Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tren Bunuh Diri, Bukti Rapuhnya Generasi


Topswara.com -- Sungguh miris, kasus bunuh diri di kalangan remaja terjadi lagi dan semakin meningkat setiap tahunnya. Jika dulu Jepang dan Korea banyak mendapat sorotan soal tingginya angka bunuh diri, namun saat ini nampaknya dering alarm kasus bunuh diri di Indonesia mulai mengkhawatirkan. 

Pasalnya aksi nekat mengakhiri hidup ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, akan tetapi telah dilakukan oleh para remaja. Padahal, Indonesia termasuk negeri Muslim terbesar di dunia. Inilah yang menjadi tanda tanya, apa penyebabnya. 

Seorang Muslim sejati yang dekat dengan Penciptanya seharusnya yakin bahwa setiap masalah yang terjadi pasti ada solusi. Banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi menjadi bukti rapuhnya mental generasi stroberi buah sekulerisasi. 

Seperti yang terjadi baru-baru ini. Seorang siswa SD di Pekalongan, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di dalam kamarnya, diduga dipicu karena dilarang bermain HP oleh Ibunya (detik.com, 23-11-2023). 

Kasus berikutnya, Siswi SD Negeri 6 Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, tewas setelah terjatuh dari lantai empat sekolahnya yang diduga bunuh diri. Menurut Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dilaporkan bahwa kasus bunuh diri anak meningkat sebesar 10 persen lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. 

KPAI berencana membentuk tim khusus untuk menekan potensi kasus bunuh diri di kalangan remaja karena sudah sangat mengkhawatirkan jika tidak dicegah sejak dini (kompas.id, 28-11-2023). 

Menurut Nahar, Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan bahwa pada tahun 2023 kasus bunuh diri anak telah mencapai 20 kasus, para korban bunuh diri merupakan anak-anak usia di bawah 18 tahun, penyebabnya depresi, akibat kekerasan, dugaan perundungan atau bullying dan penyebab lainnya (rri.co.id, 11-11-2023). Jumlah kasus bunuh diri anak yang tidak dilaporkan kemungkinan jauh lebih banyak.

Menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) pada tahun 2022, sebanyak 15,5 juta (34,9 persen) remaja mengalami masalah mental dan 2,45 juta (5,5 persen) remaja mengalami gangguan mental. Data tersebut menunjukkan bahwa mental generasi muda Indonesia tidak baik-baik saja dan perlu perhatian khusus.

Kasus Bunuh Diri Marak Akibat Sistem Sekularisme

Jika dicermati lebih mendalam akar masalah bunuh diri yang marak, terjadi akibat sistem sekularisme yang rusak. Semua bermuara karena rusaknya tatanan kehidupan, ketika agama tidak lagi dijadikan sebagai sumber pedoman, maka para pemuda rawan terkena gangguan mental. 

Kesehatan mental tidak sebatas masalah internal saja, tetapi dipengaruhi oleh kehidupannya secara luas dan variatif. Gangguan kesehatan mental tidak muncul dengan sendirinya. 

Sebab, sistem yang salah akan menciptakan banyak masalah, mulai dari krisis identitas karena rendahnya pemahaman agama, pola asuh yang salah lengkap dengan keluarga yang tidak harmonis.

Sistem pendidikan yang rusak hanya fokus pada nilai akademik saja yang mengesampingkan pendidikan agama sehingga tidak terlahir pelajar beriman dan bertaqwa berakhlak mulia, maka sistem pendidikan dengan kurikulum merdeka bukan solusinya, kemudian pergaulan yang toksik, bullying, krisis multidimensional dengan berbagai problematika kehidupan yang menghimpit. 

Serta tekanan ekonomi dengan tuntutan gaya hidup elit ekonomi sulit dan lain sebagainya. Inilah faktor penyebab lahirnya generasi yang rapuh dan sakit mental karena memisahkan agama dari kehidupan. 

Selain itu di sistem saat ini, para remaja kesulitan menyaring informasi dari media sosial, berbagai macam konten di dunia maya yang mereka konsumsi dapat membuat mereka rentan terpapar informasi negative, seperti mengadopsi pemikiran rusak, termasuk tren suicide (bunuh diri) ini. Walhasil, media sosial jelas sangat berpengaruh pada kesehatan mental dan emosional remaja.

Oleh sebab itu kasus tersebut menjadi PR besar yang harus segera diatasi. Jika dibiarkan tanpa ada penanganan khusus secara total dan menyeluruh maka tidak menutup kemungkinan fenomena bunuh diri akan terus meningkat. 

Dalam kehidupan sekularisme, agama dikesampingkan dalam urusan kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, maupun bernegara. Sehingga, peran masing-masing individu pun rusak. Padahal, apabila ketiga pilar kehidupan tersebut bersinergi secara maksimal akan terbentuk generasi islami yang tangguh. 

