Topswara.com -- DPR RI bersama pemerintah resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam masa persidangan II tahun sidang 2023-2024. Terdapat sejumlah poin yang direvisi, salah satunya penghapusan Pasal 27A.
Terkait revisi ini, Kementerian Kominfo menyampaikan sejumla substansi penting yang diubah. Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan revisi UU ITE mengadopsi KUHP baru serta memberikan penjelasan spesifik tentang UU ITE. (tirto.id/7/12/2023)
Menanggapi hal itu, kelompok masyarakat sipil mengkritisi perubahan kedua atas Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik [UU ITE] yang baru saja ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Mereka menyatakan bahwa Pasal-pasal bermasalah tersebut akan memperpanjang ancaman bagi publik mendapatkan informasi serta hak kebebasan berekspresi di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024 yang diteken presiden pada 2 Januari itu masih memuat pasal-pasal bermasalah seperti pencemaran dan penyerangan nama baik, ujaran kebencian, informasi palsu, dan pemutusan akses.
Demikian menurut organisasi-organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi UU ITE [Koalisi Serius]. Koalisi ini merupakan gabungan 25 organisasi masyarakat sipil, termasuk Aliansi Jurnalis Independen, Amnesty International Indonesia, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. (floresa.co/6/12/2024)
Perubahan kedua atas UU ITE dipandang masih banyak mengandung pasal bermasalah. Undang-Undang tersebut juga dinilai dapat menjadi pasal karet sehingga bisa dimainkan untuk menyerang pihak tertentu. Pasal karet juga membuka peluang terjadinya kriminalisasi pada lawan politik, juga pada umat islam yang selalu dijadikan sebagai pihak tertuduh.
Seperti itulah gambaran buruk sistem demokrasi ketika membuat aturan dalam kehidupan. Revisi UU adalah hal biasa terjadi dalam sistem demokrasi. Aturan yang lahir juga tidak jauh dari aturan yang memberi manfaat dan maslahat bagi yang membuat aturan. Didalam sistem demokrasi, kedaulatan berada ditangan manusia. Sehingga manusia punya wewenang untuk membuat aturan dalam kehidupan.
Undang-undang ITE seyogyanya ditetapkan untuk menertibkan penggunaan informasi dan komunikasi bagi masyarakat. Namun, dengan adanya pasal karet justru bisa menjadi alat pukul baru bagi masyarakat yang dianggap bertentangan dan menentang.
Hal ini adalah bukti kesekian kalinya kelemahan dan kebobrokan sistem demokrasi. Aturan yang lahir dari sistem ini tidak lain adalah aturan sekular yang memisahkan aturan agama dari kehidupan.
Sangat jauh berbeda dengan penerapan UU dalam sistem islam yakni khilafah. Didalam islam, UU ditetapkan oleh negara untuk menegakkan keadilan dan mengatur kehidupan masyarakat serta jauh dari konflik kepentingan. Di dalam Islam, ketakwaan adalah landasan bagi penguasa dalam menjalankan amanah nya. Kedaulatan berada ditangan syarak. Sehingga aturan Allah benar-benar ditegakkan dalam kehidupan masyarakat.
Selain itu, media di dalam Islam memiliki peran strategis, baik dalam mencerdaskan umat maupun sebagai penyalur aspirasi rakyat dan juga sebagai alat muhasabah perangkat negara. Untuk itu, khilafah melalui departemen penerangan (i'lam) akan membuat aturan yang juga tidak keluar dari hukum syarak.
Pengaturan media dan penyampaian pendapat oleh rakyat adalah untuk menegakkan keadilan dan menjaga agar tetap berada dalam keridhoan Allah SWT. Antara penguasa dan rakyat akan saling menasehati dalam menegakkan keadilah dan hukum syarak. Sehingga di dalam sistem khilafah, rakyat bisa dengan mudah memberikan masukan kepada penguasa (muhasabah).
Selain itu, aktifitas muhasabah kepada penguasa adalah bagian dari aktifitas amar makruf nahi mungkar. Suasana yang terbangun antar rakyat dan penguasa adalah suasana amar makruf nahi mungkar karena dorongan keimanan kepada Allah SWT bukan karena dorongan yang lain.
Sungguh kita benar-benar merindukan suasana seperti itu. Suasana yang dibangun antara rakyat dan penguasa karena dilandasi iman kepada Allah. Semua kondisi itu hanya bisa terwujud dalam sistem khilafah Islam.
Wallahua'lam Bisshawab
Oleh: Pipit Ayu, S.Pd.
Aktivis Muslimah
0 Komentar