Topswara.com --
۞إِنَّ ٱللَّهَ ٱشۡتَرَىٰ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَنفُسَهُمۡ وَأَمۡوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلۡجَنَّةَۚ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقۡتُلُونَ وَيُقۡتَلُونَۖ وَعۡدًا عَلَيۡهِ حَقّٗا فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ وَٱلۡقُرۡءَانِۚ وَمَنۡ أَوۡفَىٰ بِعَهۡدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِۚ فَٱسۡتَبۡشِرُواْ بِبَيۡعِكُمُ ٱلَّذِي بَايَعۡتُم بِهِۦۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah (9) : 111).
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Allah membeli jiwa raga dan harta kaum mukmin, yang dibayar-Nya dengan surga. Artinya, Allah membalas segala perjuangan dan pengorbanan yang telah diberikan kaum mukmin itu, baik berupa jiwa raga maupun harta mereka dengan balasan yang sebaik-baiknya, yaitu kenikmatan dan kebahagiaan di surga kelak.
Ini merupakan ungkapan yang sangat indah untuk menimbulkan kegairahan bagi umat manusia untuk berjihad, karena menggambarkan suatu transaksi jual beli yang sangat menguntungkan manusia.
Sobat. Pengorbanan yang telah mereka berikan berupa harta dan jiwa raga akan ditukar dengan sesuatu yang sangat berharga, yang tidak pernah dilihat oleh mata manusia, tidak pernah didengar oleh telinga, dan nilainya jauh lebih tinggi dari pada harta benda dan apa saja yang telah dikorbankan.
Di samping itu jual beli yang terjadi antara Allah dan kaum Muslimin ini tidak akan pernah dibatalkan. Tidak seperti transaksi jual beli yang terjadi antara sesama manusia, yang kadang-kadang dapat dibatalkan. Lagi pula jual beli antar sesama manusia hanya berupa pertukaran antara barang dan uang yang sama nilainya.
Sedang balasan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang beriman jauh lebih tinggi nilainya dari pada pengorbanan yang telah diberikan atau perjuangan yang telah dilakukannya.
Sobat. Balasan yang berlipat ganda yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya adalah semata-mata karena kasih sayang-Nya dan merupakan kehormatan kepada hamba-Nya yang beriman, sebab pada hakekatnya diri manusia adalah milik-Nya, karena Dialah Penciptanya; dan harta benda mereka itupun adalah milik-Nya, karena Dialah yang menganugerahkan kepada mereka.
Namun demikian, bila manusia berjihad dengan mengorbankan harta benda dan jiwa raga mereka, maka Allah tetap memberikan balasan yang berlipat ganda nilainya padahal Allah sendiri pada hakekatnya tidak memerlukan harta benda dan jiwa raga mereka.
Selanjutnya dalam ayat ini, Allah menerangkan bagaimana cara menyerahkan jiwa dan harta yang akan dibeli oleh Allah dengan surga, yaitu dengan berperang di jalan Allah untuk membela kebenaran dan keadilan.
Inilah yang akan menyampaikan mereka kepada keridaan-Nya; adakalanya mereka dapat menumpas musuh-musuh Allah yang selalu menghambat jalannya dakwah Islamiyah, adakalanya mereka gugur dalam peperangan, sebagai syuhada dalam membela agama Allah. Namun tidak ada perbedaan antara keduanya dalam menerima pahala dan balasan dari Allah.
Sobat. Allah menegaskan bahwa janji-Nya untuk memberikan pahala akan ditepati-Nya, bahkan telah ditetapkan-Nya sedemikian rupa dalam kitab Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Kitab suci terakhir ini tidak akan dapat dihapuskan oleh siapapun juga, karena Allah telah menjamin keselamatan Al-Qur'an dari tangan-tangan jahil.
Selanjutnya Allah menegaskan bahwa tidak ada yang melebihi Allah dalam hal menepati janji, karena Dia Maha Kuasa untuk menepati janji-Nya, dan tidak pernah lupa ataupun ragu pada hamba-Nya.
Oleh sebab itu, Allah akan memberi kabar gembira yang pasti akan mereka peroleh dari jual beli harta dan jiwa mereka dengan Allah.
Sobat. Pada akhir ayat ini Allah kembali memberikan penegasan bahwa keberuntungan yang akan mereka peroleh benar-benar suatu keberuntungan yang amat besar, tidak ada yang melebihinya.
