Topswara.com -- Sobat. Suatu ketika Imam Syafi’I mengadu kepada syeikh Waki bin Jarrah bim Malik al-Kufi (gurunya) mengenai buruknya hafalannya. Kemudian gurunya berpesan agar ia (Imam Syafií) meninggalkan maksiat. Sejatinya ilmu itu nurullah (cahaya dari Allah). Maka cahaya tidak akan diberikan kepada orang yang larut dalam kemaksiatan. Maksiat akan membuat cahaya padam.
Sobat. Imam Syafií berkata dalam kitabnya ad-Diwan, ”Aku melihat pemilik ilmu hidupnya mulia walau ia dilahirkan dari orang tua terhina. Ia terus menerus terangkat hingga derajat yang tinggi dan mulia. Umat manusia mengikutinya dalam setiap keadaan laksana penggembala kambing ke sana sini diikuti hewan piaraan. Jikalau tanpa ilmu, umat manusia tidak akan merasa bahagia dan tidak mengenal halal dan haram.
Sobat. Ilmu tidak akan diraih kecuali dengan enam syarat, cerdik, perhatian tinggi, sungguh-sungguh, bekal, dengan bimbingan guru, dan panjangnya masa.
Sobat. Seorang tergantung ilmu dan takwanya. Maka tabahlah dalam menuntut ilmu, tabahlah atas pedihnya kekerasan pengajar. Karena kekukuhan ilmu itu berada dalam kesulitan. Barangsiapa tidak mencicipi pahitnya belajar dia akan menelan kehinaan bodoh selama hidup.
Barang siapa waktu mudanya tidak sempat belajar maka bacakan takbir 4 kali karena kematiannya. Demi Allah hidup seseorang itu tergantung ilmu dan takwa. Bila keduanya tidak ada, keberadaannya tidak dianggap.
Allah SWT berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah (58) : 11).
Sobat. Ayat ini memberikan penjelasan bahwa jika di antara kaum Muslimin ada yang diperintahkan Rasulullah saw berdiri untuk memberikan kesempatan kepada orang tertentu untuk duduk, atau mereka diperintahkan pergi dahulu, hendaklah mereka berdiri atau pergi, karena beliau ingin memberikan penghormatan kepada orang-orang itu, ingin menyendiri untuk memikirkan urusan-urusan agama, atau melaksanakan tugas-tugas yang perlu diselesaikan dengan segera.
Dari ayat ini dapat dipahami hal-hal sebagai berikut:
Pertama, para sahabat berlomba-lomba mencari tempat dekat Rasulullah SAW agar mudah mendengar perkataan yang beliau sampaikan kepada mereka.
Kedua, perintah memberikan tempat kepada orang yang baru datang merupakan anjuran, jika memungkinkan dilakukan, untuk menimbulkan rasa persahabatan antara sesama yang hadir.
Ketiga, sesungguhnya tiap-tiap orang yang memberikan kelapangan kepada hamba Allah dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka Allah akan memberi kelapangan pula kepadanya di dunia dan di akhirat.
Sobat. Memberi kelapangan kepada sesama Muslim dalam pergaulan dan usaha mencari kebajikan dan kebaikan, berusaha menyenangkan hati saudara-saudaranya, memberi pertolongan, dan sebagainya termasuk yang dianjurkan Rasulullah saw. Beliau bersabda:
Allah selalu menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah).
Berdasarkan ayat ini para ulama berpendapat bahwa orang-orang yang hadir dalam suatu majelis hendaklah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam majelis itu atau mematuhi perintah orang-orang yang mengatur majelis itu.
Jika dipelajari maksud ayat di atas, ada suatu ketetapan yang ditentukan ayat ini, yaitu agar orang-orang menghadiri suatu majelis baik yang datang pada waktunya atau yang terlambat, selalu menjaga suasana yang baik, penuh persaudaraan dan saling bertenggang rasa.
Bagi yang lebih dahulu datang, hendaklah memenuhi tempat di muka, sehingga orang yang datang kemudian tidak perlu melangkahi atau mengganggu orang yang telah lebih dahulu hadir. Bagi orang yang terlambat datang, hendaklah rela dengan keadaan yang ditemuinya, seperti tidak mendapat tempat duduk. Inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi SAW:
Janganlah seseorang menyuruh temannya berdiri dari tempat duduknya, lalu ia duduk di tempat tersebut, tetapi hendaklah mereka bergeser dan berlapang-lapang." (Riwayat Muslim dari Ibnu 'Umar).
Sobat. Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman, dan tenteram dalam masyarakat, demikian pula orang-orang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah.
Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat yang paling tinggi di sisi Allah ialah orang yang beriman dan berilmu. Ilmunya itu diamalkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya.
Kemudian Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang dilakukan manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan memberi balasan yang adil sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan surga dan perbuatan jahat dan terlarang akan dibalas dengan azab neraka.
Sobat. Ilmu itu ibarat buruan atau hewan liar dan tulisan seperti tali pengikatnya. Maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Demikian penjelasan Imam Syafií.
Sobat. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari adalah guru besar para ahli tafsir, hadits, dan tarikh. Dia adalah seorang Imam mujtahid yang agung serta tokoh legenda dalam memanfaat, menjaga dan mengisi waktunya dengan belajar, mengajar, dan menulis.
Tidaklah heran jika karyanya begitu banyak dengan kandungan yang berkualitas dan kukuh menafsirkan Al-Qur’an dalam 30 ribu lembar, menulis tarikh dalam 30 ribu lembar. Al-Kahtib meriwayatkan,” Aku mendengar As-Simsimi bercerita bahwa Ibnu Jarir, selama 40 tahun, menulis 40 lembar setiap hari.
Muhammad Kurd Ali bertutur, “Tidak pernah ada cerita dari sosok Ibnu Jarir ath-Thabari bahwa dia pernah membuang waktunya, selain untuk memberi manfaat atau mengambil manfaat.
Pada saat detik-detik menjelang wafatnya Ibnu Jarir ath-Thabari, dibacakan kepadanya sebuah doa yang diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad. Dia meminta diambilkan pena dan kertas agar dapat mencatat doa tersebut. Orang-orang di sekelilingnya bertanya, “Dalam keadaan seperti ini?” Beliau (Ibnu Jarir ath-Thabari) berkata, “Hendaklah seseorang tidak meninggalkan kebiasaan mencatat ilmu hingga mati.”
Semoga Allah SWT merahmati Ibnu Jarir ath-Thabari dan memberinya balasan atas jasanya terhadap ilmu, agama islam, dan kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku The Power of Spirituality – Meraih Sukses Tanpa batas. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
0 Komentar