Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Rohingya Apa Kabar Kalian Kini?


Topswara.com -- Kabar warga Rohingya timbul tenggelam dalam perbincangan. Baru-baru ini kembali timbul karena pengungsi masuk ke Aceh. Meskipun kabarnya pengungsi Rohingya bukan kali ini memasuki Aceh namun sudah beberapa gelombang masuk ke Aceh dengan penerimaan yang baik. Pro dan kontra komentar penduduk Indonesia menanggapi pengungsi Rohingya memilih Aceh menjadi tempat sandaran perlindungan. Hati nurani sebagai manusia tentu mengobok-obok perasaan ketika melihat mereka terombang-ambing tidak tahu menahu arah tujuan. 

Aturan tegas dan penduduk yang kontra justru menjadi alasan utama menolak pengungsi Rohingya masuk ke Aceh. Sebut saja baru-baru ini sejumlah pemuda yang mengatasnamakan diri Mahasiswa Pemuda Peduli Aceh (MPPA) menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Simpang Lima, Kota Banda Aceh, Saat unjuk rasa, mereka menyatakan menolak kehadiran imigran Rohingya yang masuk ke Aceh (Kompas.com 29/11/2023).

Alasan mahasiswa yang membawa suara aspirasi sebagian rakyat Aceh ini merasa lebih butuh perhatian yang lebih utama daripada harus berpartisipasi peduli pada imigran Rohingya. Mengapa ada kesimpulan demikian karena beberapa bulan pengungsi dari Rohingya bergelombang datang ke Aceh dan diterima dengan baik oleh sebagian besar warga Aceh, melihat identitas asli warga Aceh adalah selalu menghormati tamu. 

Pengungsi Rohingya condong memilih Aceh sebagai tempat pengungsian selain dari karakter warga Aceh yang care juga dari segi geografis Aceh. Wilayah Aceh adalah Wilayah yang terhubung langsung dengan Laut Andaman. Melihat Laut Andaman ini adalah jalur pelayaran para pengungsi Rohingya yang kabur dari Myanmar menggunakan perahu kayu. Perahu-perahu yang ditumpangi para pengungsi Rohingya itu banyak yang terdampar hingga masuk wilayah perairan Aceh (Tirto.id 30/11/23).

Banyaknya masalah sosial dan moral yang dilakukan orang Rohingya membuat warga Aceh tidak bersimpati lagi. Bahkan, mereka kini berbalik menolak kedatangan para pengungsi. Selain itu alasan yang lebih mendasari penolakan imigran Rohingya adalah adanya komentar bahwa Indonesia tidak berkewajiban tampung pengungsi.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan Indonesia bukan pihak pada Konvensi Pengungsi 1951. Atas hal itu, Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut.

“Penampungan yang selama ini diberikan semata-mata karena alasan kemanusiaan. Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu,” demikian petikan keterangan tertulisnya (voaindonesia.com 18/11/23).

Pengungsi Rohingya hingga kini terkatung-katung akibat pengusiran dari satu negara ke negara lain dari negeri asalnya. Melihat dunia pun tidak memberikan solusi tuntas. Apalagi tidak semua negara meratifikasi konvensi tentang pengungsi termasuk Indonesia sendiri. Persoalan penting lain yang terjadi adalah mereka saat ini tidak memiliki status kewarganegaraan atau Stateless. Sehingga mereka juga memiliki resiko menjadi sasaran bahkan korban TPPO. 

Aturan yang tidak jelas arahan dan pemberlakuannya tidak bisa menjadi kesimpulan besar untuk menolak pengungsi dari manapun. Sebab, kembali membawa asas kembali kepada fitrah manusia yang hidup bersosial. Saling membutuhkan saling membantu, yang ditekankan dalam hal ini adalah yang melakukan penggusuran dan kedzaliman-kedzaliman lainnya. 

Permasalahan penggusuran Rohingya ini akan usai ketika permasalahan utama diselesaikan dengan tuntas, memberikan status kewarganegaraan kembali ke daerah asal mereka dengan rangkulan peradaban besar yang memahami permasalahan warga manapun yang tergusur dari wilayah sendiri. Termasuk warga Palestina yang sudah berabad-abad lamanya juga tidak kunjung usai. 

Peradaban besar itu memiliki tata aturan yang paripurna yang menyatukan beberapa negara, yang tentunya tidak mengkotak-kotakkan negara satu daan yang lainnya sehingga mudah diobrak-abrik oleh musuh. Bukan hanya pengungsi Rohingya akan mendapatkan jaminan keamanan dan perhatian serta kewarganegaraan, termasuk juga warga lain di dunia. 

Peradaban besar itu adalah sistem Khilafah. yang memiliki satu Khalifah yang memimpin semua negara yang tergabung. KeKhilafahan ini akan menjadi pelindung setiap muslim di manapun berada apalagi yang mendapatkan kedzaliman. 

“[Imam/Khalifah itu tak lain] lakna perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.” [Hr. Bukhari dan Muslim].

Khilafah Islam menjadi perisai dan pelindung setiap muslim, bahkan akan membela dengan mengerahkan kekuatan pada negara yang melakukan kedzaliman karena darah kaum muslimin harus dijaga kemuliaannya. Sistem Keamanan yang lengkap akan melindungi rakyatnya. Wallahua'lam bi showab.[]

Oleh. Sri Rahmayani, S. Kom
(Aktivis Pemerhati Masyarakat) 
 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar