Topswara.com -- Sobat. Jadilah orang yang bahagia dengan bertawakal kepada Allah, tenang dengan mengingat Allah, dan ridha dengan pembagian Allah SWT.
Tawakal adalah sarana mendapatkan pertolongan dan kemudahan dari Allah. Untuk melengkapi sikap tawakal, hendaknya kita selalu mengingat Allah (zikrullah).
Mengingat Allah merupakan jalan meraih ketenangan jiwa, sehingga kita akan selalu ridha dengan segala pemberian-Nya. Jadi tawakal yang diiringi zikrullah dan sikap ridha adalah kunci hidup bahagia.
Sobat. Tawakal merupakan keyakinan tertinggi sekaligus kondisi spiritual terbaik orang-orang yang dekat dengan Allah.
فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran (3) : 159).
Sobat. Meskipun dalam keadaan genting, seperti terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin dalam Perang Uhud sehingga menyebabkan kaum Muslimin menderita, tetapi Rasulullah tetap bersikap lemah lembut dan tidak marah terhadap para pelanggar itu, bahkan memaafkannya, dan memohonkan ampunan dari Allah untuk mereka. Andaikata Nabi Muhammad SAW bersikap keras, berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan diri dari beliau.
Di samping itu Nabi Muhammad saw selalu bermusyawarah dengan mereka dalam segala hal, apalagi dalam urusan peperangan. Oleh karena itu kaum Muslimin patuh melaksanakan keputusan-keputusan musyawarah itu karena keputusan itu merupakan keputusan mereka sendiri bersama Nabi.
Mereka tetap berjuang dan berjihad di jalan Allah dengan tekad yang bulat tanpa menghiraukan bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka bertawakal sepenuhnya kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum Muslimin selain Allah.
وَمَا لَنَآ أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى ٱللَّهِ وَقَدۡ هَدَىٰنَا سُبُلَنَاۚ وَلَنَصۡبِرَنَّ عَلَىٰ مَآ ءَاذَيۡتُمُونَاۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُتَوَكِّلُونَ
“Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri".(QS. Ibrahim (14) :12).
Sobat. Pada ayat ini diterangkan penegasan para rasul kepada umat mereka, bahwa bagi mereka tidak ada alasan sama sekali untuk tidak bertawakal kepada Allah swt, karena Dia telah memberikan rahmat dan nikmat yang banyak sekali kepada mereka.
Di antaranya ialah bahwa Allah SWT telah menunjukkan kepada mereka jalan lurus yang mengantarkan mereka kepada cahaya iman yang terang benderang sehingga mereka memperoleh rida-Nya di dunia dan di akhirat.
Oleh sebab itu, mereka akan menghadapi semua ancaman umat mereka dengan penuh kesabaran dan keuletan serta tawakal kepada Yang Mahakuasa. Hanya kepada Allah semata-mata orang-orang mukmin bertawakal dan berserah diri. Mereka tidak merasa gentar ataupun takut terhadap ancaman orang-orang yang tidak beriman karena segala sesuatu di alam ini tunduk di bawah kekuasaan Allah.
Sobat. Ibnu Qayyim al-Jauziyah pernah mengatakan, “Banyak kalangan berpendapat bahwa tawakal baru sempurna jika kau mengabaikan ‘sebab’. Pendapat ini keliru. Yang benar, abaikan ‘sebab’ dengan hati, bukan dengan anggota tubuh. Jadi tawakal yang benar adalah mengabaikan ‘sebab’melalui hati. Sementara anggota tubuh tetap berusaha. Pada posisi inilah kita sebut disebut mengandalkan Allah dan bukan mengandalkan usaha.”
Sobat. Adapun Delapan Fondasi tawakal :
Pertama, mengetahui Allah SWT berikut sifat-sifat-Nya. Tawakal hanya dimiliki oleh orang-orang yang membenarkan sifat-sifat-Nya. Makin tinggi pemahaman tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, makin baik dan kuat tawakal kita.
Kedua, meyakini adanya hukum sebab-akibat. Allah menetapkan tawakal, doa, dan usaha sebab untuk memperoleh sesuatu yang kita inginkan. Tanpa usaha, kita tidak dapat meraih keinginan, karena tidak menghidupkan unsur ‘sebab’
Ketiga, mengukuhkan hati pada tauhid. Semakin murni tauhidmu, semakin benar tawakalmu. Tawakalmu hanya sempurna jika tauhid tertanam kuat dalam kalbumu. Bahkan, hakikat tawakal adalah peng-esaan kepada Allah. Kalau engkau masih berpaling dan bergantung kepada selain Allah SWT, berarti ada ruang dalam hatimu yang tidak terisi oleh-Nya. Itu artinya tawakalmu belum benar.
Keempat, menyadarkan hati pada Allah dan merasa nyaman bergantung kepada-Nya. Singkirkan ketergantungan kepada ‘sebab’ lalu tentramkan hatimu dengan bersandar kepada-Nya.
Dengan begitu, engkau takkan peduli dengan ada atau tidak adanya ‘sebab’ engkau takkan cemas ketika kehilangan sesuatu yang kaucintai atau mendapatkan sesuatu yang kaubenci. Karena, ketergantungan kepada Allah dapat menenangkan hatimu.
Kelima, berbaik sangka kepada Allah SWT. Semakin berbaik sangka kepada Allah, semakin sempurna tawakal kita. Tidak akan ada tawakal jika kita selalu berburuk sangka kepada-Nya. Begitu pula, tak aka nada tawakal bila kita tidak pernah berharap dari-Nya.
Keenam, menyerahkan hati kepada Allah SWT secara utuh dan tidak membangkang-Nya. Penyerahan ini ibarat penyerahan diri seorang budak kepada majikannya, di mana sang majikan bebas mengatur sesuka hatinya dan tidak mau dibantah.
Ketujuh, pasrah. Inilah ruh dan hakikat tawakal. Serahkan dan pasrahkan semua urusan kepada Allah SWT sambil memohon dan berusaha, tanpa merasa dipaksa dan terpaksa. Kepasrahan di sini ibarat seorang bocah menyerahkan semua urusan kepada orang tuanya.
Kedelapan, ridha. Inilah buah tawakal ; Rela terhadap semua kehendak Allah SWT.
Sobat. Tawakal pada dasarnya adalah kepercayaan utuh kepada Allah SWT yang terpatri di dalam hati; bersandar kepada Allah, berlapang dada, serta tidak mencemaskan segala yang akan terjadi.
Ada juga yang memaknai tawakal sebagai ketenangan hati terhadap segala persoalan duniawi, seperti rezeki, dan menyerahkan semua perkara kepada Allah. Ada tiga tanda orang bertawakal; tidak meminta-minta, tidak menolak pemberian, dan tidak menimbun harta.
Sobat. Orang bahagia adalah orang yang jiwanya sibuk oleh perbuatan-perbuatan mulia dan ketaatan kepada Allah. Jiwanya pergi meninggalkan dosa dan maksiat. Bahagia atau sengsara itu bergantung pada cara kita menjaga iman dan amal. Maka dari itu, jagalah iman kita agar tetap kuat dan kerjakanlah amal shalih.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku Buatlah Tanda di Alam Semesta. Dosen Pascasarjana UIT LIrboyo
0 Komentar