Topswara.com -- Pernahkah Anda berpikir berapa kekayaan setiap orang jika dihargai dengan uang?
Saat mata kita sehat, kita tidak pernah berpikir betapa berharga mata kita. Coba saja andai suatu saat mata Anda, karena satu sebab kecelakaan tertentu, menjadi buta. Kebetulan Anda memiliki tabungan miliaran rupiah. Apa yang Anda lakukan?
Anda pasti akan membayar berapa pun untuk mengembalikan penglihatan Anda. Tidak peduli jika untuk itu tabungan Anda terkuras nyaris habis. Saat kaki kita sehat dan normal, kita pun mungkin jarang berpikir betapa bernilai kaki kita itu.
Namun, pernahkah Anda membayangkan andai suatu saat, karena satu sebab musibah tertentu, kaki Anda harus diamputasi? Saya yakin, jika kebetulan Anda orang kaya, Anda akan sanggup mengeluarkan ratusan juta atau bahkan miliar rupiah asal kaki Anda tidak diamputasi serta kembali sehat dan normal seperti sedia kala.
Bagaimana pula jika satu sebab bencana tertentu wajah Anda yang ganteng/cantik tiba-tiba harus menerima kenyataan rusak parah tidak berbentuk akibat terbakar hebat atau terkena air keras? Saya yakin, Anda pun akan rela melepaskan harta apa saja yang Anda miliki asal wajah Anda bisa kembali ganteng/cantik seperti sedia kala.
Sudah banyak bukti, orang-orang kaya sanggup mengorbankan hartanya sebanyak apapun demi mengembalikan kesehatannya; demi sembuh dari penyakit jantung, kanker, kelumpuhan, kecacatan dll. Bahkan demi mengembalikan agar kulitnya menjadi kencang, agar keriput di wajah bisa hilang, dan lain-lain, banyak orang rela merogoh sakunya dalam-dalam.
Jika sudah demikian, semestinya kita sadar, betapa kayanya setiap diri kita hatta jika secara materi kita orang miskin.
Karena itu amat pantaslah jika Allah SWT dalam Al-Qur'an surat ar-Rahman berkali-kali mengajukan pertanyaan retoris kepada kita: Fa bi ayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzibân (Nikmat Tuhanmu manakah yang kau dustakan)?
Pertanyaannya: Sudahkah semua itu kita syukuri? Sudah berapa lama kita luangkan waktu untuk beribadah dan ber-taqarrub kepada-Nya? Ataukah kita malah rajin bermaksiat kepada-Nya? Sudah berapa besar pengorbanan kita untuk agama-Nya? Sudah berapa banyak harta milik-Nya yang kita infakkan di jalan-Nya atau membantu sesama? Ataukah kita gunakan sebagian besar harta itu di jalan yang sia-sia dan tidak berguna sekadar demi memuaskan syahwat dan kesenangan dunia yang sesungguhnya hanya sesaat saja?
Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []
Oleh. Ustaz Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)
0 Komentar