TopSwara.com – Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakaatuh,
Ustaz Budi yang dirahmati Allah,
Saya seorang Ibu dengan 2 orang anak perempuan,umur 9 dan 6 tahun.Dan saya bekerja sebagai salah satu staf di perusahaan garment di kota kecil di Jawa Tengah. Sejak usia 11 tahun saya sudah yatim dan ibu saya sebagai PNS - BKKBN kala itu, sebagai staf biasa. Alhamdulillah, karena risky yang Allah berikan melalui ibu, saya dan 2 orang kakak saya bisa lulus kuliah.Saya menikah dengan suami saya, dan sekarang kami tinggal berjauhan karena tugas suami. Kami berkomunikasi hanya melalui telepon, sms, email atau sesekali skype.
Suami saya bekerja sebagai seorang Pimpinan di Bank salah satu Bank Pemerintah. Sebenarnya sejak awal menikah, saya sudah sangat ingin -menjadi ibu rumah tangga dimana saya yakin bahwa kehadiran saya sebagai ibu sangat diperlukan anak-anak saya dan tentu saja suami saya- yang kala itu masih belum ditugaskan diluar pulau jawa.
Namun, Ibu saya dan mertua saya keberatan bila saya keluar dari pekerjaan. Mengingat Ibu dan Mertua saya dulunya juga ditinggal suami pada waktu anak2nya masih kecil atau masih memerlukan biaya banyak. Saya diminta belajar dari mereka. Meskipun saya akui saya berat sekali, karena hati kecil saya .. saya ingin berjihad di rumah.Suami saya pun awalnya kurang senang bila saya "jobless". Alhamdulillah suami saya pada akhirnya menyetujui saya keluar kerja,namun sekarang saya justru yang dilema ustaz.
Karena terus terang kami baru belajar mengaji, kami jadi semakin cemas sebetulnya dengan penghasilan yang diperoleh suami untuk nafkah kami, anak-anak dan istri. Halal kah ya ustaz?
Sekarang, suami juga sudah memiliki pandangan untuk segera berhijrah.Bila terjadi demikian, bagaimana nasehat ustaz? Apakah saya perlu menunda untuk keluar dari pekerjaan, sampai suami saya mendapatkan pekerjaan baru yang lebih Allah ridha? Ataukah tidak mengapa bila saya segera keluar, karena sebetulnya saya juga sudah enggan bekerja diperusahaan ini, karena hampir waktu saya habis tersita dan lingkungan yang jauh dari Islami.
Saya mohon saran, nasehat dan pandangan ustaz. Dan mohon maaf bila e-mail saya ini kepanjangan membuat kurang berkenan. Demikian dan saya menunggu saran ustaz.
Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakaatuh
Bunda Ais
Jawaban
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Bunda Ais, semoga Allah memberkahi keluarga ibu
Di awal, saya ingin mengungkapkan selamat atas dua hal; upaya ibu sekeluarga mengaji untuk lebih mengetahui ilmu Islam lebih dalam dan saat ibu mempertanyakan kehalalan rizki keluarga. Karena inilah zaman yang oleh Nabi disebut sebagai zaman yang tidak peduli terhadap rizki dari halal atau dari haram. Hanya orang beriman yang berhati-hati terhadap rizki yang diperolehnya. Semoga Allah berkahi harta dan rizki ibu sekeluarga.
Bunda Ais, Allah yang menciptakan kita semua lebih mengetahui pembagian peran di antara laki dan perempuan. Dan inilah ayat Allah tentang tempat wanita yang lebih mulia dan lebih baik bagi keluarganya,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu,dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak Menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan Membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Qs. Al Ahzab: 33).
Ayat ini diturunkan untuk teladan terbaik muslimah yaitu ummahatul mu’minin (istri-istri Nabi). Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, “Menetaplah kalian wahai para wanita di rumah-rumah kalian. Jangan keluar kecuali untuk sebuah keperluan. Di antara keperluan yang syar’i adalah shalat di masjid dengan syarat.”
