Topswara.com -- Indeks Pembangunan Gender (IPG) dikenal sebagai indikator yang biasa digunakan untuk menggambarkan apakah ada atau tidaknya kesenjangan pencapaian pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan.
Harapan dari digunakan alat ukur ini agar mengetahui dan mempermudah kondisi sosial sebuah masyarakat di suatu negara, sehingga diharapkan mampu membuat suatu solusi, mitigasi ataupun cara yang digunakan agar terjadi perubahan angka menjadi lebih baik.
Seperti halnya dalam Konferensi pers Capaian Kemen PPPA Tahun 2023 dan Resolusi Tahun 2024, di Jakarta (5/1/2024), beberapa waktu lalu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan bahwa selama tahun 2023, perempuan semakin berdaya dan ditunjukkan pada angka peningkatan indeks pembangunan gender (antaranews.com, 6/1/2024).
Walaupun yang disampaikan Deputi Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N. Rosalin dalam konferensi persnya, bahwa perempuan kini semakin berdaya, dan mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, aktif tergabung dalam politik dengan peningkatan perwakilan di legislatif. Namun, saat melihat fakta yang ada di masyarakat seolah-olah berbanding terbalik dengan gambaran data IPG tersebut.
Mengapa demikian? Jika kita melihat persoalan perempuan yang ada di masyarakat terlihat semakin banyak permasalahan yang berkembang dan terjadi dalam hidupnya. Tingginya kasus angka perceraian tahun 2023 sebesar 519 ribu, kasus KDRT perempuan tahun 2023 sebanyak 16.351 oramg, kasus kekerasan seksual perempuan selama 2023 sebanyak 1.290 kasus.
Angka-angka tersebut relatif cukup tinggi bagi sebuah permasalahan, khususnya yang terjadi pada perempuan, hingga berdampak pada banyaknya persoalan generasi yang muncul saat ini. Hal tersebut seakan menggambarkan bahwa fakta perempuan masih menderita, dan persoalan yang terkait dengan perempuan masih sangat tinggi.
Maka, jika dikatakan Indeks Pembangunan Gender semakin baik angkanya fakta yang ada berbanding terbalik dengan kasus-kasus yang muncul semakin meninggi.
Sehingga, jika dikatakan IPG mengalami kenaikan, disandingkan dengan fakta di masyarakat, seakan kedua hal tersebut tidak sesuai. Bisa jadi, kenaikan tersebut memang harus di lihat dengan seksama dari sisi manakah kenaikan IPG bisa terjadi.
Idealnya, jika angka IPG naik, maka tingkat kesejahteraan perempuan harus terlihat semakin baik dan banyak perubahan signifikan dari kondisi generasi menjadi lebih baik. Juga di masyarakat, angka-angka kemiskinan, KDRT, kekerasan seksual sudah tidak ada lagi. Tetapi faktanya tidak demikian.
Dalam penerapan sebuah sistem, seperti halnya kapitalisme hari ini, terdapat kesalahan paradigma dalam melihat perempuan dan solusinya. Kondisi seperti di atas bukan satu hal yang aneh, bahkan dianggap sebagai hal yang lumrah.
Adapun pemahaman kapitalisme itu sendiri, selalu mengedepankan materi dalam melihat sebuah persoalan yang muncul. Mereka akan selalu mengaitkan angka, untung rugi interaksi, dan sebagainya.
Misalnya pada persoalan perceraian dan KDRT, beberapa di antaranya banyak dipicu dari persoalan ekonomi (kemiskinan), perselingkuhan (pengkhianatan, tidak setia, dan terpuruknya keimanan).
Begitu pun pada persoalan kekerasan seksual, muncul di antaranya akibat bebasnya pemikiran (kebebasan mengedepankan nafsu), melihat tontonan yang tidak semestinya (pornografi), pergaulan bebas (pornoaksi), dan bebasnya menemukan berbagai situs dunia, serta akses yang mudah tanpa menyaring terlebih dahulu (penyalahgunaan manfaat teknologi) dan lain sebagainya.
Jika sistem rusak kapitalisme terus digunakan, maka solusi tuntas tidak akan pernah muncul dalam kehidupan. Permasalahan perempuan telah terbukti semakin banyak terjadi di masyarakat.
Dan solusi yang coba ditawarkan hanya selesai di permukaannya saja, tidak tuntas sampai ke akarnya. Lantas, mungkinkah penderitaan perempuan akan berakhir? Adakah sistem yang mampu memberikan solusi hingga ke akarnya?
Islam Hilangkan Penderitaan
Seperti yang kita tahu, Islam menjadikan perempuan mulia dan kehormatannya yang harus dijaga. Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjadikan perempuan sejahtera dan tetap terjaga fitrahnya.
Dalam Islam, pandangan pemberdayaan perempuan merupakan upaya untuk mencerdaskan para Muslimahnya, sehingga mereka mampu berperan menyempurnakan seluruh kewajiban yang berasal dari Allah SWT.
Perempuan memahami perannya sesuai dengan fitrahnya, baik peran di ranah domestik maupun ranah publik. Selain sebagai ummu wa robbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) juga sebagai partner laki-laki (istri) demi melahirkan generasi cerdas, cemerlang, bertakwa dan memiliki kualitas sebagai generasi Muslim tangguh masa depan.
Maka, untuk menjalankan tugas dan perannya tersebut, mereka membutuhkan pelindung yang meriayahnya, memenuhi kebutuhannya, dan mendukungnya untuk menjadi Muslimah yang diharapkan umat. Sejatinya, itu adalah tugas negara dalam melindungi dan memenuhi kebutuhan perempuan.
Jika seorang pemimpin amanah, pasti memahami Islam dan aturannya dengan baik, bagaimana nemuliakan perempuan, dan memberikan jaminan kesejahteraan padanya.
Inilah mengapa perempuan dimuliakan dan dijamin kesejahteraannya dalam Islam, sesuai dengan posisi yang ada pada dirinya antara lain:
Pertama, perempuan sebagai ibu, Islam menyerukan kepada manusia agar memuliakan wanita dengan penghormatan dan pemuliaan khusus saat ia menjadi seorang ibu. Melakukannya dengan cara berbakti, berbuat baik, mendoakan dan tidak menyakitinya dan tidak menyamakan pergaulannya seperti dengan teman atau sahabat.
Kedua, perempuan sebagai istri, Islam memuliakan perempuan dalam statusnya sebagai istri. Kemuliaan itu dilakukan dengan memberikan hak yang ia terima dari suaminya, sebagaimana ia juga memiliki kewajiban kepada suaminya.
Hak istri dalam Islam mendapatkan perlakuan yang baik dari suaminya. Mendapatkan nafkah lahir dan batin, memenuhi kebutuhan makanan, minuman, pakaian dan tempat berlindung. Karena sebaik-baik suami adalah yang paling baik kepada keluarganya. Sehingga seorang istri pun berhak mendapatkan pndidikan tentang agamanya yaitu Islam, juga mendapatkan penjagaan fisik serta agamanya.
Ketiga, perempuan sebagai anak, Islam menyerukan kepada siapa pun yang memiliki posisi sebagai anak, termasuk perempuan agar berbuat baik kepadanya. Memperhatikan pengasuhan dan pendidikannya agar ia menjadi perempuan saliha yang menjaga kehormatannya.
Saat Islam datang kepada manusia, Islam mencegah perbuatan jahiliah manusia yang mengubur anak-anak perempuan mereka karena kebencian atas kehadirannya.
Sejatinya, hanya sistem Islam kaffah yang mampu merubah kehidupan perempuan menjadi lebih baik secara hakiki. Pembangunan berdasarkan gender tidak akan di lihat seperti kaca mata kapitalisme yang melihat sebuah perubahan hanya dari peningkatan ekonominya, peran publiknya, dan kesetaraan dalam menyamakan kedudukan dalam kehidupan dengan laki-laki.
Namun, dalam Islam peran dan kedudukan perempuan memiliki kesamaan hak dan kewajiban dengan laki-laki yaitu dalam hal menjadi manusia yang paling baik di sisi Allah. Ketakwaan semata-mata karena mencari rida Allah dengan mempelajari dan mengamalkan setiap aturan yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya.
Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 34:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
“Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS: Al-Nisa ayat 34). []
Oleh: Desi Wulan Sari
(Aktivis Muslimah Bogor)
0 Komentar