Topswara.com -- Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan sebagian besar penduduknya bekerja pada bidang pertanian. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang luas, sumber daya alam beraneka ragam dan berlimpah.
Taetpi aneh, derasnya impor masih saja dilakukan dikutip laman CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras. (2/1/2024).
Kebijakan impor pangan sebenarnya menunjukkan kelemahan perekonomian Indonesia. Negara tidak mampu berdikari, berdaulat diatas kaki sendiri.Kebijakan ini justru mematikan pertanian di Indonesia.
Pasalnya kebijakan ini justru hanya memiskinkan petani-petani lokal. Pengamat Ekonomi asal Universitas Hasanuddin (Unhas) Anas Iswanto Anwar mengaku heran dengan kebijakan impor 70.000 ton beras masuk Sulawesi Selatan (Sulsel). Anas menilai kebijakan impor suatu hal yang aneh saat Sulsel dikenal sebagai lumbung padi nasional. detikSulsel, Jumat (20/10/2023).
Sesungguhnya kebijakan impor yang berkepanjangan ini menjadi bukti nyata buruknya riayah negara terhadap urusan umat, nampak dari kebijakan impor yang sangat bebas dan tak mengidahkan kepentingan negara dan rakyat banyak. Bahkan, kebijakan ini merupakan bukti penguasa sudah jadi terjebak danmenjadi antek kepentingan kapitalisme global.
Seyogianya hal ini tidak terlepas dari sistem kapitalisme yang mencengkram negeri ini. Kapitalisme yang mengubah negeri agraris ini menjadi negeri importir pangan. Kebijakan yang dilahirkan pemerintah akan senantiasa diarahkan untuk para kepentingan para kapitalis. Maka tidaklah heran jika kebijakan yang dilahirkan malah semakin menyengsarakan kaum mayoritas (rakyat) dan mensejahterakan kaum minoritas (kapital).
Hal ini jauh berbeda dengan sistem Islam yang berlandaskan kepada syariat Allah, Dalam Islam pertanian menjadi perhatian negara karena pertanian menyangkut hajat hidup orang banyak. Bahkan Rasullullah bersabda dalam sebuah hadisnya, “Tidaklah seorang muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmizi dan Ahmad).
Negara dalam Islam melakukan penjagaan dan pengelolaan pasar dengan baik. Sehingga, penetapan harga akan senantiasa terjaga. Negara juga memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk kesejahteraan rakyatnya, serta memaksimalkan pendistibusian hasil SDA secara merata hingga pemenuhan hajat hidup rakyat secara keseluruhan terpenuhi. Bukannya malah impor.
Kebijakan impor dalam perspektif Islam untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat? Jawabannya ada dalam politik pertanian Islam, yang diarahkan untuk peningkatan produksi pertanian dan kebijakan pendistribusian yang adil, sehingga kebutuhan pokok masyarakat pun terpenuhi.
Oleh karenanya perhatian negara dalam sistem Islam pun harus dicurahkan untuk mengoptimalisasikan pengelolaan pertanian, agar kebutuhan pangan untuk rakyat terpenuhi. Langkah pengelolaan ini dilaksanakan dengan beberapa kebijakan yang harus sesuai dengan ketetapan hukum syara, agar kesejahteraan dan keadilan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Inilah indahnya Islam, semua masalah yang ada pada masyarakat bisa terselesaikan hanya dengan diterapkan negara Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam bis shawwab.
Oleh: Wibi Fanisa
Aktivis Muslimah
0 Komentar