Pilar Keluarga yang Rapuh

Saat ini banyak anak dari keluarga muslim yang tumbuh dewasa di lingkungan keluarga yang jauh dari Islam. Banyak orang tua yang tidak menanamkan nilai-nilai keislaman, umumnya lebih melihat prestasi akademik anak dan tidak peduli apakah anaknya dekat dengan Al-Qur’an atau tidak. 

Kurangnya kasih sayang dan perhatian terhadap mental anak sehingga anak tidak memiliki tempat untuk bercerita secara intens. Keluarga yang broken home dan alpa dalam pengasuhan akan menjadikan anak depresi, lalu memilih mencari perhatian di luar rumah dan rentan mengambil jalan pintas atas persoalan hidupnya.

Pilar Masyarakat yang Abai

Dalam sistem ini telah terbentuk masyarakat individualis yang cuek dengan kondisi sekitar selama tidak merugikan dirinya dan keluarganya. Sehingga, aktivitas amar makruf nahi mungkar tidak berjalan sebagaimana mestinya. Masyarakat saat ini pilih-pilih pergaulan sesuai strata sosial, sebab yang menjadi ukuran bagi mereka adalah materi. 

Pilar Negara Belum Berperan Maksimal

Media memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan kesehatan mental setiap individu. Maka negara wajib mengontrol dan mengawasi media dalam menyebarkan informasi dan hiburan, karena banyak generasi muda yang meniru gaya hidup liberal dan sekuler melalui media sosial yang mereka tonton tanpa filter yang tepat. 

Akibat serangan pemikiran sekularisme yang kuat, membuat generasi kita mempunyai kepribadian yang lemah dan rapuh. Kemudian, sistem pendidikan saat ini melalui program moderasi beragama memiliki tujuan menjauhkan peserta didik dari Islam. 

Sehingga, generasi muda dididik dari perspektif sekuler dan kapitalis. Kebahagiaan tertinggi dalam hidup adalah mencapai kesenangan materi duniawi sebanyak-banyaknya. Bukan mendapatkan ridho dari Allah dengan menjadi pribadi beriman dan bertakwa. Alhasil, jika mereka gagal mencapai ekspektasi kesenangan duniawi, maka depresi hingga bunuh diri bisa saja terjadi. 

Islam Mengatur Kehidupan

Setiap manusia pasti memiliki masalah dan sebagai seorang Muslim masalah tersebut harus diselesaikan dengan jalan Islam. Islam memberikan solusi terbaik atas setiap persoalan hidup individu, sebab solusi Islam datang dari Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Islam menawarkan solusi dengan menegakkan tiga pilar kehidupan yang saling bersinergi untuk mengatasi dan mencegah terjadinya bunuh diri. 

Pertama, pilar keluarga, yaitu orang tua wajib menanamkan akidah Islam sejak kecil, bekal keimanan yang shahih harapannya mampu membentuk kepribadian Islam berakhlak mulia sehingga seseorang memiliki mental yang kokoh, tahan banting, tidak gampang menyerah dan putus asa. 

Anak-anak yang memiliki akidah Islam yang kuat akan memahami tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah SWT dan standar hidupnya halal-haram bukan materi. Sehingga pemikiran untuk bunuh diri tidak akan terjadi.

Kedua, pilar masyarakat, yaitu masyarakat wajib mengontrol dan menjaga masyarakat untuk tetap taat dengan dakwah amar nahi mungkar. Apabila peran masyarakat berfungsi optimal, tidak akan ada kemaksiatan yang ditoleransi sebab masyarakat membiasakan diri untuk saling peduli dan saling menasihati. 

Ketiga, pilar negara, negara memiliki tanggung jawab besar terhadap kesehatan mental generasi muda, karena negara memiliki kuasa untuk memfilter tayangan dan konten yang merusak iman dan taqwa di dunia maya, seperti tontonan berbau sekuler dan liberal, adegan kekerasan, video porno, dan kemaksiatan lainnya dan negara wajib memberlakukan sanksi tegas berdasarkan syariat Islam bagi pelaku kemaksiatan. 

Kemudian, negara menerapkan sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam sehingga generasi muda akan memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan syariat Islam. Sehingga terlahir generasi muda yang kuat IMTAQ dan IPTEKnya yang mampu menyelesaikan masalah kehidupan sesuai aturan Islam. Selain itu, negara dalam sistem Islam harus memberikan jaminan kesejahteraan di segala lini kehidupan untuk seluruh rakyatnya.

Apabila Islam diterapkan secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan, maka tidak hanya masalah bunuh diri saja yang teratasi akan tetapi semua problematika kehidupan ini akan teratasi secara tuntas. Sebab hanya Islam yang mampu memberikan solusi hakiki.


Oleh: Retno Widi
Komunitas Tinta Pelopor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar