Topswara.com -- Kemarau panjang tampak El Nino menjadikan sebagian besar wilayah di Indonesia mengalami kekeringan. Menyebabkan petani mengalami gagal panen atau puso. Bahkan terlilit utang dan berujung pada perceraian.
Jeratan utang hingga perceraian banyak terjadi di Jawa Barat, dan gagal panen menjadi biang keroknya. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pusat Pembenihan Nasional Serikat Petani Indonesia, Kusnan. Ia pun menambahkan bahwa keretakan rumah tangga yang berujung perceraian akibat gagal panen sangat tinggi.
Biasanya para petani meminjam uang di bank atau koperasi, untuk membayarnya menunggu hasil panen. Jika terjadi puso maka mereka menjual ternak untuk membayar utang.
Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sadar Subagyo mengatakan kekeringan tahun ini bukan hanya berdampak pada gagal panen. Petani harus dihadapkan dengan kenyataan pahit yaitu gagal tanam.
Jadwal tanam mundur 1 sampai dengan 2 bulan. Pada Oktober 2023 sudah turun hujan, banyak petani mengira sudah masuk musim penghujan, sehingga para petani langsung melakukan penanaman. Namun faktanya bulan Desember terjadi kekeringan lagi (CNN Indonesia, 28/12/2023).
Gagal panen yang dialami oleh petani yang terjadi dikarenakan kekeringan lahan akibat kemarau panjang berdampak pada melonjaknya harga bahan pokok, dan krisis pangan pun mengancam. Kondisi kekeringan ini menunjukkan bahwa ada persoalan di dalam tata kelola sumber daya alam.
Adanya deforestasi hutan yang bisa mengakibatkan kerusakan hutan sebagai daerah resapan air. Di tahun 2021 yang baru tercatat bahwa dunia kehilangan 4,1 juta hektar hutan tropis yang mengakibatkan suhu bumi meningkat. Sehingga pada musim panas suhu semakin meningkat.
Faktor iklim bukanlah semata-mata faktor alam. Namun dipicu oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab sehingga berdampak kepada kerusakan lingkungan.
Penerapan ideologi kapitalisme menetapkan kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat.
Para kapitalis diberikan kebebasan untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan melakukan penebangan hutan secara serampangan. Sementara negara hanya sebagai fasilitator dan regulator semata.
Seharusnya negara berperan untuk mengurus rakyat. Langkah pemerintah yang abai terhadap kesejahteraan rakyatnya terbukti bahwa pembangunan waduk dan irigasi untuk pertanian tidak ada upaya penanganan yang serius.
Setiap proyek irigasi selalu berakhir dengan tindak pidana korupsi oleh aparat aparat yang berwenang. Padahal irigasi yang baik adalah infrastruktur utama demi keberhasilan panen. Seharusnya persoalan ini dapat diselesaikan secara tuntas agar bencana kekeringan dan gagal panen dapat diminimalkan.
Kondisi ini akan mempengaruhi ketahanan pangan di negeri ini. Di sisi lain kebijakan impor pangan terus dilakukan sebagai solusi pemenuhan pangan di dalam negeri. Sehingga bagi petani yang tidak mengalami puso mendapati harga jual yang rendah. Lagi-lagi petani mengalami kerugian. Ditambah lagi harga pupuk dan benih yang mahal. Alat pertanian yang seadanya, menambah deretan panjang derita petani.
Kondisi ini berbeda dengan cara pandang Islam. Penguasa dalam sistem pemerintahan Islam menjalankan amanahnya sesuai dengan syariat Islam, yang berasal dari sang khalik yaitu Allah subhanahu wa ta'ala.
Sebagaimana sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam, "Setiap kalian adalah pemimpin. Dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya" (HR. Bukhari).
Begitupun dalam menjalankan amanahnya mengurusi rakyat penguasa dalam Islam menetapkan sistem politik dan sistem ekonomi Islam.
Dalam hal pertanian negara memastikan seluruh irigasi berfungsi dengan baik, waduk-waduk terisi air, menyediakan lumbung lumbung pangan sebagai antisipasi terjadinya krisis pangan.
Langkah preventif yang dilakukan negara membuat masyarakat mandiri dan mampu bersiap menghadapi berbagai bencana kekeringan ataupun kondisi peperangan.
Sementara pengelolaan harta milik umum seperti laut air sumber daya alam tidak boleh dieksploitasi oleh swasta atau siapapun yang dapat menimbulkan kemudahan.
Semua itu dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk pemeliharaan rakyat. Negara juga membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk rakyat. Bagi petani yang tidak mempunyai lahan dan modal maka negara akan memberikan tanah tanpa pemilik untuk digarap serta untuk menjadi miliknya.
Kita memberikan bantuan bagi para petani yang punya kemampuan untuk bertani tetapi tidak mempunyai modal. Di dalam Islam tanah yang tidak digarap atau menganggur selama 3 tahun maka akan diambil oleh negara dan diberikan kepada rakyat yang mampu untuk mengolahnya.
Untuk menekan melonjaknya harga pangan ketika terjadi gagal panen, negara melakukan distribusi pangan di daerah yang pasokannya lebih banyak kepada daerah yang kurang pasokan bahan pangan tersebut. Sehingga harga di pasaran tidak melambung tinggi.
Jadi bukan dengan cara impor, solusi untuk menyelesaikan persoalan pangan.
Jika suatu negara tergantung kepada impor maka bisa jadi kedaulatan negara akan tergadaikan. Sebab negara pengekspor akan memberlakukan harga semau mereka dan negara pengimpor akan menjadi negara pembebek.
Demikianlah tata kelola dalam sistem Islam yang semata-mata hanya untuk kemaslahatan umat. Untuk itu sudah saatnya kembali kepada sistem Islam yang sempurna dan paripurna. Tinggalkan sistem kapitalisme sekuler yang terus menyisakan persoalan di setiap kebijakan yang digulirkan.
Wallahu'alam bishawab.
Oleh: Endang Seruni
Muslimah Peduli Generasi
0 Komentar