Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pertolongan Allah SWT dalam Perang Ahzab


Topswara.com -- Allah menghalau orang-orang kafir itu dalam keadaan hati mereka penuh kejengkelan. Mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Cukuplah Allah (yang menghindarkan) orang-orang Mukmin dari peperangan. Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa (TQS al-Ahzab [33]:25). 

Dalam beberapa ayat sebelumnya diterangkan tentang suasana Perang Ahzab serta perbedaan sikap orang-orang munafik dan orang-orang Mukmin terhadapnya. Diterangkan juga bahwa pada akhirnya pasukan gabungan orang-orang kafir itu harus pergi meninggalkan Madinah dengan kekalahan. 
Ayat ini mengingatkan bahwa kekalahan pasukan kafir merupakan pertolongan Allah SWT atas kaum Muslimin. 

Dihalau Allah SWT
Allah SWT berfirman: WaraddaL-lâh al-ladzîna kafarû bighaydhihim (Allah menghalau orang-orang kafir itu dalam keadaan hati mereka penuh kejengkelan). Al-wâwu merupakan al-‘athf (kata hubung) yang menghubungkan dengan kalimat sebelumnya, yakni firman Allah SWT: Lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan (QS al-Ahzab [33]: 9).

Hal ini paling tepat dalam konteks ayat setelahnya, yaitu Allah SWT mengirimkan kepada mereka angin dan menghalau  mereka. Bisa juga menjadi hâl dari dhamîr (kata ganti) pada firman-Nya: Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan (yang bersekutu) itu belum pergi (QS al-Ahzab [33]: 20).

Artinya, mereka mengira pasukan Ahzab belum pergi padahal Allah SWT telah menghalau pasukan Ahzab, lalu mereka benar-benar telah pergi.

Secara bahasa, kata al-radd berarti mengembalikan dari tempat dia berasal. Maka sesungguhnya mengembalikan mereka ke negeri mereka merupakan penyempurnaan nikmat atas kaum Muslimin setelah nikmat dikirimnya angin untuk para musuh mereka. Sebab, kembalinya mereka lebih menenangkan kaum Muslimin.

Yang dihalau dan dipulangkan ke negeri mereka adalah orang-orang kafir. Yakni, orang-orang Quraisy dan Ghathfan. Sebagaimana dikatakan Mujahid, mereka adalah yang tergabung dalam pasukan Ahzab yang menyerang dan mengepung kota Madinah.

Diterangkan Ibnu Katsir, seandainya Allah SWT tidak menjadikan Rasul-Nya sebagai rahmat bagi semesta alam, niscaya angin topan yang dikirimkan kepada mereka lebih keras daripada angin topan yang pernah Dia kirimkan untuk mengazab kaum ‘Ad. 

Akan tetapi, Allah telah berfirman: Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau (Nabi Muhammad) berada di antara mereka dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama mereka memohon ampunan (TQS al-Anfal [8]: 33). 

Maka ditimpakan kepada mereka angin topan yang mencerai-beraikan persatuan mereka, sebagaimana penyebab terhimpunnya mereka karena hawa nafsunya; mereka terdiri dari berbagai kabilah dan beberapa golongan serta aliran. 

Maka sangatlah sesuai bila Allah menimpakan kepada mereka hawa (angin topan) yang memporak-porandakan persatuan mereka dan memulangkan mereka dalam keadaan gagal, merugi, dan penuh dengan kejengkelan. 

Dalam ayat ini, mereka disebut sebagai orang-orang kafir untuk mengisyaratkan bahwa kekufuran mereka itulah penyebab kegagalan mereka yang sangat mencengangkan.

Disebutkan nama Allah SWT secara eksplisit, tidak hanya menyebut dhamîr al-mutakallim  (kata ganti pihak pertama) untuk mengingatkan besarnya urusan menghalau mereka dengan sangat menakjubkan sebagaimana disebutkan dalam ayat sebelumnya: Agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya (QS al-Ahzab [33]: 24). 

Menurut Ibnu ‘Asyur, kata al-ghayth berarti kemarahan dan kemurkaan. Kemarahan mereka sangat besar, sepadan dengan kegagalan mereka, karena telah menanggung biaya penghimpunan pasukan, pengeluaran, dan lamanya mereka  tinggal di sekitar kota Madinah tanpa membuahkan hasil. 

Harapan mereka untuk menaklukkan kota, memakan buah-buahannya, dan membinasakan kaum Muslimin mengalami kegagalan, padahal mereka  menyangka bahwa untuk itu hanya memerlukan perjuangan beberapa hari saja. Maka malapetaka yang menimpa mereka akibat angin dan kekalahan yang tidak mereka ketahui penyebabnya membuat mereka marah. 

Tidak Mendapatkan Kebaikan
Allah SWT berfirman: Lam yanâlû khayr[an] (mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun). Diberitakan bahwa mereka tidak memperoleh kebaikan. Yang dimaksud dengan kebaikan di sini adalah mereka tidak memperoleh harta dan tawanan dari kaum Muslim.  

Menurut Ibnu Katsir, kaum kafir itu tidak memperoleh suatu kebaikan pun, baik di dunia ini yang mereka dambakan, yaitu kemenangan dan ghanimah; maupun di akhirat, karena mereka akan membawa dosa-dosa mereka disebabkan berani menentang Rasulullah SAW dengan memusuhinya, nekad untuk membunuhnya, dan melenyapkan balatentara yang membantunya. 

Barangsiapa yang berniat akan melakukan sesuatu, lalu apa yang diniatkannya itu benar-benar direalisasikannya dalam bentuk perbuatan, maka pada hakikatnya kedudukannya sama dengan orang yang melakukannya. 

Allah SWT berfirman: WakafâL-lâh al-Mu`minîn al-qitâl (cukuplah Allah [yang menghindarkan] orang-orang Mukmin dari peperangan). Artinya, Allah SWT tidak membutuhkan orang-orang Mukmin itu untuk berperang. Namun cukup Allah SWT  yang menghalau keburukan mereka, menolong hamba- Nya, menguatkan bala tentara-Nya serta memporakporandakan sendiri pasukan al-Ahzab. 

Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim: Tiada Tuhan selain Allah SWT semata, Dia memenuhi janji-Nya, menolong hamba-Nya, menguatkan bala tentara-Nya, dan mengalahkan Al-Ahzab sendirian (Yaitu tanpa melibatkan manusia melalui peperangan), maka tiada suatu apa pun setelah-Nya.

Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim juga diriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa, dia berkata: Rasulullah SAW mendoakan keburukan bagi al-Ahzab: Ya Allah, wahai Zat Yang menurunkan Al-Kitab dan Zat Yang cepat hisab-Nya, kalahkanlah Al-Ahzab. Ya Allah, kalahkanlah mereka dan goncangkanlah mereka (HR Bukhari dan Muslim).

Ibnu Katsir mengutip riwayat dari Muhammad bin Ishaq menuturkan bahwa setelah pasukan Perang Khandaq pergi meninggalkan Khandaq (parit), Rasulullah SAW  bersabda: Mulai saat ini, Quraisy tidak akan menyerang kalian, tetapi kalian lah yang akan menyerang mereka di tanah mereka sendiri.

Sejak saat itu, Quraisy memang tidak pernah lagi melancarkan serangan, tetapi Rasulullah SAW yang menyerang mereka setelah itu di tanah mereka sendiri, hingga Allah SWT pun membuat Makkah ditaklukkan oleh Rasulullah SAW dan kaum Muslimin.

Allah SWT berfirman: WakânaL-lâh Qawiyy[an] ‘Azîz[an] (Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa). Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT . Bahwa Dia menjadikan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, ketika Allah SWT berfirman kepadanya: Jadilah, maka dia jadi.

Yakni, Maha Kuat dan Maha Perkasa dengan usaha dan kekuatan-Nya Dia mengembalikan golongan yang bersekutu itu ke negeri mereka dalam keadaan kecewa, tidak meraih suatu kebaikan pun. Dan Allah memenangkan Islam dan para pemeluknya; Dia membenarkan janji-Nya, menolong Rasul dan hamba-Nya, segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan semua karunia itu.

Allah SWT Mahakuat, Mahaperkasa lagi Mahadigdaya, tidak butuh keterlibatan mereka dalam perang mengusir kaum kafir; Mahakuasa untuk membasmi, menundukkan dan menghinakan kaum kafir. 

Allah SWT menghalau dan mengusir kaum kafir dengan kuasa dan kekuatan-Nya sehingga mereka terpaksa kembali dengan tangan kosong, kegagalan dan kekecewaan tanpa memperoleh kebaikan apa pun, danAllah SWT pun meluhurkan Islam dan kaum Muslimin serta menjadikannya berjaya. WâL-lâh a’lam bi al-shawâb. 

Ikhtisar:
Allah SWT memiliki cara untuk menolong kaum Muslim
Kaum kafir tidak memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. 


Oleh: K.H Rokhmat S Labib 
Cendekiawan Muslim 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar