Topswara.com -- Para ulama memandang bahwa tobat adalah wajib bagi setiap orang atas setiap dosa yang dia lakukan; baik dosa besar atau dosa kecil; baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah, seperti iri dan dengki.
Jika dosa yang diperbuat terkait dengan hak Allah dan tidak berkaitan dengan hak adami (manusia), maka syarat tobatnya ada 3 (tiga): menanggalkan sama sekali dosa yang telah diperbuat itu; menyesali diri; bertekad untuk tidak melakukannya lagi selamanya. Jika salah satu dari ketiga syarat ini tidak dipenuhi maka tobatnya tidak sah.
Adapun jika dosa yang dilakukan terkait dengan hak manusia, maka syarat tobatnya ada 4 (empat): tiga syarat yang disebutkan di atas ditambah dengan mengembalikan hak kepada pemiliknya; jika berupa harta yang dirampas maka harta itu dikembalikan kepada pemiliknya; jika berupa pencemaran nama baik/tuduhan palsu maka tobatnya dengan mau menerima hukuman (had qadzaf) atau meminta maaf kepada yang dituduh; jika berupa tindakan meng-ghibah orang maka harus meminta kerelaan orang yang di-ghibah itu; dst. (Muhammad ‘Allan ash-Shiddiqi, Dalil al-Falihin li Thuruq Riyadh ash-Shalihin, I/54).
Dalil atas kewajiban bertobat banyak ditemukan dalam al-Quran, as-Sunnah maupun Ijmak. Dalam al-Quran, misalnya, Allah SWT berfirman (yang artinya): Bertobatlah kalian semuanya kepada Allah, wahai kaum Mukmin, agar kalian beruntung (TQS an-Nur [24]: 31); Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kalian dengan tobat yang tulus (TQS at-Tahrim [66]: 8).
Baginda Rasulullah SAW. juga bersabda, antara lain: “Demi Allah, aku benar-benar beristigfar dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR al-Bukhari); “Wahai manusia, bertobatlah kalian dan bersitigfarlah kepada-Nya, karena sesungguhnya aku pun bertobat kepada-Nya sehari seratus kali.” (HR Muslim).
Terkait dengan tobat ini, seorang ulama pernah ditanya, “Apakah seorang hamba yang bertobat dapat diketahui tobatnya diterima atau ditolak oleh Allah SWT?” Ia menjawab, “Tak ada seorang pun yang mengetahuinya. Namun, ada 6 (enam) tanda tobat seseorang itu diterima oleh Allah SWT: ia melihat dirinya tidak bebas dari dosa (sehingga ia banyak beristigfar kepada-Nya); kalbunya tidak merasa tenang dan selalu bersedih karena dosa-dosanya; senantiasa mendekati para pelaku kebaikan dan berupaya menjauhi pelaku kejahatan (karena takut jatuh ke dalam kemaksiatan); memandang sedikitnya harta dunia sebagai banyak (sehingga ia tetap banyak bersyukur) dan memandang banyaknya amal shalih untuk akhirat sebagai sedikit (sehingga ia terus-menerus berusaha memperbanyak amal shalihnya); kalbunya selalu sibuk dengan apa saja yang telah Allah perintahkan kepadanya (yang wajib maupun sunnah) dan tidak menyibukkan diri dengan apa yang tidak Allah perintahkan kepadanya (yang makruh apalagi yang haram); serta senantiasa menjaga lisan dan membiasakan diri menyesali dosa (an-Nawawi, Nasha’ih al-Ibad, hlm. 48-49).
Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []
Oleh: Ustaz Arief B. Iskandar
Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor
0 Komentar