Topswara.com -- Berita tentang bencana tidak pernah berhenti setiap hari. Banjir, longsor, gempa, ataupun bencana lainnya.
Bencana Berulang Akibat Kebijakan yang Tak Bijak
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat telah terjadi sebanyak 4.940 bencana sepanjang 2023 (CNNIndonesia.com, 12/1/2024). Dan jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala BNPB Letjen Suharyanto mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi resiko bencana yang tinggi. Suharyanto pun menjelaskan, kejadian bencana alam paling banyak terjadi adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir dan cuaca ekstrem.
Rincian kasusnya, ada 1.802 karhutla, 1.170 bencana banjir, 1.155 cuaca ekstrem, 579 tanah longsor, 168 kekeringan, 31 gelombang pasang dan abrasi, 31 gempa bumi, dan 4 erupsi gunung berapi. Lanjutnya. Korban nyawa pun tidak bisa dihindari. Mulai dari korban meninggal, hilang dan luka-luka. Tidak hanya nyawa, hilangnya tempat tinggal penduduk pun menjadi hal yang pasti terjadi.
Tengok saja, bencana banjir di Dayeuh Kolot, Bandung Jawa Barat. Sebanyak tujuh RW masih terendam meskipun banjir sudah mulai surut (beritasatu.com, 14/1/2023). Banjir yang disebabkan meluapnya sungai Citarum dan jebolnya tanggul anak Sungai Cikapundung, telah merendam ribuan rumah warga Dayeh Kolot. Banjir tahunan yang selalu terjadi di wilayah Dayeuh Kolot semestinya mampu diperhatikan. Banjir layaknya agenda yang telah ditetapkan.
Tidak hanya di Bandung. Wilayah Jakarta pun menjadi wilayah yang sudah terbiasa mengalami banjir tahunan saat musim penghujan datang. Hujan deras yang mengguyur Jakarta, Kamis lalu (11/1/2024), menyebabkan lima RT dan enam ruas jalan di DKI Jakarta terendam banjir (beritasatu.com, 12/1/2024). Hujan deras dan Kali Mampang yang meluap ditengarai sebagai penyebab banjir terjadi. Demikian diungkapkan Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji.
Lantas, apakah musibah ini hanya mampu kita terima dengan pasrah tanpa ada usaha pencegahan?
Betul sekali, bencana adalah ketetapan Dzat Maha Kuasa. Kita sebagai manusia yang lemah hanya mampu menerima dan sabar atas segala ketetapannya.
Namun, tidak mungkin ada asap jika tidak ada api. Mungkin peribahasa tersebut cocok untuk menggambarkan keadaan saat ini. Musibah datang karena berbagai sebab yang memantik. Dan semuanya erat hubungannya dengan konsep pembangunan yang tidak terencana dengan baik. Tidak ada rencana komprehensif yang mendalam saat akan membangun suatu infrastruktur.
Model pembangunan yang diterapkan saat ini adalah pembangunan ala kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan para korporat kapitalis. Mereka abai terhadap dampak yang ditimbulkan. Tata kelola lingkungan dipinggirkan begitu saja.
Misalnya kasus alih fungsi lahan yang mudah sekali disetujui pihak pemerintah demi memuluskan bisnis para pemilik modal. Semua ditetapkan atas kebijakan yang hanya berorientasi pada keuntungan materi. Akibatnya keseimbangan lingkungan rusak dan tidak mampu menjadi buffer (penyangga) saat cuaca ekstrim terjadi.
Sebagaimana yang diungkapkan WALHI, bahwa berkurangnya resapan air menjadi penyebab utama banjir yang terjadi di sebagian besar wilayah. Alih fungsi hutan, penebangan liar dan perusakan kawasan hutan menjadi fakta yang sangat serius saat ini.
Tidak hanya konsep alih fungsi lahan. Pembangunan wilayah tujuan pariwisata pun kini gencar dilakukan. Tanpa memperhatikan kebijakan tata kelola lingkungan yang benar. Kebijakan yang kini ada telah menabrak konsep pelestarian lingkungan.
Eksploitasi lingkungan terus dilakukan dan merubahnya menjadi pabrik "cuan". Tentu saja, konsep ini melahirkan ketidakseimbangan lingkungan. Hingga akhirnya mengancam kehidupan manusia.
Pembangunan dalam Sistem Islam
Sistem Islam menetapkan bahwa kepentingan rakyat adalah prioritas utama. Pun demikian dengan tujuan infrastruktur yang dibangun, senantiasa berkaca pada kepentingan rakyat. Bukan korporat. Semua kebijakan pembangunan ditetapkan untuk menjaga kepentingan, memudahkan dan utuh melayani rakyat. Keharmonisan lingkungan pun senantiasa menjadi acuan untuk menetapkan konsep pembangunan.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)."
(QS. Asy-Syura :30).
Segala bentuk upaya komprehensif untuk mensolusikan masalah bencana, termasuk banjir adalah dengan mencampakkan sistem kapitalisme yang jelas-jelas merusak lingkungan. Kemudian menggantinya dengan sistem yang amanah mengurusi urusan rakyat. Yakni sistem Islam dalam wadah khilafah. Satu-satunya institusi yang menjadikan syariat Islam sebagai pedoman utama menetapkan kebijakan.
Khilafah akan menetapkan pengelolaan lingkungan yang shahih dan berkesinambungan. Pengelolaan tanah dan segala sumberdaya alam ditetapkan sesuai syariat Islam.
Khilafah adalah perisai yang mampu menjaga umat secara sempurna. Upaya preventif (pencegahan) bencana akan diusahakan secara optimal. Konsep pembangunan dalam khilafah mengutamakan pembangunan yang ramah lingkungan dan mengandalkan ilmu para khubara dalam penetapan kebijakannya. Sehingga mampu meminimalisasi bencana yang mungkin akan terjadi.
Segala bentuk pembiayaan yang dibutuhkan telah ditetapkan dalam pos-pos Baitul Maal sesuai kebijakan khalifah. Begitu pula dengan usaha kuratif dan rehabilitasi setelah bencana terjadi. Semua ditetapkan demi menjaga nyawa umat.
Dengan konsep Islam yang sempurna, nyawa rakyat terjamin penjagaannya. Islam-lah sebaik-baik aturan. Hanya dengannya kehidupan menjadi berkah.
Wallahu a'lam bisshawab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
0 Komentar