Topswara.com -- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) buka suara perihal isu rencana kenaikan pajak motor konvensional atau Bahan Bakar Minyak (BBM/Bensin).
Sejatinya, rencana kenaikan pajak ini tidak akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi menyebutkan bahwa rencana tersebut bukan hal yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Dia bilang, kenaikan pajak kendaraan motor dengan bahan bakar bensin itu sebagai upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas udara di Jabodetabek. (cnbcindonesia.com 19/01/2024)
Wacana kenaikan pajak motor bensin tersebut membuat masyarakat cemas meskipun belum ada kepastian penerapannya. Yang pasti bahwa kebijakan ini akan semakin menambah beban kesulitan rakyat.
Pasalnya kendaraan bermotor adalah kendaraan masyarakat menengah kebawah. Maka jelas, jika wacana itu menjadi kenyataan, sudah pasti akan semakin menambah beban berat masyarakat kecil. Inilah keburukan system ekonomi kapitalisme.
Dalam penerapan sistem ekonomi kapitalisme pajak dan utang merupakan sumber utama pemasukan negara. Jika terjadi kekosongan anggaran negara maka menaikkan pajak dan pinjaman utang dianggap solusi jitu yang di tempuh pemerintah dalam menyelesaikan masalah.
Kenyataan nya pajak sering dibebankan kepada masyarakat kecil sementara para pengusaha mendapat pengampunan pajak. Jika pemerintah menjadikan alasan kenaikaan pajak kendaraan bermotor adalah imbas dari polusi udara.
Sungguh, itu adalah solusi dangkal yang sama sekali tidak menyentuh akar persoalannya mengingat banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya polusi udara.
Wacana tersebut justru mengundang pertanyaan terkait adanya program konversi energi menuju penggunaan listrik. Apalagi dengan dimulainya industri kendaraan listrik secara resmi beroperasi di Indonesia menjadikan sikap pemerintah nampak mendukung penuh para korporasi.
Tidak hanya berhenti disitu keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha juga bisa kita lihat ketika pemerintah hanya menjadi “pengawas” dalam berbagai kebijakan yang diterapkan dengan mengorbankan rakyatnya yang terus terbebani. Ini merupakan fakta yang kita rasakan ketika kita hidup didalam sistem kapitalis liberal, segala kebijakan berstandar pada keuntungan materi semata.
Berbeda dengan sistem islam. Islam adalah sistem hidup sempurna yang mampu mengeluarkan umat dari jeratan pajak sekaligus dalam menyelesaikan persoalan secara tuntas dan mendasar termasuk dalam menyelesaikan problem polusi udara.
Islam menjadikan negara sebagai ra’in dan junnah yang akan melindungi umat. Sistem ini berasal dari Allah SWT yaitu Al-khaliq Al Mudabbir yaitu khilafah. Negara sebagai rain yaitu mengurusi urusan umat akan memberlakukan sistem ekonomi islam yang menyeluruh yang juga didukung oleh sistem politik islam.
Didalam sistem ekonomi islam ada 3 jenis kepemilikan yaitu, kepemilikan individu, kepemilkan umum seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batu bara, kehutanan dan lain-lain, serta kepemilikan negara seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fai, usyur. Sumber pemasukan negara khilafah adalah berasal dari pos kepemilikan negara.
Pajak merupakan alternatif terakhir yang akan diberlakukan negara kepada lelaki yang mampu saja dan bukan merupakan alternatif pertama dan utama.
Pajak atau dharibah yang di pungut hanya besifat sementara sampai terpenuhi kebutuhan yang darurat untuk dipenuhi saat kas negara kosong seperti pemenuhan kebutuhan jasmani, gaji pegawai dan kewajiban jihad.
Maka dari itu didalam khilafah tidak akan ada penetapan pajak tidak langsung, pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak hiburan, pajak jual beli, pajak kendaraan bermotor, dan berbagai jenis pajak lainnya. Demikianlah solusi tuntas didalam islam. Maka sudah selayaknya kita sebagai muslim yang beriman menerapkan islam kaffah dalam naungan khilafah.
Oleh: Alia Nurhasanah
Aktivis Muslimah
0 Komentar