Topswara.com -- Masih menjadi ingatan sebagian kaum Muslimin, dulu mereka hidup dalam sebuah negara yang satu yaitu khilafah islamiyah. Bermula dari penegakan negara Islam di Madinah oleh Rasulullah SAW yang menjadi cikal bakal berdirinya khilafah, hingga diteruskan institusi negaranya oleh Khulafaur Rasyidin, berlanjut ke khalifah Bani Muawiyah, Abasyiyah, dan berakhir di tangan Turki Ustmani pada tahun 1924.
Tepat tahun 2024 ini umat Islam telah melewati 100 tahun tanpa khilafah islamiyah. Perbincangan tentangnya pun masih selalu hangat, menjadi isu sensitif dalam politik demokrasi sekuler. Sebagian kalangan mengakuinya sebagai bagian dari agama Islam meskipun takut menyuarakannya. Sebagian menganggap sebuah kewajiban dan kebutuhan untuk menerapkannya.
Sebagian lainnya menentangnya atau bahkan bersikap apatis tidak peduli. Berbagai narasi yang berkembang di kalangan yang menentang khilafah Uslamiyah di antaranya adalah tidak sesuai dengan politik bernegara kekinian, pluralitas, dan keragaman yang tidak diakomodir khilafah Islamiah, bahkan gambaran kekerasan dan otoriter negara hingga memunculkan ketakutan di tengah masyarakat.
Ketakutan dan Harapan
Di antara narasi negatif khilafah islamiah yang memunculkan ketakutan, nyatanya tak sedikit umat Islam yang menaruh harapan pada berdirinya khilafah islamiyah sebagai solusi berbagai persoalan hidup akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme.
Tidak sedikit masyarakat mulai menyadari bahwa persoalan hidup yang semakin komplek disebabkan karena sistem hidup sekuler kapitalisme yang sekarang diterapkan dalam kehidupan.
Kemiskinan, kerusakan moral, pergaulan bebas, ekonomi sulit, pendidikan mahal, kesehatan yang tidak merata aksesnya, hingga menyebabkan depresi bahkan bunuh diri, serta berbagai persoalan dan kerusakan di tengah masyarakat telah membuat mereka berpikir, ada hal salah yang sedang terjadi.
Dorongan mencari sebab dan solusi persoalan tersebut telah mengantarkan pada pemikiran sebagian umat Islam bahwa persoalan tersebut terjadi selain karena diterapkannya sistem kehidupan sekuler kapitalisme, juga karen umat Islam tidak menjadikan agama Islam sebagai solusi persoalan hidup.
Ketika umat Islam mulai menyadari hal tersebut, maka mulai mereka mempelajari berbagai sistem peraturan di dalam Islam yang berasal dari Allah SWT, membandingkannya dengan sistem sekuler kapitalisme saat ini yang merupakan hasil akal manusia semata tanpa dibimbing wahyu berupa Al-Qur'an dan sunnah.
Fakta sejarah pun tak bisa dipungkiri, bagaimana kesejahteraan, kehidupan nyaman yang diinginkan masyarakat, tanpa banyaknya kerusakan dan kesengsaraan dinikmati ketika Islam menjadi sistem hidup dalam bernegara dan bermasyarakat.
Maka tak heran jika sebagian kalangan khawatir dengan kesadaran yang mulai hadir di benak kaum Muslimin, sebagaimana yang disebutkan Iqbal Ahnaf, Akademisi dari Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada yang dikutip beritasatu.com (11/1/2024) "Potensi ancaman dari ideologi transnasional itu akan selalu ada. Gagasan khilafah yang ditawarkan menjadi semacam panacea atau obat segala penyakit dan mampu menyembuhkan kekecewaan, ketidakadilan, dan emosi negatif lainnya, jelas (itu) menggiurkan bagi beberapa masyarakat. Ketakutan akan khilafah akan selalu dipupuk oleh sistem yang bertentangan dengannya.
Pertarungan antara yang haq dengan yang batil akan selalu ada, sebagaimana perang peradaban antara sekuler kapitalisme dan Islam akan selalu ada. Perang tersebut melibatkan pemikiran, media, bahkan fisik, maka bukan hal yang asing jika banyak narasi yang diciptakan untuk memunculkan ketakutan terhadap gagasan khilafah.
Menyadari akan hal tersebut, umat Islam dan masyarakat seharusnya mulai mempelajari gagasan yang benar tentang khilafah islamiah, yaitu gagasan yang merupakan bagian dari pemikiran Islam. Sejarahnya pun dapat kita dapatkan dari buku shirah, buku-buku sejarah, atau peninggalan sejarahnya yang berupa peradaban dan bangunan fisiknya.
Jika kita mau jujur, maka tidak akan kita temukan sebuah peradaban yang melindungi semua entitas agama, perbedaan etnis, sebaik ketika Islam diterapkan sebagai sebuah sistem hidup yang dikenal sebagai khilafah islamiyah. Keadilan, kesejahteraan, tingginya moral, kemajuan ilmu dan teknologi yang juga hadir kala itu.
Dilansir dari laman literasiislam.com pada Kamis (10/11/2022), pengakuan dari Barat Sebagaimana diutarakan oleh Pangeran Charles tentang para ilmuwan Muslim yang terkenal. “Jika ada banyak kesalahpahaman di Barat tentang Islam, ada juga banyak ketidaktahuan tentang hutang budaya dan peradaban kita sendiri kepada dunia Islam. Itu adalah kegagalan, yang berasal, menurutku, dari kekangan sejarah, yang telah kita warisi. Dunia Islam abad pertengahan, dari Asia Tengah hingga pantai Atlantik, adalah dunia tempat para cendekiawan berkembang pesat. Tetapi karena kita cenderung melihat Islam sebagai musuh Barat, sebagai budaya asing, masyarakat, dan sistem kepercayaan, kita cenderung mengabaikan atau menghapus relevansinya yang besar dengan sejarah kita sendiri.”
Berkah Tersebab Islam Kaffah
Cukuplah Surah Al-A’raf ayat 96 mengingatkan kita semua untuk beriman dan bertakwa agar keberkahan diberikan Allah SWT untuk manusia.
﴿ وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ٩٦ ﴾
"Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan." (QS. Al-A’raf: 96)
Dengan khilafah islamiah yang menerapkan Islam kaffah, maka keimanan dan ketakwaan akan terjaga. Hal tersebut tentu akan menjadi sebab keberkahan yang akan Allah SWT berikan kepada manusia.
Maka gagasan khilafah islamiyah bukan hal yang perlu ditakuti, tetapi seharusnya dipelajari sebagai bagian dari tsaqafah islamiyah, diperjuangkan sebagai bagian dari kewajiban agama agar Islam kaffah diterapkan sempurna oleh individu, masyarakat, dan negara. []
Oleh: Rokhminah, S.Pd.
Aktivis Hijrah
0 Komentar