DR. Adnan Baharits (Pakar pendidikan anak dari Universitas Ummul Quro Mekah) menyampaikan kalimat kesimpulan tentang posisi laki-laki dan perempuan dalam Islam, “Laki-laki berperan mengembangkan kemampuannya di kehidupan luar dan publik. Ia berperan di dunia ekonomi, manajemen, politik, militer dan lainnya."
Adapun wanita berperan mengembangkan kemampuannya di kehidupan dalam yang khusus. Ia berperan dalam mendidik dan menjaga keturunan, menjaga eksistensi wanita.
Tetapi ada wilayah sempit di antara dua kehidupan; luar dan dalam (rumah) yang memerlukan peran keduanya bersama-sama.
Hidup ini tidak bisa dilepaskan dari peran laki-laki dalam mendidik anak-anak dan menjaga keluarga. Sementara kehidupan di luar (rumah) tidak bisa dilepaskan dari peran perempuan di dunia pendidikan, keperawatan/kesehatan, peran sosial dan lainnya.
Jadi, laki-laki tidak boleh menghabiskan dirinya berperan di dalam (rumah) dan mengabaikan bergabung dalam pengembangan umum. Dan wanita tidak boleh menghabiskan dirinya berperan di luar (rumah) dan mengabaikan kewajibannya berketurunan dan pendidikan.” (Dhowabit Tasyghil An Nisa’ h. 10-11)
Bunda Ais, inilah tempat mulia seorang wanita. Tempat yang akan membawa pasangan dan anak kita menuju kebahagiaan, ketenangan dan keberhasilan, biidznillah. Apalagi ibu mempunyai suami yang berada berjauhan dengan anak-anak. Jika ibu juga menghabiskan waktunya di luar, maka bagaimana nanti cara ibu dan suami menjawab pertanyaan Allah di akhirat saat anak-anak kita tidak istimewa.
Adapun tentang saran orangtua atau mertua, bukankah ibu merasakan bahwa hasilnya hanya seperti ibu. (Maaf), ibu sendiri yang mengatakan bahwa ibu baru belajar mengaji sekarang ini. Jelas ini terlambat jauh. Keterlambatan ini pasti ada peran ayah dan ibu yang tidak hadir di rumah saat diperlukan oleh anak-anaknya. Dan yang pasti, ibu pasti ingin anak-anak lebih baik dari ibu. Bukankah begitu?
Adapun tentang rizki rumah tangga ibu, saya sarankan untuk melakukan beberapa langkah berikut ini:
Segera dialogkan tekad baik ibu dan suami untuk mencari rizki yang halal. Karena ini perlu keyakinan bersama. Terutama jika keputusan ini sempat menyebabkan guncangan.
Selanjutnya ibu segera memutuskan untuk keluar dari pekerjaan. Apalagi lingkungannya tidak Islami, seperti yang ibu sampaikan. Bunda Ais, anak-anak menanti ibu di rumah...
Suami segera berupaya mencari rizki pengganti yang lebih halal. Bumi Allah luas. Yang halal lebih banyak dari yang haram. Dan pasti lebih berkah!
Salam untuk suami ibu, sampaikan nasehat para ulama:
“Siapapun yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Dia akan memberikan ganti yang lebih baik darinya.”
Adapun untuk ibu, bacalah ulang tawakkal dan ketabahan Hajar di Lembah Mekah saat ditinggal oleh Ibrahim di tempat yang tidak ada kehidupan itu. Hanya berbekal sekantong air dan sekantong kurma.
Tapi bukankah, hanya perlu berusaha berlari-lari 7 kali putaran Shofa Marwa dan kemudian Allah berikan rizki berupa mata air zamzam yang tak pernah surut mata air dan keberkahannya hingga hari ini.
Saya mendoakan semoga Allah menguatkan iman ibu sekeluarga dan memberkahi semua yang ibu miliki serta diberikan ganti rizki yang lebih berkah.
Wallahu a’lam. []
Oleh: Ustaz Budi Ashari Lc.
Parenting Nabawiyah
0 Komentar