Sedang keberuntungan yang telah mereka peroleh sebelumnya yang berupa kemenangan terhadap musuh-musuh Islam, serta kepemimpinan, kekuasaan dan kerajaan, hanyalah keberuntungan yang merupakan jalan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Sobat. Di hadapan Taqwa itu terdapat lima rintangan. Siapa yang sanggup melewatinya maka dia akan mendapatkan ketaqwaan, yaitu :
Pertama, lebih memilih beratnya amal shalih daripada kesenangan hidup.
Kedua, lebih memilih bersungguh-sungguh dalam ketaatan daripada bersantai-santai.
Ketiga, lebih memilih rendah hati daripada kesombongan.
Keempat, lebih memilih diam daripada terlalu banyak bicara.
Kelima, lebih memilih kematian daripada kehidupan.
Sobat. Yang dimaksud dengan “kematian” menurut Ahlullah, Imam An-Nawawi adalah mengekang hawa nafsu. Dengan demikian, siapa yang sanggup mematikan hawa nafsunya, berarti dia hidup.
Allah SWT berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun (63) : 9).
Sobat. Allah mengingatkan bahwa kesibukan mengurus harta benda dan memperhatikan persoalan anak-anak jangan membuat manusia lalai dari kewajibannya kepada Allah atau bahkan tidak menunaikannya.
Hendaknya perhatian mereka terhadap dunia dan akhirat seimbang, sebagaimana tertuang dalam sebuah riwayat:
Beramallah (amalan duniawi) seperti amalan seseorang yang mengira bahwa ia tidak akan meninggal selama-lamanya. Namun, waspadalah seperti kewaspadaan seseorang yang akan meninggal besok. (Riwayat al-Baihaqi dari Abdullah bin Ibnu 'Amru bin al-'As).
Dalam hadis lain, Nabi bersabda:
Bukanlah orang yang terbaik di antara kamu seseorang yang meninggalkan (kepentingan) dunianya karena akhirat, dan sebaliknya meninggalkan (kepentingan) akhiratnya karena urusan dunianya, sehingga ia mendapatkan (bagian) keduanya sekaligus, ini dikarenakan kehidupan dunia merupakan wasilah yang menyampaikan ke kehidupan akhirat dan janganlah kamu menjadi beban terhadap orang lain. (Riwayat Ibnu 'Asakir dari Anas bin Malik).
Di sinilah letak keistimewaan dan keunggulan agama yang dibawa oleh junjungan kita Nabi Muhammad saw yaitu agama Islam. Agama yang tidak menghendaki umatnya bersifat materialistis, yang semua pikiran dan usahanya hanya ditujukan untuk mengumpulkan kekayaan dan kenikmatan dunia, seperti halnya orang-orang Yahudi.
Islam juga agama yang tidak membenarkan umatnya hanya mementingkan akhirat saja, tenggelam dalam kerohanian, menjauhkan diri dari kelezatan hidup, membujang terus dan tidak kawin, sebagaimana halnya orang-orang Nasrani.
Allah berfirman: Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. (al-A'raf/7: 31)
Firman Allah:
Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? (al-A'raf/7: 32)
Allah menegaskan pada akhir ayat 9 ini bahwa orang-orang yang sangat mementingkan urusan dunia dan meninggalkan kebahagiaan akhirat, berarti telah mengundang murka Allah. Mereka akan merugi karena menukar sesuatu yang kekal abadi dengan sesuatu yang fana dan hilang lenyap.
Sobat. Baginda Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, dunia itu dilaknat dan apa yang ada di dalamnya juga dilaknat, kecuali dzikrullah atau ibadah yang sepadan dengannya, orang alim, dan orang yang menuntut ilmu.” (HR. An-Nasa’i)
Sobat. Artikel ini saya tutup dengan munajatnya Yahya bin Mu’adz :
Ya Tuhanku, Malam tak akan indah, kecuali dengan bermunajat kepada-Mu.
Siang tak akan indah, kecuali dengan ketaatan kepada-Mu.
Dunia ini tak akan indah, kecuali dengan Dzikir kepada-Mu.
Akherat tak akan indah, kecuali dengan ampunan-Mu.
Surga tak akan indah, kecuali dengan melihat-Mu.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
0 Komentar