Topswara.com -- Dilansir dari liputan6.com (9/1/2024), Polsek Muncar Banyuwangi mengungkap ibu kandung dari bayi laki-laki yang ditemukan di dalam kardus depan toko di Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar. Ibu kandung yang juga sebagai terduga pelaku pembuangan bayi itu diketahui berinisial Z. Ia diketahui masih berstatus sebagai seorang pelajar kelas 9 di salah satu SMP di Banyuwangi, dan usianya masih 14 tahun. Z berasal dari Kecamatan Tegaldelimo, Banyuwangi.
Masih di bulan yang sama, seorang wanita nekat membuang bayinya sendiri (anak kedua) dalam keadaan prematur karena alasan ekonomi di selokan di Jl Nusa Indah Gang Soka RT 05/05 Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, pada Senin (15/1) malam. berjenis kelamin laki-laki di Cisalak, Cimanggis, Depok. Polisi mengungkap pelaku tersebut masih memiliki suami (newsdetik.com, 16/1/2024).
Anak temuan adalah anak yang dibuang di jalan atau tidak diketahui siapa orang tuanya. Pembuangan terhadap anak tersebut biasanya karena takut miskin atau lari dari tuduhan perzinaan. Kasus semacam ini dapat terjadi karena lemahnya pemahaman agama dan hancurnya nilai-nilai moral pada diri individu.
Realitas pergaulan bebas, darurat perzinaan, aborsi, rusaknya moral hingga pembuangan bayi yang dilakukan remaja maupun manusia dewasa saat ini sejatinya adalah menjadi bukti nyata kerusakan moral sebagai dampak dari diterapkannya ide sekularisme dan kapitalisme, yakni sebuah cara pandang yang menjadikan standar kebahagiaannya hanya pada standar kebahagiaan untuk meraih materi sebanyak-banyaknya dan untuk kepuasan jasadiyah yang tidak terbatas dan tidak memperhatikan aspek agama.
Sekularisme itu sendiri adalah sebuah paham dimana dia memisahkan agama dari urusan kehidupan. Alhasil, perzinahan itu dianggap sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kebahagiaan di dalam suatu hubungan. Sehingga, wajar jika kita lihat banyak sekali masyarakat saat ini khususnya yang terjerat di dalam pergaulan bebas, perilaku buruk, seperti perzinahan yang mengakibatkan terjadinya kehamilan, aborsi atau pembuangan bayi untuk menutup aib.
Dalam sistem sekuler, dosa tidak lagi menjadi sesuatu hal yang diperhitungkan. Sehingga, pada saat mereka melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan syariat dan memilih keputusan untuk berzina, aborsi ataupun membuang bayinya sudah menjadi hal yang biasa dijadikan solusi atas masalah mereka.
Ditambah lagi, dengan sistem pendidikan sekuler yang mencetak masyarakat sekuler juga ikut memberikan suatu peran untuk melahirkan generasi-generasi, khususnya para remaja Muslim yang notabene calon ibu menjadi seorang yang sadis dan tidak manusiawi.
Cara Islam Memberikan Jaminan Sosial
Pada dasarnya, syariat Islam telah menetapkan aturan untuk mencegah terjadinya kasus pembuangan anak. Akan tetapi, jika sampai kasus ini terjadi di tengah-tengah masyarakat, maka Islam tidak akan meninggalkan jiwa manusia tersebut tercampakkan dan terlantar.
Anak tersebut berhak untuk dipelihara dan dididik dengan menggunakan dana dari baitul mal, kecuali bila orang tua dari anak tersebut meninggalkan harta untuk anaknya atau ada seseorang yang secara sukarela memberikan infak kepada anak tersebut karena mengharap ridha Allah Ta'ala.
Pada masa awal Islam kasus anak temuan merupakan kejadian langka. Sebab masyarakat Islam pada masa awal berdirinya Daulah Islam masih sangat suci dan bersih. Mereka amat memahami hakikatnya sebagai hamba dan selalu berusaha mentaati aturan-aturan Allah SWT.
Akan tetapi meski kasus anak temuan sangat kecil angkanya namun kasus ini juga mendapatkan perhatian dalam buku Fikih ekonomi Umar ra. diantara buktinya adalah riwayat Malik dari seorang Bani Sulaim bahwa dia mendapatkan anak yang dibuang pada masa Khalifah Umar bin Al Khattab lalu ia membawa anak tersebut kepada Umar, maka Umar pun berkata,
"Apa yang mendorong kamu untuk mengambil bayi ini?" Lalu ia menjawab, "Aku mendapatinya terlantar, maka aku mengambilnya."
Lalu seorang kenalannya berkata kepadanya, "Wahai Amirul Mukminin, sungguh dia orang yang salih."
Maka Umar berkata, "Apakah demikian?" Ia berkata, "Iya." Maka Khalifah Umar berkata, "Pergilah kamu, karena dia merdeka dan bagi kamu wala'nya dan atas kami nafkahnya."
Riwayat tersebut menunjukkan bahwa Khalifah Umar ra. menetapkan beberapa hal tentang jaminan sosial terhadap anak temuan,
Pertama, penetapan anak tersebut sebagai anak merdeka agar tidak dikuasai oleh siapapun.
Kedua, jaminan nafkahnya dari baitul mal. Sehingga dia tidak terlantar dikarenakan tiadanya orang yang menafkahinya.
Ketiga, pembentukan hubungan dan pertalian sosial terhadap anak temuan ini sebagai ganti dari pertalian nasab yang hilang darinya, dimana beliau menetapkan bahwa wala'nya bagi orang yang melakukan pengasuhannya lalu anak tadi berhak mewarisinya Jika dia meninggal tanpa memiliki ahli waris.
Sungguh, Islam memiliki konsep jaminan sosial yang memuliakan manusia termasuk anak temuan. Dengan begitu, setiap jiwa mendapatkan haknya untuk dipelihara dan dididik dengan baik meskipun anak tersebut ditinggalkan oleh orang tuanya yang tidak bertanggung jawab.
Jaminan sosial ini juga memudahkan bagi orang yang bersedia untuk mengasuh anak temuan tadi. Sehingga ia dapat fokus mengasuh dengan baik tanpa khawatir masalah pembiayaan.
Namun, biaya jaminan sosial tersebut hanya dapat kita temui ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara, yaitu Khilafah Islamiyah.
Sungguh berbeda jauh dengan kondisi hari ini, dimana syariat Islam secara kaffah tidak diterapkan. Banyak sekali anak temuan hasil perzinahan yang akhirnya terlantar di Panti Asuhan dan tidak mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan yang layak.
Mereka hanya dapat mengharapkan adanya bantuan dari orang yang dermawan atau menunggu ada orang yang berkehendak untuk mengasuhnya. Alhasil, anak temuan di hari ini merasa rendah diri dan tidak berguna. Padahal, mereka hanyalah korban dari orang tua yang tidak bertanggung jawab.
Sungguh, tidakkah kita rindu pada peradaban agung yang tegak atas dasar keimanan dan ketakwaan dalam peradaban Islam tersebut pemimpin, individu dan masyarakat saling bahu membahu untuk menerapkan aturan Islam dan meraih derajat takwa dihadapan Allah Ta'ala. []
Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis
0 Komentar