Topswara.com -- Dalam kontestasi politik tahun ini sangat menarik, ketika seluruh capres dan cawapres sama-sama menawarkan perumahan yang murah dan terjangkau, dikutip detiknew (13/01/2024)
Pasangan Calon (Paslon) 1 dalam visi misinya menawarkan kemudahan untuk mendapatkan hunian tempat tinggal sewa, skema KPR subsidi, dan hunian terjangkau di pusat kota.
Paslon 2 menjanjikan membangun atau merenovasi sebanyak 40 rumah per desa/kelurahan atau menargetkan 1,5 juta unit rumah pertahun.
Paslon 3 mengusung program 10 juta hunian untuk masyarakat, atau target hunian adalah 2 juta unit rumah per tahun. Hal ini tentu sebuah langkah positif, agar masyarakat mendapatkan hunian dengan harga terjangkau.
Sedangkan data BPS (Desember, 2013) menunjukkan hanya 63,15 persen rumah tangga yang memiliki hunian layak dan terjangkau. Ironisnya jumlah ini mendekati setengah jumlah rumah tangga di Indonesia. Tentu penyediaan hunian layak dan terjangkau adalah hal serius yang perlu diatasi oleh presiden terpilih berikutnya.
Namun, yang menjadi pertanyaan, apa betul janji politik ini dapat dipenuhi? Ditengah kondisi harga rumah dan bahan bangunan yang semakin meroket, sedangkan kondisi perekonomian masyarakat semakin mengalami kemerosotan.
Pengembangan properti secara besar-besaran sebenarnya telah dilakukan negara, tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan perumahan bagi individu masyarakat. Problem ini terus terjadi karena orientasi pembangunan perumahan yang dilakukan negara bukan pada terpenuhinya kebutuhan perumahan, melainkan orientasi bisnis.
Negara dalam sistem sekuler kapitalisme memang bukan didesain untuk melayani kepentingan rakyat, melainkan melayani kepentingan oligarki.
Kebijakan negara bukan untuk menjamin kebutuhan pokok rakyatnya termasuk rumah, tetapi dalam sistem kapitalisme ini, kebijakan negara hanya sekedar memfasilitasi pengadaan rumah. Sedangkan negara menyerahkan urusan pemenuhan kebutuhan rumah kepada swasta (oligarki).
Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator, sedangkan pertanggung jawabannya diserahkan kepada korporasi developer perumahan dan perbank-kan.
Semua propaganda wacana capres agar rakyat mendapatkan rumah murah di sistem kapitalis demokrasi hanyalah ilusi belaka. Pengusaha adalah relasi pemegang kekuasaan, siapapun ynng ingin berkuasa membutuhkan para kapital yang memiliki modal besar untuk meraih jabatan tersebut. Tak jarang sebagian dari pengusaha tersebut, juga mengincar kekuasaan untuk memuluskan membuat kebijakan undang-undang yang menguntungkan oligarki.
Jadi hanya ilusi saja janji capres, agar rakyat mendapatkan rumah murah. Sekalipun pemerintah telah menyiapkan berbagai skema subsidi KPR (kredit kepemilikan rumah), tetap saja rumah bersubsidi yang dikatakan murah tersebut tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat.
Islam menetapkan bahwa rumah merupakan kebutuhan pokok individu yang harus dipenuhi secara layak, aman dan nyaman. Orientasi Khalifah dalam pemenuhan kebutuhan rakyat adalah pelayanan, bukan bisnis sehingga kebijakan yang digulirkan akan memberikan kemudahan bagi rakyat untuk memiliki rumah dengan harga terjangkau, atau bahkan gratis bagi warga yang tidak mampu.
Islam memudahkan masyarakat untuk memiliki tanah, rumah dan kemudahan mendapatkan bahan bangunan yang murah, bagus dan berkualitas. Ditambah kemudahan akses perijinan pembangunan rumah dan tidak adanya pajak bangunan rumah maupun pembelian rumah, sehingga harga jual rumah murah dan terjangkau. Dan bagi individu yang tidak mampu secara finansial, disediakan langsung oleh negara dengan memperhatikan kelayakan, kenyamanan dan keamanan.
Islam menetapkan bahwa khalifah harus mengambil tanggung jawab penuh seluruh urusan rakyatnya, karena penguasa adalah pengurus atau ra’in, pelayan dan junnah atau pelindung bagi rakyatnya. Demikianlah jika aturan Allah SWT diterapkan dalam kehidupan, akan mampu mewujudkan kemulian dan kesejahteraan.[]
Oleh. Yesi Wahyu I.
Aktivis Muslimah
0 Komentar