Topswara.com -- Sobat. Tuntutlah ilmu dengan tujuan untuk diamalkan. Jangan menuntut ilmu untuk membanggakan diri di hadapan orang-orang alim, memamerkan kepintaran di depan orang-orang bodoh, atau mencari makan dari orang-orang kaya.
Bahkan memanfaatkannya untuk memperalat orang-orang fakir. Bagimu pahala ilmu yang diamalkan dan dosa dari ilmu yang ditelantarkan. Siapa yang mencari kebaikan, niscaya menjadi orang asing di zaman kita.
Sobat. Jangan pernah merasa kesepian dan teguhlah berada di jalan Tuhanmu. Jika engkau melakukan itu, yang menjadi teman dekat dan pelindungmu adalah Allah SWT, Jibril AS, dan orang-orang sholeh dari kaum mukminin.
Sobat. Jika engkau ingin bergabung dengan barisan orang-orang sholeh, berbuatlah sebagaimana orang sholeh berbuat. Merasalah cukup dengan apa yang sudah engkau peroleh dari dunia. Jangan melupakan Allah yang tidak pernah melupakanmu dan jangan pernah lupa terhadap malaikat yang ditugaskan menulis rekam jejakmu dan mencatat amal perbuatanmu.
Sobat. Merasalah diawasi Allah, baik dalam kondisi sembunyi maupun terang-terangan, sebab Dia senantiasa mengawasimu.
Sebagaimana firman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’ (4) :1).
Sobat. Di dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada manusia agar bertakwa kepada Allah, yang memelihara manusia dan melimpahkan nikmat karunia-Nya. Dialah Yang menciptakan manusia dari seorang diri yaitu Adam.
Dengan demikian, menurut jumhur mufasir, Adam adalah manusia pertama yang dijadikan oleh Allah. Kemudian dari diri yang satu itu Allah menciptakan pula pasangannya yang biasa disebut dengan nama Hawa. Dari Adam dan Hawa berkembang biaklah manusia.
Dalam Al-Qur'an penciptaan Adam disebut dari tanah liat (al-Anam/6:2; as-Sajdah/32:7; Shad/38:71 dan dalam beberapa ayat lagi). Dalam an-Nisa/4:1 disebutkan "... dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari dirinya; ..."
Kata-kata dalam Surah an-Nisa ayat pertama ini sering menimbulkan salah pengertian di kalangan awam, terutama di kalangan perempuan, karena ada anggapan bahwa perempuan diciptakan dari rusuk Adam, yang sering dipertanyakan oleh kalangan feminis.
Ayat itu hanya menyebut ... wa khalaqa minha zaujaha, yang diterjemahkan dengan menciptakan pasangannya dari dirinya; lalu ada yang mengatakan bahwa perempuan itu diciptakan dari rusuk Adam, dan pernyataan yang terdapat dalam beberapa hadis ini ada yang mengira dari Al-Qur'an. Di dalam Al-Qur'an nama Hawa pun tidak ada, yang ada hanya nama Adam.
Nama Hawa (Eve) ada dalam Bibel ("Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup." (Kejadian iii. 20), (Hawwa dari kata bahasa Ibrani heva, dibaca: hawwah, yang berarti hidup).
Pernyataan bahwa perempuan diciptakan dari rusuk laki-laki itu terdapat dalam Perjanjian Lama, Kitab Kejadian ii. 21 dan 22: "Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu."
Kemudian sekali lagi Allah memerintahkan kepada manusia untuk bertakwa kepada-Nya dan seringkali mempergunakan nama-Nya dalam berdoa untuk memperoleh kebutuhannya.
Menurut kebiasaan orang Arab Jahiliah bila menanyakan sesuatu atau meminta sesuatu kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah. Allah juga memerintahkan agar manusia selalu memelihara silaturrahmi antara keluarga dengan membuat kebaikan dan kebajikan yang merupakan salah satu sarana pengikat silaturrahmi.
Ilmu Hayati Manusia (Human Biology) memberikan informasi kepada kita, bahwa manusia dengan kelamin laki-laki mempunyai sex-chromosome (kromosom kelamin) XY, sedang manusia dengan kelamin wanita mempunyai sex-chromosome XX. Ayat di atas menjelaskan bahwa "manusia diciptakan dari diri yang satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya". Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa 'diri yang satu itu tentu berjenis kelamin laki-laki, sebab kalimat berikutnya menyatakan, 'daripadanya diciptakan istrinya.
Dari sudut pandang Human Biology hal itu sangatlah tepat, sebab sex-chromosome XY (laki-laki) dapat menurunkan kromosom XY atau XX; sedang kromosom XX (wanita) tidak mungkin akan membentuk XY, karena dari mana didapat kromosom Y? Jadi jelas bahwa laki-laki pada hakikatnya adalah penentu jenis kelamin dari keturunannya. Diri yang satu itu tidak lain adalah Adam.
Sobat. Setelah pada surah sebelumnya Allah menjelaskan bahwa kitab suci merupakan petunjuk jalan menuju kebahagiaan dan bahwa inti seluruh kegiatan adalah tauhid, pada surah ini Allah menjelaskan bahwa untuk meraih tujuan tersebut manusia perlu menjalin persatuan dan kesatuan, serta menanamkan kasih sayang antara sesama.
