TopSwara.com – Pemberian bantuan sosial (Bansos) secara terus menerus itu melestarikan kemiskinan seperti diungkapkan Wapres Kiai Ma'ruf Amin. Program bansos ini bisa ada atau bisa tidak, tergantung siapa yang punya kepentingan. Jika dilakukan seorang presiden incumbent tentu, dia berharap agar rakyat memilihnya kembali. Jika itu caleg maka agar dia dapat duduk menjadi anggota dewan. Bansos dan BLT merupakan metoda kapitalisme meraih kekuasaan.
Jadi program tersebut hanya bentuk pencitraan dan mencari suara rakyat, tanpa memperdulikan kondisi rakyat sebenarnya dan itu pun dilakukan dengan segala cara dan apakah bantuan tersebut benar-benar dibutuhkan rakyat atau tidak.
Dalam kapitalisme hal ini lumrah dan wajar. Kapitalisme juga meniscayakan suara rakyat itu dibeli dengan memberikan apa yang mereka butuhkan terlebih dahulu. Barulah nanti mereka diperas (no free lunch).
Kondisi ekonomi didalam keluarga di negeri ini, mereka benar-benar berjibaku setiap harinya, dimana harga-harga kebutuhan pokok naik seperti beras harganya naik, untuk pembelian buku lks disekolah negeri, harga bbm yang naik dan terjadinya kelangkaan dan banyak lagi problematika yang dihadapi.
Ditengarai APBN yang defisit menjadi alasan rencana bansos ini yang perlahan akan dihilangkan sebagaimana ucap Wapres Ma'ruf Amin. Rencananya dana sosial ini nantinya diarahkan untuk pemberdayaan UMKM dan menekan angka stunting.
Tiga Prinsip Kapitalisme
Kapitalisme dibangun dengan tiga prinsip, yaitu:
Pertama. Kelangkaan, kapitalisme menganggap akar persoalan ekonomi yaitu banyaknya kebutuhan dan sedikitnya alat pemuas. Jadi inilah problem ekonomi pandangan Kapitalisme.
Kedua. Value, nilai suatu barang yang diproduksi. Jika barang tersebut bermanfaat dan punya nilai ekonomi itu akan diproduksi.
Ketiga. Harga (Price), alat pengendali dalam sistem ekonomi Kapitalisme.
Jadi dalam diri manusia tersebut pertama, kebutuhan (needs), misalnya manusia lapar, tentulah ia perlu makan dengan ini maka kebutuhannya terpuaskan. Namun ada yang makannya tidak pake beras tapi pakai sagu atau gandum, maka ini harus diproduksi, jika tidak ada atau kurang mencukupi maka dilakukan impor. Ini pengelolaan negara kapitalisme.
Kedua keinginan (wants), keinginan manusia juga berbeda-beda, misalnya seseorang haus maka dia butuh minum. Ada yang hanya minum air putih maka keinginannya dan kebutuhannya terpuaskan. Disisi lain ada orang butuhnya dan inginnya itu air minum, dingin dan manis maka ini akan diproduksi dan disitu ada nilai dan manfaatnya.
Ketiga harapan (expatetion), misalnya orang yang perbaiki kendaraannya, tidak hanya kendaraan diservice, namun juga ia pengen ia dilayani, kendaraannya bersih itu menjadi harapannya.
Sehingga ketika persoalan bansos dan blt kita tarik berdasarkan prinsip ekonomi kapitalisme ini maka kemungkinan tetap ada namun berbagai bentuk maupun nama. Mengapa demikian? kebutuhan akan barang pokok itu tetap ada. Namun krusialnya jika yang berkepentingan merasa nilai ekonomi bagi dia dan kroni ada maka akan tetap diadakan.
Islam Hadir sebagai Solusi Alternatif
Bansos dan BLT ini menjadi polemik dan politisasi hal ini disebabkan dari asasnya atau pondasi negara ini adalah sistem Kapitalisme. Yang ekonominya dilaksanakan dengan cara neoliberalisme.
Dalam sistem kapitalisme ini rakyat jadi komiditas untuk diambil suaranya, diperas tenaganya dan juga hasil usaha (uangnya) dipalak oleh negara. Justru dalam Islam hal ini sungguh berbeda.
Islam yang merupakan syariat yang datang dari Allah, mewajibkan setiap Muslim melaksanakan perintah-Nya. Karena yang tahu bagaimana manusia itu adalah Allah, Dialah Al-Khaliq.
Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 30, "Dan ( ingatlah), ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan-Mu? Dia berfirman, "Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Jadi dalam mengelola bumi ini tentu harus dengan aturan-Nya. Dan itu pula perlu pemimpin dalam melaksanakan syariat Islam ini. Setelah Rasulullah maka kepemimpinan dilanjutkan oleh para khalifah dalam memimpin umat Islam.
Dalam pelaksanaan syariat Islam tersebut pemimpin Islam akan memastikan bahwa setiap kebutuhan pokok rakyat terpenuhi pada setiap individunya. Tidak seperti kapitalisme yang hanya berfokus pada produksi dan perhitungan rata-rata rakyat dan tidak memastikan rakyat terpenuhi kebutuhan hidup mereka.
Hal ini kita bisa ambil hikmah bagaimana Amirul Mukminin Umar bin Khattab berkeliling dimalam hari untuk mengecek rakyat. Ketika Umar mendengar ada anak yang menangis dan ibunya sedang memasak. Maka Umar menghampiri sang ibu dan bertanya apa yang sedang ia masak? Sang ibu itupun menjawab: saya sedang memasak batu. Melihat hal seperti itu Umar pun mengambil gandum dan lainnya yang kemudian memikulnya ke tempat ibu tersebut.
Seperti itu pemimpin dalam Islam yang akan memastikan setiap kebutuhan rakyat terpenuhi. Dan harus obyektif juga, bahwa dalam Islam ada bantuan negara. Namun hal itu tidak seperti sekarang. Bantuan yang diberikan negara kepada rakyat yang memang warga negaranya yang tidak bisa lagi bekerja dalam memenuhi kebutuhan atau pun sebab lain.
APBN negara kapitalisme sangat berbeda dengan khilafah. Sumber pemasukan APBN kapitalisme berdasarkan pajak dan utang, sehingga terjadi kesenjangan yang sangat lebar antara kaya dan miskin. Dalam APBN khilafah, sumber pemasukan utamanya dari Sumber Daya Alam (pengelolaan barang tambang, dan lain-lain) dan Non Sumber Daya Alam (zakat, kharaj, zijyah).
Hal ini membuat APBN khilafah itu surplus dari sisi posturnya. Sehingga negara dapat memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya dan memastikan kebutuhan tersebut terpenuhi pada setiap individu warga negara khilafah.
Maka dengan diterapkannya syariat Islam dalam daulah khilafah menjadikan bumi ini baldatun thoyibatun wa rabbun ghafur. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Irawati
Aktivis Muslimah
0 Komentar