Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tips Bahagia Menurut Imam Syafi'i


Topswara.com -- Sobat. Imam syafií rahimahullah memberi wasiat tentang lima hal yang dapat mengantarkan seseorang pada kebahagiaan dan kebaikan dunia akherat. Kata beliau, “ Ingin bahagia? Miliki kekayaan jiwa, jangan menyakiti, usaha yang halal, pelihara takwa, dan yakin dengan Allah dalam setiap kondisi.

Sobat. Artikel ini kita akan membahas lima hal yang bisa mengantarkan kepada kebahagiaan yang hakiki :

Pertama, memiliki kekayaan jiwa. Dalam sebuah hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Kekayaan itu bukan soal keberlimpahan harta benda dunia, melainkan kekayaan yang sejati adalah kekayaan jiwa.”1

Sobat. Hadis ini menunjukkan bahwa kekayaan sejati bukanlah terletak pada jumlah harta yang dimiliki seseorang, melainkan pada kondisi hati dan jiwa yang merasa cukup dengan apa yang Allah SWT berikan. 

Orang yang kaya jiwa adalah orang yang mensyukuri nikmat Allah SWT, tidak tamak, tidak iri, tidak bakhil, tidak sombong, dan tidak takut kehilangan harta. Orang yang kaya jiwa juga tidak bergantung pada manusia atau harta, melainkan hanya pada Allah SWT. Orang yang kaya jiwa selalu merasa puas dengan apa yang ada, dan tidak mengeluh dengan apa yang tiada.

Sobat. Kekayaan jiwa adalah kekayaan yang menentramkan hati dan mendamaikan pikiran. Orang yang kaya jiwa tidak mudah terpengaruh oleh godaan dunia atau tipu daya setan. 

Orang yang kaya jiwa juga tidak mudah tergoda oleh rayuan syahwat atau bisikan nafsu. Orang yang kaya jiwa selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas ibadah dan akhlaknya kepada Allah SWT dan sesama makhluk.

Kedua, menahan diri dari menyakiti. Sobat. Siapa yang menggali lubang, dialah yang akan jatuh ke dalamnya. Begitulah kira-kira gambaran kehidupan dunia. Apabila seseorang berani dan rela menyakiti orang lain, ia tidak akan hidup tenang. 

Sebab, orang itu akan berusaha membalasnya, begitulah selamanya. Apabila kita mampu menahan diri dari menyakiti orang lain, bahkan dari orang yang menyakiti kita, maka selamanya kita akan merasa tenang dan tidak terlibat dalam permusuhan yang hanya akan membawa sengsara.

Ketiga, usaha yang halal. Harta yang halal adalah kunci meraih keberkahan hidup, sebaiknya usaha haram akan membawa malapetaka di dunia dan mendapat siksa di akherat. Usaha yang haram itu berefek buruk kepada diri sendiri dan orang lain.

Allah SWT berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِلَّهِ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah (2) : 172).

Sobat. Di dalam ayat ini ditegaskan agar seorang mukmin makan makanan yang baik yang diberikan Allah, dan rezeki yang diberikan-Nya itu haruslah disyukuri. Dalam ayat 168 perintah makan makanan yang baik-baik ditujukan kepada manusia umumnya. 

Karenanya, perintah itu diiringi dengan larangan mengikuti ajaran setan. Sedangkan dalam ayat ini perintah ditujukan kepada orang mukmin saja agar mereka makan rezeki Allah yang baik-baik. Sebab itu, perintah ini diiringi dengan perintah mensyukurinya.

Keempat, pakaian takwa. Takwa artinya menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Takwa dapat memberikan ketenangan yang luar biasa, karena hati manusia sebenarnya meminta kesucian bukan kegelapan maksiat. 

Maksiat yang kita lakukan seolah berbekas hitam pada hati, sehingga menimbulkan perasaan gelisah tak menentu. Terkadang pelaku maksiat tidak menyadari bahwa kegelisahannya akibat dari maksiat yang dilakukannya.

Kelima, yakin kepada Allah dalam segala kondisi. Orang yang yakin pada pertolongan Allah dalam kesukaran, ia akan mendapat kemudahan. Orang yang berharap hanya kepada manusia biasanya akan kecewa.

وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا  

“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq (65) : 3).

Sobat. Sesungguhnya janji Allah itu benar. Sebagaimana firman-Nya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقّٞۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِٱللَّهِ ٱلۡغَرُورُ

“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Fathir (35) : 5).

Sobat. Pada ayat ini, Allah menerangkan kebenaran janji-Nya, yaitu terjadinya hari Kebangkitan dan hari Pembalasan. Apabila seseorang taat kepada perintah-Nya akan diberi pahala, dan orang yang mendurhakai-Nya akan disiksa. Janji Allah pada waktunya akan menjadi kenyataan. Dia itu tidak akan pernah menyalahi janji-Nya, sebagaimana firman Allah:
Sungguh, Allah tidak menyalahi janji. (ali 'Imran/3: 9) 

Oleh karena itu, tidaklah pada tempatnya bila seseorang teperdaya dengan kehidupan dunia yang mewah, sehingga ia "lupa daratan", bahkan melupakan Tuhan. Semua waktunya dipergunakan untuk menumpuk harta tanpa mengingat Allah sedikit pun. Hal demikian itu dilarang oleh Allah sebagaimana firman-Nya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta benda dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. (al-Munafiqun/63: 9).
 
Begitu pula janganlah seseorang dapat tertipu dan teperdaya dengan bujukan dan godaan setan, dengan mudah menuruti bisikan dan ajakannya karena setan tidak hanya mengajak kepada hal-hal yang keji dan mungkar, tetapi kadangkala ia menyuruh orang untuk berbuat baik dengan tujuan ria. Allah berfirman :

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ وَمَن يَتَّبِعۡ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَإِنَّهُۥ يَأۡمُرُ بِٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۚ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنۡ أَحَدٍ أَبَدٗا وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٞ  

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur (24) : 21).

Sobat. Pada ayat ini Allah memperingatkan kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, agar mereka itu jangan menuruti ajakan setan, mengikuti jejak dan langkahnya, seperti suka dan senang menyebarluaskan aib dan perbuatan keji di antara orang-orang yang beriman. 

Barang siapa yang senang mengikuti langkah-langkah setan, pasti ia akan terjerumus ke lembah kehinaan, berbuat yang keji dan mungkar, karena setan itu memang suka berbuat yang demikian. Oleh karena itu jangan sekali-kali mau mencoba-coba mengikuti jejak dan langkahnya. 

Sekiranya Allah tidak memberikan karunia dan rahmat kepada hamba-Nya dan yang selalu membukakan kesempatan sebesar-besarnya untuk bertobat dari maksiat yang telah diperbuat mereka, tentunya mereka tidak akan bersih dari dosa-dosa mereka yang mengakibatkan kekecewaan dan kesengsaraan, bahkan akan disegerakan azab yang menyiksa mereka itu di dunia ini, sebagaimana firman Allah:

Dan Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya Dia tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. (an- Nahl/16: 61).

Allah yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi, bagaimana pun juga, Dia tetap akan membersihkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dari hamba-Nya, dengan menerima tobat mereka seperti halnya Hassan, Mistah bin Utsatsah dan lainnya. 

Mereka itu telah dibersihkan dari penyakit nifak, sekalipun mereka itu telah berperang secara aktif di dalam penyebaran berita bohong yang dikenal dengan "haditsul-ifki", Allah Maha Mendengar segala apa yang diucapkan yang sifatnya menuduh dan ketentuan kebersihan yang dituduh, Maha Mengetahui apa yang terkandung dan tersembunyi di dalam hati mereka yang senang menyebarkan berita-berita keji yang memalukan orang lain.

Sobat. Ilmu yang benar tidak mungkin bertentangan dengan agama yang benar. Sains telah engbah pikirannya lebih dari sekali dalam satu masalah. Tetapi kitab yang ada di tangan kita ini (Al-Qur’an) tetap dalam kondisinya selama seribu empat ratus tahun.

Maka siapa pun yang menghendaki kebahagiaan yang sejati jadikanlah Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Jadikanlah Islam sebagai pandangan hidup dan ideologi dalam kehidupan kita.


Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku The Power of Spirituality - Meraih Sukses tanpa batas.
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar