Menurut kebiasaan, berwasiat kepada "anak-anak sendiri" itu diharapkan lebih mungkin terlaksana dibandingkan dengan wasiat kepada orang lain.

2. Di dalam ayat ini disebut bahwa yang berwasiat itu ialah Ibrahim a.s. dan Yakub a.s. seakan perkataan itu dipisahkan. Hal ini memberi pengertian bahwa yang disuruh melaksanakan wasiat itu bukan hanya keturunan Ibrahim a.s. dan cucunya Yakub a.s. (Bani Israil) saja, tetapi wasiat itu mencakup seluruh anak cucu Ibrahim dan seluruh kaum Muslimin, termasuk di dalamnya keturunan Ismail a.s.

Sobat. Barangsiapa yang ridha Allah SWT menjadi Tuhannya, niscaya dia menyerahkan diri secara total kepada-Nya. Barangsiapa yang ridha Islam menjadi agamanya, dia akan mengamalkan ajarannya. Barangsiapa yang ridha Muhammad SAW menjadi Nabinya, dia akan meneladaninya.

Sobat. Apabila cahaya keyakinan menerangi hatimu, niscaya engkau akan dapat melihat akherat lebih dekat denganmu sebelum engkau melangkah menujunya. Dan engkau akan melihat keindahan dunia telah diliputi selubung kebinasaan. Demikian penjelasan Ibnu Athaillah as-Sakandari.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Co-Working Space Bandara Juanda Menuju–Soeta Jakarta, 20 Februari 2024
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar