Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Waspada Pecah Belah Rakyat dalam Masa Kampanye


Topswara.com -- Dilansir dari CNBC Indonesia - Media asing kembali menyoroti pemilihan presiden (pilpres) RI. Kali ini terkait kampanye calon presiden (capres) dan siapa yang saat ini unggul dalam survei.

Media Jepang, Nikkei Asia misalnya, menulis artikel "Indonesia's Prabowo leads as presidential campaign kicks off Race highlights growing rift between Jokowi and his political party". Disebutkan bagaimana saat memulai masa kampanye, salah satu capres Prabowo Subianto masih unggul dan kemungkinan memperluas keunggulannya dalam survei.

Kampanye sudah dimulai. Para kontestan bersaing merebut perhatian massa dengan segala macam cara, bahkan termasuk pencitraan, black campaign. Kondisi ini rawan terjadinya perselisihan dan konflik ditegah masyarakat.

Di sisi lain hal ini menguatkan bahwa Sistem pemilu demokrasi penuh dengan intrik, tipu-tipu. Islam memandang kepemimpinan dan jabatan adalah Amanah yang akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT.

Islam memiliki mekanisme pemilihan pemimpin terbaik. Dengan asas akidah Islam, pelaksanaan akan tertib dan lancar dan penuh kebaikan, bisa termasuk dalam interaksi warga.

ketika agama dipisahkan dari politik dan pemerintahan, alias menggunakan prinsip-prinsip sekularisme demokrasi. Terbukti hal itu menjadikan jabatan dan kekuasaan sebagai rebutan parpol dan elit politisi setiap pemilu. 

Bahkan mereka sering menggunakan prinsip Machiavelli: menghalalkan segala cara. Modus pencitraan merakyat dan peduli rakyat, janji palsu dan politik uang jadi formula baku banyak politisi. Tidak ada rasa takut lagi akan dosa-dosa akibat perbuatan mereka.

Mestinya yang pantas dicap mempolitisasi agama adalah mereka yang berkamuflase menjelang Pemilu seolah islami; bersorban, berkerudung, sowan kepada para ulama, difoto sedang shalat, buka puasa. Padahal keseharian mereka belum tentu demikian. Semua dilakukan sebagai pencitraan agar dipilih oleh kaum Muslim.

Lebih buruk lagi, sistem politik sekularisme demokrasi meniscayakan politik uang. Penelitian yang diterbitkan situs rumahpemilu.org dari Pemilu 2019, menyebutkan saking tingginya politik uang di Indonesia menurut standar internasional, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan peringkat politik uang terbesar nomor tiga sedunia. Artinya, politik uang sudah dianggap wajar dalam Pemilu Indonesia.

Jumlah uang yang berputar dalam Pemilu tidak main-main jumlahnya. Menurut ekonom senior, Raden Pardede, belanja politisi sampai pemilu nanti diperkirakan akan mencapai Rp 200 triliun. Ia juga memastikan hal ini selalu terjadi saat tahun politik. Untuk apa uang sebanyak itu? Sebagian tentu saja untuk politik uang.

Dari mekanisme Pemilu seperti itu, apa yang bisa diharapkan oleh rakyat? Terbukti eksekutif dan legislatif sering melahirkan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba, rencana pembangunan IKN, kereta cepat Jakarta Bandung, atau misalnya rencana pencabutan pertalite untuk diganti pertamax green yang justru lebih mahal.

Padahal Nabi SAW. mengingatkan betapa bahaya perebutan dan haus jabatan serta kekuasaan. Nabi SAW. juga mengingatkan ancaman kepada para pemimpin yang suka menipu rakyat dalam masa jabatannya.

Islam, politik dan kekuasaan adalah bagian yang terintegrasi. Para ulama sudah membahas tentang pentingnya agama dan kekuasaan itu bersatu. Dalam kitab Majmû’ al-Fatâwâ, (28/394), Ibnu Taimiyah menyatakan, “Jika kekuasaan terpisah dari agama atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya perkataan manusia akan rusak.”

Dalam Islam menjadi penguasa itu memiliki tujuan mulia, yakni sebagai amal salih untuk mengurus umat dengan penerapan Islam dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Allah SWT telah memerintahkan para pemimpin untuk berhukum dengan syariah-Nya dan menunaikan amanah.

Sudah seharusnya umat meluruskan pandangan soal politik dan kepemimpinan, bahwa pemimpin yang amanah bukan sekadar pemimpin yang salih secara personal, tetapi juga menciptakan kesalihan secara menyeluruh. Ia tidak akan membiarkan satu aspek kehidupan bernegara pun yang tidak diatur oleh hukum-hukum Allah. Sebabnya, ia yakin tidak ada aturan yang terbaik melainkan yang datang dari risalah Islam.

Karena itu memilih pemimpin bukan sekadar memilih yang beragama Islam, tetapi memilih pemimpin Muslim yang akan menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan sehingga tercipta rahmat bagi semesta alam. Tanpa menerapkan syariah Islam, sesalih apapun seorang pemimpin tidak akan bisa mengundang rahmat Allah SWT.

Wallahu alam bishawab.


Oleh: Dewi Sulastini
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar