Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Permasalahan Pendidikan Tak Kunjung Usai, Perlukah Ganti Sistem?


Topswara.com -- Sekolah sebuah wadah menimbah ilmu bagi generasi, pencetak karakter bangsa, tetapi juga tumbuh subur kekerasan pada siswa. Bukti nyata SMAN 26 Jakarta siswa kelas sepuluh menjadi korban kakak kelas di salah satu rumah pelaku berinisial D, kawasan Setiabudi Jakarta Selatan. Korban dipukul secara bergilir, hingga patah tulang dan terdapat memar di bagian kemaluan, oleh belasan pelaku kakak kelasnya, (dilansir 1/12/2023 Tribunnews). 

Seharusnya pemuda menggambarkan individu yang mempunyai perubahan, kereativitas, dan semangat dalam dirinya. Tetapi miris, banyak artikel berseliweran di media sosial kasus tindakan kekerasan atau bullying, tindakan tersebut dilakukan karena tidak seimbangnya kekuatan perbedaan hierarki baik fisik, ekomoni, dan keintelektualan.  

Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), tercatat fenomena perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah selama periode Januari hingga Agustus 2023. Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang menyumbang sekitar 25 persen. 

Selain itu, perundungan juga terjadi di lingkungan Sekolah Menengah Akhir (SMA) dan SMK, masing-masing dengan persentase sekitar 18,75 persen. Bahka MTs atau pondok pesantren, tercatat masing-masing sekitar 6,25 persen.

Bullying tidak hanya melibatkan kekerasan fisik bisa secara verbal non-verbal bahkan cyber bullying yaitu menyebarkan berita hoax di jejaring media sosial. Dampak fenomena ini akan mengakibatkan tekanan mental korban, panic attack, poster traumatic stres disorder (PTSD), dan depresi dalam jangka panjang, hingga dampak terberat maut jalan pintasnya.

Faktor bullying bisa dipengaruhi faktor seperti konflik keluarga, kemudian sistem pendidikan juga menjadi peran pokok sebagai wadah perundingan terjadi. 

Mengapa hal ini terjadi? Minimnya pendidikan agama di sekolah, pendidikan hanya sebatas hak formalitas setiap anak, kurang pembinaan agama sebagai bentuk kesadaran terhadap Sang Pencipta hanya diserahkan kepada individu. 

Bullying dianggap salah satu dosa besar pendidikan. Nyatanya hingga saat ini belum berhenti meski sudah dibentuk satgas di berbagai satuan pendidikan. Hal ini menunjukkan adanya kesalahan cara pandang kehidupan dan akar masalah persoalan. Juga buruknya sistem pendidikan sehingga lahir generasi yang buruk pula perilakunya. 

Upaya dilakukan tidak kunjung berhenti jika masih sistem kapitalisme sekularisme menjadi asas negara. Sistem ini memberikan kebebasan berperilaku, menjaukan agama dari setiap individu. 

Kesenjangam hierarki mampu menghapuskan perikemanusiaan setiap individu. Banyak pemuda komsutif, menjadi budak media sosial, ketergantungan game, judi online untuk kesenangan diatas bobrok mental pemuda bangsa. 

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam memiliki sistem pendidikan terbaik, berasas akidah Islam, yang meyakini adanya hari pembalasan. Keyakinan ini bisa mencegah adanya kejahatan karena keyakinannya pada pertanggung jawaban kelak. 

Salah satu hal yang membedakan dengan sistem kapitalisme saat ini adalah jika dilihat dari indikator keberhasilan pendidikan yaitu, karena di dalam Islam, keberhasilan bukanlah dari seberapa banyak siswa asing yang masuk ke dalam negara atau seberapa banyak pekerja yang dapat diserap dari lulusan pendidikan, melainkan sejauh mana pelajar dapat mengamalkan ilmunya, membagikan dan bermanfaat melalui bangunan akidah Islam yang kuat.

Output pendidikan Islam bertujuan menciptakan kepribadian Islam dengan pola pikir dan sikap yang sesuai dengan standar Islam, serta memiliki pemahaman Islam yang mendalam dan menguasai keterampilan dalam kehidupan, sehingga tindakan perundungan tidak akan terjadi 

Wallahua'alam bishawab.


Oleh: Mutiara Hanifah 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar