Topswara.com -- Banyaknya perempuan pekerja migran yang mendapat perlakuan tidak manusiawi bukanlah kabar burung. Tidak hanya pekerja yang sudah ditempatkan di luar negeri, calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ditampung di lembaga-lembaga pelatihan pekerja luar negeri, juga ditemukan mendapatkan perlakuan yang tidak layak.
Sebagaimana temuan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) saat melakukan pemantauan pada beberapa Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKN) daerah Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat.
Komnas Perempuan menemukan banyak Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) swasta yang memiliki asrama penampungan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) dengan kondisi yang jauh dari layak, seperti bekerja tanpa upah, dan melakukan pembatasan komunikasi serta kunjungan keluarga. (voaindonesia, 18 Desember 2023)
Temuan Komnas Perempuan itu, menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) kenyataannya belum mampu memberi perlindungan seperti yang diharapkan.
Perempuan pekerja migran masih ditempatkan dalam posisi yang lebih rendah serta rentan mendapatkan perlakuan tidak layak seperti saat belum adanya regulasi tersebut.
Perempuan Pahlawan Devisa
Banyaknya perempuan yang nekat bekerja demi mengadu nasib di negara tetangga bukan tanpa alasan. Karena kenyataannya ketersediaan lapangan kerja bagi laki-laki di dalam negeri terbatas.
Persaingan mendapatkan pekerjaan demikian tinggi, terlebih jika tidak memiliki pendidikan dan skill (keterampilan) yang memadai semakin mempersempit kesempatan kerja.
Sementara peluang untuk bekerja ke negeri tetangga begitu terbuka, terlebih bagi para perempuan baik melalui jalur resmi maupun ilegal. Kondisi ini menjadikan perempuan rela menjadi pahlawan devisa. Meski harus menanggung risiko berpisah dengan keluarga atau bahkan mendapatkan perlakuan tidak layak.
Ironinya, semua ini terjadi di tengah kondisi negara Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun negara tidak mampu membuka lapangan kerja yang luas bagi rakyatnya.
Sebaliknya karpet merah digelar untuk para pekerja luar negeri. Berapa banyak pengelolaan sumber daya alam yang diserahkan pada pihak asing dan swasta sekaligus mempekerjakan tenaga kerja asing.
Kondisi demikian menunjukkan absennya negara dalam mengurusi kebutuhan rakyatnya. Kalaupun ada regulasi yang mengatur perlindungan bagi rakyatnya yang bekerja di luar negeri, seakan negara memang membuka keran bagi rakyat khususnya wanita untuk bekerja di luar negeri.
Meskipun kenyataan di lapangan regulasi tersebut masih jauh panggang dari api. Perempuan pekerja migran mendapat perlakuan tidak layak sejak dari balai pelatihan.
Abainya Penguasa dalam Sistem Kapitalisme
Banyaknya perempuan yang mengadu nasib ke negara tetangga menunjukkan penguasa tidak mampu menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Penguasa dalam sistem kapitalisme, hanya berperan sebagai regulator yang mengeluarkan kebijakan dan cenderung berpihak pada pemilik modal.
Maka wajar meski Indonesia memiliki banyak sumber kekayaan alam, tetapi tidak mampu membuka lapangan kerja yang cukup untuk rakyatnya terutama bagi para laki-laki yang bertanggung jawab dalam urusan nafkah.
Di samping itu, individualis menjadi ciri khas yang melekat pada sistem kapitalisme. Semua kebutuhan rakyat ditanggung oleh masing-masing individu. Pada akhirnya beban hidup akan semakin berat dirasakan oleh rakyat.
Masyarakat sulit mendapatkan kehidupan yang sejahtera. Ketika lapangan kerja di dalam negeri terbatas untuk memenuhi kebutuhan asasi, tentu peluang bekerja ke luar negeri menjadi pilihan.
Islam Sesuai Fitrah Manusia
Berbeda dengan kapitalisme yang menjadikan negara abai terhadap kepentingan rakyat, Islam menjadikan negara bertanggung jawab sebagai pengurus rakyat. Sebagaimana sabda Nabi saw.: "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus), ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR. Bukhari).
Dalam Islam, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan asasi rakyat melalui berbagai mekanisme, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang layak untuk para laki-laki sebagai pihak penanggung nafkah.
Negara dapat mengelola sumber daya alam yang merupakan kekayaan milik umum demi kepentingan rakyat. Dari sini, negara dapat menciptakan lapangan kerja yang memadai.
Dengan tersedianya lapangan kerja bagi kaum laki-laki, maka perempuan dalam Islam akan mendapatkan kehidupan yang lebih aman. Sebab aturan Islam menetapkan perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga. Aturan ini digali dari sebuah kaidah “al-ashlu fil mar’ati annahaa ummun wa rabbatul bayti. Wa hiya ‘irdhun an yushana”.
Artinya, Hukum asal seorang perempuan adalah ibu dan pengatur rumah suaminya.
Perempuan merupakan kehormatan yang wajib dijaga. Inilah tugas dan peran mulia yang ditetapkan Allah bagi kaum perempuan.
Semua aturan Islam yang berkaitan dengan perempuan diarahkan agar mereka selalu dalam kondisi terjaga dan terlindungi hingga mampu menjalankan tugas dan peran utama tersebut.
Dengan demikian, negara dalam Islam hadir sebagai pelindung rakyat, baik laki-laki maupun perempuan, tidak membawa penderitaan ataupun berlaku zalim.
Aturan Islam sesuai dengan fitrah manusia, karena lahir dari Sang Maha Pencipta manusia. Aturan yang dapat menyejahterakan ini hanya dapat terwujud dalam bingkai penerapan syariat Islam kaffah.
Wallhua'lam bishawab.
Oleh: Siti Aisyah
Pegiat Literasi
0 Komentar