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, mensyukuri karunia dan tidak mengkufuri nikmat-Nya. Dialah Allah yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu yaitu Adam, dan Allah menciptakan pasangannya yaitu Hawa dari diri-nya yakni dari jenis yang sama dengan Adam; dan dari keduanya, pasangan Adam dan Hawa, Allah memperkembangbiakkan menjadi beberapa keturunan dari jenis laki-laki dan perempuan yang banyak kemudian mereka berpasang-pasangan sehingga berkembang menjadi beberapa suku bangsa yang berlainan warna kulit dan bahasa (Lihat: Surah arRum/30: 22).
Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta pertolongan antar sesama, dengan saling membantu, dan juga peliharalah hubungan kekeluargaan dengan tidak memutuskan tali
silaturahmi.
Sobat. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu karena setiap tindakan dan perilaku kamu tidak ada yang samar sedikit pun dalam pandangan Allah. Menjalin persatuan dan menjaga ikatan kekeluargaan adalah dasar ketakwaan yang dapat mengantarkan manusia ke tingkat kesempurnaan.
Ayat berikut ini menjelaskan siapa yang harus dipelihara hak-haknya dalam rangka bertakwa kepada Allah. Dan berikanlah, wahai para wali atau orang yang diberi wasiat mengurus, kepada anak-anak yatim yang sudah dewasa lagi cerdas untuk mengelola harta mereka sendiri yang ada di dalam kekuasaanmu, dan janganlah kamu menukar harta anak yatim yang baik, lalu karena ketamakan kamu mengambil atau menukar harta mereka.
Tindakan itu sama halnya menukar yang baik dengan yang buruk. Dan demikian pula, janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu dengan ikut memanfaatkan harta mereka demi kepentingan diri sendiri.
Sungguh, tindakan menukar dan memakan itu adalah dosa yang besar. Jika kamu melakukan hal itu, kamu akan mendapat laknat dan murka dari Allah.
۞وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ وَيَعۡلَمُ مَا فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۚ وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٖ فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٖ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (
QS. Al-An’am (6) : 59)
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa kunci-kunci pembuka pintu untuk mengetahui yang gaib itu hanya ada pada Allah, tidak ada seorang pun yang memilikinya.
Yang dimaksud dengan yang gaib ialah sesuatu yang tidak diketahui hakikat yang sebenarnya, seperti akhirat, surga dan neraka. Sekalipun manusia telah diberi Allah pengetahuan yang banyak, tetapi pengetahuan itu hanyalah sedikit bila dibanding dengan pengetahuan Allah. Amatlah banyak yang belum diketahui oleh manusia.
Sesungguhnya Allah menciptakan alam ini dengan segala macam isinya, dilengkapi dengan aturan dan hukum yang mengaturnya sejak dari adanya sampai akhir masa adanya. Ketentuan itu tidak akan berubah sedikit pun. Kemudian Allah mengajarkan kepada manusia beberapa aturan dan ketentuan untuk meyakinkan mereka bahwa Allah-lah yang menciptakan segalanya agar mereka menghambakan diri kepada-Nya.
Karena itu seandainya ada manusia yang menyatakan bahwa mereka mengetahui yang gaib itu, maka pengetahuan mereka hanyalah merupakan dugaan dan sangkaan belaka, tidak sampai kepada hakikat yang sebenarnya. Mereka pun tidak mengetahui dengan pasti akibat dan hikmat suatu kejadian. Percaya kepada yang gaib termasuk salah satu dari rukun iman.
Di antara perkara-perkara gaib yang tidak diketahui oleh manusia disebutkan dalam firman Allah:
Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal. (Luqman/31: 34).
Pengetahuan tentang yang gaib hanya diketahui seseorang jika Allah mengajarkan kepadanya, sebagaimana firman-Nya:
Dia Mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya. (al-Jinn/72: 26-27).
Di antara hal yang gaib yang pernah diajarkan atau diberitahukan Allah kepada nabi-nabi-Nya ialah: Nabi Isa diajari Allah untuk mengetahui apa yang dimakan dan disimpan seseorang di rumahnya, firman-Nya:
dan aku beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu¦ (ali 'Imran/3: 49).
Demikian pula kepada Nabi Yusuf, firman Allah SWT: Dia (Yusuf) berkata, "Makanan apa pun yang akan diberikan kepadamu berdua aku telah dapat menerangkan takwilnya, sebelum (makanan) itu sampai kepadamu. (Yusuf/12: 37).
Kemudian Allah menerangkan keluasan ilmu-Nya, yaitu di samping Dia mengetahui yang gaib, Dia juga lebih mengetahui akan hakikat dan keadaan yang dapat dicapai panca indera manusia, Dia mengetahui segala yang ada di daratan dan di lautan sejak dari yang kecil dan halus sampai kepada yang sebesar-besarnya.
Sejak dari tempat dan waktu gugurnya sehelai daun, keadaan benda yang paling halus yang berada pada malam yang paling gelap, apakah keadaannya basah atau kering, semuanya ada di dalam ilmu Allah tertulis di Lauh Mahfudh.
Rasulullah SAW bersabda:
Allah telah ada dan yang lain belum ada, dan adalah arsy-Nya di atas air, dan Dia menuliskan pada Lauh Mahfudh segala sesuatu dan Dia menciptakan langit dan bumi. (Riwayat al-Bukhari dari 'Imran bin husain).
Dari hadis di atas dipahami bahwa segala sesuatu yang ada tidak luput dari pengetahuan Allah.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual
0 Komentar