Topswara.com -- Debat ketiga capres sama sekali tidak tampak sebagai debat yang berkualitas, melalui ekplorasi gahasan dan menemukan terobosan. Namun lebih sebagai debat untuk menyudutkan lawan bicara, memprovokasi, dan sangat kuat kecendrungan subyektifitas pribadi dalam menilai lawan debat atau fokus mencari kesalahan lawan tetapi tidak dalam konteks materi debat. Mirip orang putus pacar, salah dicari sampai lobang semut.
Padahal tema debat kali ini adalah tema yang berat bagi masyarakat umum dan masalah yang didebat adalah kompleks dan tidak linier. Debat tema ini sangat kuat aspek ekonomi politiknya dan memang itulah tools yang baik dalam memahami dan memecahkan masalah bangsa saat ini.
Debat ini mengambil tema pertahanan keamanan, hubungan luar negeri, geopolitik dll. Sangat banyak tema dan banyak masalah yang dapat dieksplorasi dalam debat ini sebenarnya. Karena debat ini juga seharusnya menunjukkan kepada internasional betapa berkualitasnya bangsa kita. Tetapi apa boleh buat, ini masih gaya emak-emak ngerumpi.
Terkait pertahanan keamanan banyak masalah besar yang dihadapi Indonesia terutama sekali pembetukan AUKUS yang membawa kapal selam nuklir ke Australia sebagai ancaman pertahanan keamanan paling serius bagi Indonesia.
Indonesia juga harus memainkan peran oenting dalam konflik laut Cina Selatan, stabilitas kawasan Asia, ASEAN, masalah pembebasan Palestina, konflik di Myanmar dan penanganan Pengungsi dan lain sebagainya.
Masalah keamanan nasional juga masih begitu banyak terkait dengan masalah pencucian uang, kejahatan transnasional yang melibatkan transaksi uang kotor, perjanjian mengenai penanganan korupsi, kejahatan keuangan, perjanjian anti pencucian uang, pembobolan data pribadi, kerusakan data akibat korupsi E-KTP dan lain sebagainya, kekacauan ITE Indonesia akibat korupsi tower.
Mestinya debat ini bisa fokus isue keamanan data salah satunya, paling tidak mengevaluasi proyek E-KTP yang dibiayai bank dunia begitu besar mengapa tidak didayagunakan untuk memperkuat kemanan data pribadi. Ini harus diperbaiki dan masalah korupsi E-KTP yamg sangat besar itu harus diselesaikan agar dunia yakin masih bisa bekerjasama dimasa depan dengan Indonesia terkait rezim data.
Masalah hubungan luar negeri juga menjadi tantangan yang besar karena banyaknya diplomasi yang harus diselesaikan Indonesia. Gugatan di WTO terkait agenda hilirisasi di Indonesia, gugatan nickel, pelarangan sawit do Uni eropa, penolakan atas bio diesel Indoneaia, gugatan soal pembatasan impor ayam, dan berbagai diplomasi internasional lain yang memerlukan pendalaman dan terobosan.
Selain itu ada masalah besar terkait dengan patahan geopolitik yakni transisi energi, digitalisasasi dan penataan sistem keuangan baru yang tidak lagi berbasis devisa atau cadangan mata uang asing. Kesemua isue itu akan menjadi patahan sejarah yang besar. Bagi Indonesia sebagai climate super power baru akan menjadi kekuatan kunci dalam penyelesaian masalah iklim.
Lebih mendasar lagi kemampuan diplomasi Indonesia akan sangat ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam membangun ekonomi, depend and security yang harus ditopang oleh keuangan yang kuat. Tidak ada kekuatan diplomasi jika bangsa dan negara masih kere.
Maka harus ada lompatan besar dalam menggerakkan industrialisasi, hilirisasi dan penyelamatan keuangan melalui penyelamatan uang cucian senilai 340 Triliun, uang 11 ribu triliun. Sehingga Indonesia tidak dianggap sebagai pusat pencucian uang oleh Internasional.
Kesimpulan hasil debat saya lihat mirip Rapat Dengar Pendapat DPR dengan kemeterian pertahanan. Dua pasangan capres hanya sibuk masalah pertahanan saja atau khsus menyudutkan kementerian pertahanan yang merupakan Capres nomor 2 dan juga Menteri Pertahanan, lalu mereka berusaha membongkar data data pertahanan negara untuk maksud tertentu dan tidak memperluas spektrum perdebatan kepada konsepsi konsepsi.
Akhir debat ini capres 01 memberi nilai kementerian pertananan 11 dari 100 (sangat merah) dan capres 03 memberi nilai 5 (merah juga) kepada kementerian pertahanan. Kita publik bingung juga ini maksudnya apa? Dasarnya apa? Data pertahanan negara seperti apa yang dipegang capres capres ini sehingga berani membuat kesimpulan semacam itu? Apakah mereka juga memegang rahasia negara yang paling vital? Semoga tidak diumbar pesan Gemoy. Tetapi siapa menjamin?
Oleh : Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia
0 Komentar