Topswara.com -- “Jangan sedikit-sedikit kamu posting, mesake sing dodolan (kasihan yang jualan), mati mereka,” ujar Anne Avante , beliau merupakan seorang designer dan pengusaha kuliner kepada sripoku.com.
Di era kemajuan saat ini banyak wadah bagi konsumen untuk menyampaikan kritik dan saran kepada pelaku usaha, baik itu produsen yang memproduksi produk dalam skala besar maupun toko retail yang menjual produk dalam skala kecil.
Media menyampaikan kritik dan saran yang di sampaikan pun beragam, ada yang langsung di sampaikan melalui hotline yang di sediakan oleh produsen, ada yang di sampaikan melalu aplikasi google maps dengan memberikan rating di sertai komentar, ada pula yang di sampaikan melalui media sosial pribadi.
Tidak jarang rating yang di berikan mepengaruhi image usaha tersebut di mata konsumen, sehingga selanjutnya berpengaruh terhadap kondisi bisnis tersebut.
Tentu kritik dan saran sesuatu yang baik, sebagai cara untuk memperbaiki kualitas secara keseluruhan atas bisnis tersebut tergantung apa yang di kritik oleh konsumen. Hanya saja tentu ada cara dalam menyampaikan kritik dan saran tersebut agar betul betul menjadi kebaikan bagi semua sesuai tujuan dari kritik dan saran yang disampaikan.
Sebagai konsumen tentu menginginkan kualitas yang baik ketika membeli sebuah produk. Permasalahan akan terjadi ketika produk yang di terima tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Respons atas hal di atas tentu setiap orang akan berbeda beda.
Dalam Islam ketika ada permasalahan yang terjadi dalam jual beli ada solusi yang dapat dilakukan, bahkan jauh sebelum hal tersebut terjadi islam dalam syariat nya sudah mengatur tata cara dalam jual beli agar satu sama lain saling ridha. Dalam Islam ketika jual beli ada yang nama nya hak khiyar (hak menolak atau hak menerima) apa yang di transaksikan.
Dalil harus adanya saling rida dalam jual.beli didasarkan pada hadis riwayat Ibnu Hibban:
إنما البيع عن تراض
Artinya: “Sesungguhnya jual beli itu berangkat dari saling rida .” (Lihat: Syekh Abu Yahya Zakaria al Anshory, Fathul Wahab bi Syarhi Manhaji al Thullab, Kediri: Pesantren Fathul Ulum, tt: Jilid 1: 157).
Lalu bagaimana apabila setelah di luar majelis akad konsumen atau produsen merasa kurang puas, Islam mengajarkan untuk tabayyun (mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas dan benar keadaan sesungguhnya) sehingga kita dapat menemukan solusi yang memuaskan bagi kedua belah pihak.
Lalu bagiamana Islam mengatur ketika konsumen ingin memberikan kritik dan saran kepada produsen, sampaikan dengan cara yang baik, dengan tidak mempermalukan di depan publik sehingga menjatuhkan kehormatan saudara kita.
Rasulullah shallallahu alahi wasallam bersabda: “Barang siapa yang berusaha menjaga kehormatannya maka Allah akan menjaga kehormatannya, dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allah akan memberinya kecukupan.” (Shahih al-Bukhary, no. 1427).
Di era modern seperti saat ini, tulisan mampu menjangkau pembaca yang sangat luas, dibantu oleh peran internet dan media sosial yang sangat mudah untuk di akses serta meningkat penggunanya dari tahun ke tahun.
Sehingga apabila kita membuat sebuah tulisan yang itu tidak benar atau keliru sehingga menzalimi seseorang atau bisnis tertentu tanpa kita tabayyun sebelumnya, tentu dapat menjadi dosa jariyah yang akan kita bawa sampai akhirat.
Memberikan kepuasan kepada kedua belah pihak tentu tidaklah mudah, perlu adanya sebuah institusi yang harus mampu menjaga agar semua nya amanah dalam menjalankan aktivitas nya. Baik sebagai produsen maupun konsumen.
Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, At Tirmidzi meriwayatkan bahwa khalifah Umar bin al-Khattab Radhiyallahu Anhu, mengeluarkan perintah,
لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ
“Jangan berjualan di pasar ini para pedagang yang tidak mengerti dien (muamalat)”.
Peran negara dalam menjaga hak dan kewajiban tentu sangat besar peran nya. Baik untuk produsen dan konsumen, sehingga kepuasan bisa di rasakan oleh kedua belah pihak.
Apakah peran negara saat ini sudah mampu melindungi hak-hak konsumen? Fenomena ini dapat dijawab dengan pertanyaan “mengapa konsumen lebih memilih menulis di medsos, daripada melapor kepada negara ketika merasa tidak puas ?”.
Wallahua’lam bisawab.
Oleh: Rizal Rosadi
Aktivis Dakwah
0 Komentar